1. Jadilah Model
Ketika Anda melakukan kesalahan, minta maaf dan akuilah. Misal : "Maaf ya, mama sudah berlebihan memarahimu. Mama sedang repot hari itu." Setiap orang memang dapat melakukan kesalahan, itulah hidup, namun meminta maaf akan membuat hidup jauh lebih baik. Pelajaran berharga ini akan dimiliki anak sebagai sebuah nilai positif.
Mengatakan "maaf" kepada anak bukanlah pertanda sebuah kelemahan akan tetapi kekuatan. Bahkan seorang atasan sekalipun harus dapat meminta maaf jika memperlakukan anak buah dengan tidak baik. Anak yang tak pernah meminta maaf, tidak akan pernah mengenal proses meminta maaf dan mereka lebih banyak menolak atau menyangkal. Padahal meminta maaf juga bermanfaat untuk mengatasi rasa tersakiti.
2. Mulai Sedini Mungkin
Balita dapat belajar cepat memberi "pelukan meminta maaf" ketika mereka melakukan kesalahan pada anak lain. Jika model ini dikembangkan di rumah, anak akan mengetahui apa yang harus dilakukan. Sekali anak telah merasa tenang dan siap memeluk, Anda kemudian dapat secara verbal meminta maaf. Atau meminta maaf sembari memeluknya.
3. Memberi Maaf Setelah Meminta Maaf
Memberi dan meminta maaf sebaiknya terjadi setelah orang menerima kesalahan. Kebanyakan orang tua menginginkan anak-anak berdamai dengan siapapun yang ditemuinya. Namun ingat, tidak perlu sebuah permintaan maaf formal untuk memulainya. Biarkan mereka menggambarkan apa makna dari kata "berdamai" itu sendiri.
Terkadang mereka membutuhkan kata-kata, dan terkadang tidak. Tapi mereka tahu mereka telah melakukannya atau belum. Membuat anak mampu hidup bersama dengan saudaranya, anak-anak perlu menjaga aturan "berdamai" satu dengan lainnya. Jika meminta maaf tidak diselelsaikan dengan memberi maaf, proses ini belum komplit untuk sebuah penyembuhan rasa tersakiti. Sesekali Anda juga perlu memberi contoh memaafkan secara verbal dengan mengatakan "baik, Ibu memaafkanmu" atau "tidak apa-apa nak".
4. Katakan "maaf, saya.."
Anak-anak kerap melewatkan tatakrama karena kecepatan yang dimilikinya. Cobalah biasakan anak untuk meminta maaf bahkan dalam hal-hal kecil di rumah misal, bersendawa, kentut dan berkecap saat makan. Jangan pernah tertawakan hal-hal sepele tersebut kendati terasa lucu. Jika sekali kejadian tersebut disambut tawa, Anak akan sulit memahami nilai kesopanan di masa yang akan datang. Sebaiknya Anda diam atau buat sikap tidak setuju yang ringan, mereka akan segera memahaminya. Ke depan mereka juga mengurangi kebiasaan buruk tersebut.
Ajari anak kebiasaan mengatakan "maaf, saya kentut/sendawa/ berkecap.." dan seterusnya. Dengan sendirinya, anak akan belajar mengontrol fungsi ini dilain waktu.
5. Berhenti Memanipulasi dan Memainkan Perasaan
Beberapa anak mungkin sekedar mem-beo dalam kebiasaan "maaf, saya.." atau "Saya minta maaf" untuk menghindari orang tua marah dan meloloskan diri dengan cepat dr kesalahan. Sebagai orangtua, Anda memang tidak bisa memaksa perasaan mereka.
Permintaan maaf sebaiknya memang tidak selalu berupa pemaksaan. Memaksa anak hanya akan membuat anak "meminta maaf palsu" untuk mengikuti keinginan orang tua. Semua sebaiknya disesuaikan dengan usia, temperamen, situasi dan emosi anak.
Beberapa anak mungkin memerlukan beberapa saat untuk tenang sebelum meminta maaf. Anak berusia 2 tahun yang memukul kakaknya butuh dua menit untuk duduk di kursinya sendiri dan mengingat jika memukul itu sakit. Setelah kemarahannya reda, barulah ia siap memeluk kakaknya. Sedangkan anak 10 tahun yang berkelahi dengan saudaranya harus mengatasi luka harga dirinya dengan waktu yang lebih lama, sebelum mengingat jika berkelahi adalah hal yang salah.
Adalah tugas orang tua untuk memastikan permintaan maaf yang dilakukan kedua anak menjadi awal dimulainya keceriaan baru. Tapi, Anda tidak boleh memaksakannya segera terjadi. Anda hanya dapat menciptakan model, yakni Anda sendiri. Dan, ajarkan jika "orang senantiasa memelihara kedamaian dengan orang lain, akan merasa lebih baik dalam dirinya".
Laili / dari berbagai sumber