Teresa M. Ineke Turagan: Tak Gentar Tularkan "Ilmu Bunga" (1)

By nova.id, Jumat, 22 Januari 2010 | 03:42 WIB
Teresa M (nova.id)

Teresa M (nova.id)
Teresa M (nova.id)
Teresa M (nova.id)

"Mengenalkan bunga harus dimulai sejak usia dini. (Foto: Ahmad Fadilah/NOVA) "

Sejak kapan menekuni dunia bunga?Saya sempat mengenyam pendidikan di Akademi Sekretaris LPK Tarakanita Jakarta. Lalu, saya sekolah di Paris Academy Fashion Design London dan menekuni dunia fashion selama 10 tahun. Tahun 1998 kebetulan di dekat rumah ada merangkai bunga Ikebana. Kok, saya sepertinya mulai tertarik dengan bunga.

Akhirnya, saya serius sampai menimba ilmu ke berbagai negara seperti Singapura, Macau, Jerman, Beijing, Belanda, Amerika, dan Australia. Ini dunia art yang baru dan menarik untuk digeluti. Di mana ada acara atau demo bunga, saya pasti ikut, apalagi waktu itu harus banyak belajar. Ternyata makin dipelajari makin senang.

Apa saja pengalaman menarik Anda selama belajar bunga di luar negeri?Ternyata, semakin dipelajari, saya sadar, pengetahuan saya masih minim. Yang sedih, saya jauh-jauh ke Jerman, ternyata hanya diajari bagaimana menganyam batang alang-alang. Padahal, di sini juga semua orang melakukan hal itu. Makanya saya selalu membawa sesuatu yang beda kalau ke luar negeri. Yang menjadi kekhawatiran saya kalau masalah ini tidak cepat ditangani, bisa-bisa kekayaan Indonesia diambil negara lain. Tiap kali ke luar negeri, saya selalu bilang janur itu dari Indonesia.

Teman saya, orang Jerman, suatu saat merangkai bunga yang bahannya dari akar, lembaran daun yang sudah layu, batang pohon, dan kayu kering. Ternyata hasilnya luar biasa bisa jadi rangkaian yang indah. Orang selalu bilang negara kita miskin, padahal banyak sekali kekayaan yang bisa digali. Tapi saya bingung bagaimana memulainya, karena saya hanya bagian kecil dari faktor industri ini. Jadi, harus ada lembaga kewenangan yang membantu.

Lalu, apa yang pernah Anda lakukan?Bulan Oktober lalu saya diundang ke Belanda untuk demo tahunan di sana. Semua tahu, di Belanda bunga sudah menjadi industri besar dan sektor yang sangat menjanjikan. Karena saya kangen fashion, akhirnya saya membuat baju dari daun andong, adaka, janur di manekin yang bahannya dibawa dari Jakarta. Ada 3 baju yang dibuat yaitu baju Dayak, Bali, dan Betawi.

Baju Bali saya buat dari janur yang sudah kering. Saya yakin dengan membuat baju tersebut, orang lain akan menghargai Indonesia. Benar saja, begitu dipajang, semua orang ingin tahu dan memegang baju itu. Mereka bingung, heran, dan melongo, ini apa, sih? Mereka kagum dan ingin tahu bagaimana membuatnya.

Itukah yang membuat Anda tertarik mendirikan sekolah?Betul. Meskipun ada yang bilang, kenapa juga harus sekolah bunga, kan, tinggal tancep-tancep selesai. Nah, pikiran orang baru sebatas itu. Akhirnya bersama 3 teman, saya mendirikan Newline Floral Education Centre Jakarta tahun 2003. Ini adalah sebuah lembaga pendidikan yang menyediakan program-program pendidikan di bidang flora khususnya seni merangkai bunga.

Visi kami adalah untuk memajukan seni merangkai bunga di Indonesia. Jadi, kami selalu menampilkan tren rangkaian terbaru dalam dunia internasional yang akan dipadukan dengan kebutuhan siswa hingga hasilnya memuaskan. Misi kami, membawa Indonesia kepada dunia luar melalui merangkai bunga dan sekaligus mempopulerkan kekayaaan florikultura Indonesia.

Ketika pertama kali merintis usaha, pro dan kontra pasti ada. Tapi yang penting adalah bagaimana meyakinkan orang. Dan itu memakan waktu tahunan. Sosialisasinya sulit karena jangkauan masyarakat luas sekali. Bahkan, tahun lalu saja waktu mengajar di daerah Bintaro, Jakarta, masih ada yang bertanya "Kenapa, sih, belajar bunga?"