Dalam masa tumbuh-kembang, anak banyak meniru hal yang terjadi di sekelilingnya. Baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun cara menanggapi situasi. Jika orangtua terbiasa mengeluarkan kata-kata kasar di depan anak, di kemudian hari anak akan menganggap kata-kata kasar tersebut sebagai hal yang lumrah.
Masalah belum tentu selesai meski keluarga telah memberi contoh yang baik untuk anak, lho. Pasalnya, lingkungan turut berpengaruh. Apalagi ketika anak telah mengenal teman-teman seumurnya atau orang dewasa di luar rumah. Bukan tak mungkin ia mendengar kata-kata kasar dan menirunya, kan? Malah pada beberapa kasus, anak tiba-tiba melontarkan kata-kata kasar tanpa orangtua tahu dari mana ia mendengarnya.
Kenal dari Luar
Menurut Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi., dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, sejak lahir anak telah menangkap informasi dan meniru apa yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya. "Kebanyakan anak itu meniru apa yang mereka dengar dan lihat dari lingkungan sekitarnya. Baik itu dari perilaku orangtua, pengasuh, teman sebaya, atau tontonan di televisi," papar Vera.
Dengan demikian, peran orangtua tidak hanya memberi contoh. Orangtua juga harus menyaring informasi dan memberi pemahaman. Agar ketika nanti anak terjun ke lingkungan pertemanannya, ia sudah bisa memilah hal yang baik ditiru dan tidak boleh ditiru.
Vera pun mengakui bahwa kata-kata kasar biasanya muncul ketika anak mulai mengenal lingkungan di luar rumah. "Meski ada juga anak yang meniru berkata kasar dari orang-orang rumah, tapi sebagian besar mereka mengenalnya dari luar. Maka sebelum ia beranjak ke luar rumah, perlu dibekali penjelasan mengenai kata-kata yang tidak baik untuk diucapkan. Caranya, dapat dilakukan melalui penjelasan langsung yang terjadi sehari-hari atau melalui dongeng," tukas Vera.
Mengatur Reaksi
Rasa terkejut, secara tak sadar mungkin membuat Anda sulit mengontrol diri ketika anak bicara kasar. Alih-alih mengingatkan dan memberitahu, Anda malah memarahinya. Padahal cara penyampaian semacam ini bisa jadi dinilai kasar oleh Si Kecil. Alhasil ia akan bingung mencerna peraturan yang Anda buat.
"Jika orangtua memarahi balik anak, apalagi dengan cara yang menurut mereka kasar, pada akhirnya justru akan membuat anak bingung tentang perilaku yang diharapkan darinya. 'Kalau Aku tidak boleh bicara kasar, kok, Bunda juga bicara kasar kepadaku?'" ujar Vera. Terlebih jika pihak keluarga pun sering keceplosan melontarkan kata kasar, meskipun tidak ditujukan pada anak.
Reaksi lain yang mungkin keluar adalah Anda mendiamkannya karena menganggap hal tersebut tabu dibicarakan atau justru tertawa karena tak habis pikir bagaimana anak-anak bisa mengatakan hal tersebut. Reaksi semacam ini juga tak kalah berbahaya. "Jika orangtua malah tertawa, anak akan mengira perkataannya justru mendapat perhatian positif dan semakin ada keinginan untuk diulangi. Jika didiamkan, anak dikhawatirkan akan semakin tidak mengerti," tambahnya.
Pengaturan reaksi ini penting untuk memberikan pemahaman Si Kecil. Jika Anda terlalu kaget dan bingung harus berkata apa, lebih baik Anda menarik napas sejenak dan pikirkan apa yang sebaiknya dilakukan. Tindakan ini lebih baik daripada langsung bereaksi. Pasalnya, kalau orangtua terlalu terpancing untuk bereaksi, dikhawatirkan perilaku ini dapat digunakan anak untuk mencari perhatian orang di sekelilingnya. Bila Si Kecil telanjur menggunakannya sebagai "alat", tentu akan lebih sulit mengeremnya, bukan?