Liburan Bisa Setiap Hari

By nova.id, Sabtu, 19 Mei 2012 | 01:25 WIB
Liburan Bisa Setiap Hari (nova.id)

Liburan Bisa Setiap Hari (nova.id)
Liburan Bisa Setiap Hari (nova.id)

"Foto: Romy Palar/Nova "

Keluarga Lebih Erat

Liburan sangat penting, baik bagi orang dewasa maupun anak. Namun, seringkali liburan tidak direncanakan dengan baik, sehingga manfaatnya berkurang. Liburan untuk anak, misalnya, "Orangtua atau orang dewasa cenderung asal liburan saja, tanpa membuat perencanaan," kata Evans Garey, S.Psi., M.Si. dari Fakultas Psikologi UKRIDA Jakarta. Padahal menurut Evans, liburan mestinya menjadi sarana bagi orangtua untuk membagi nilai-nilai (value) penting. "Setiap keluarga punya nilai-nilai yang diyakini yang mengakar pada budaya, agama, masyarakat/komunitas. Nah, nilai-nilai ini yang seringkali luput dalam kegiatan liburan, padahal bisa dilakukan dan dikembangkan dengan baik," kata Wakil Rektor III UKRIDA ini.

Itulah kenapa aktivitas saat liburan perlu dirancang dengan matang sehingga orangtua bisa berbagi nilai-nilai baik yang dianut keluarga. Misalnya, rasa hormat atau rasa cinta terhadap keluarga.

Sayangnya nilai-nilai ini kebanyakan hanya dilakukan pada saat-saat tertentu, misalnya libur Lebaran atau libur Natal. Sementara saat liburan sekolah, orangtua biasanya kebablasan dan anak menjadikan hari libur seolah-olah "balas dendam". Misalnya saat liburan usai ujian sekolah, anak meminta mamanya mengizinkannya bermain. Akhirnya, Sang Anak bermain terus selama liburan.

"Ini tidak tepat," lanjut Evans, "Terutama dalam kaitannya dengan bagaimana anak mampu mengelola kebutuhan mereka, mengelola dorongan rasa puas (sense of gratifying) mereka. Kalau hal-hal ini tidak dilatih, yang terjadi adalah, pokoknya selama ia mampu dan diberi kebebasan untuk itu, anak akan terus melakukannya."

Salah satu contohnya, anak-anak mengalami ketergantungan dengan teknologi, khususnya gaming. "Ini karena orangtua tidak memberikan aturan, akhirnya bablas dan sulit dihentikan," kata Evans. Maka tak mengherankan jika ketika masuk ke fase rutinitas usai liburan, anak-anak butuh proses adaptasi yang lama. Oleh karena itu, orangtua perlu melihat dan melatih anak bahwa liburan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Liburan adalah proses untuk mengatur diri sendiri, dan bukan berarti tak mengerjakan apa-apa.

Sementara dari aspek pekembangan, bentuk dan jenis liburan bisa disesuaikan untuk setiap usia. Misalnya untuk anak balita, pilih aktivitas di mana mereka bisa memilki rasa percaya diri serta membangun bonding dengan orangtua atau pengasuh. Kegiatan yang disarankan sebaiknya memang kegiatan di mana ada kebersamaan antara anak dan orangtua/keluarga.

Ketika anak semakin besar, misalnya sudah memasuki usia sekolah dan anak mulai senang bermain dengan temannya, berilah peluang anak untuk bermain dengan teman seusianya dan melibatkan aktivitas fisik yang lebih banyak. Pada usia anak yang lebih dewasa, kegiatan liburan sebaiknya direncanakan bersama dengan anak sehingga mereka merasa liburan adalah bagian dari kehidupan mereka.

Seimbangkan Hidup

Prinsip liburan bagi orangtua dan orang dewasa juga sebagai masa untuk mundur dari seluruh aktivitas sehari-hari. Laiknya baterai yang di-charge ulang, setelah liburan, seseorang akan mendapatkan kembali kekuatan untuk kembali melakukan aktivitas rutin sehari-hari. "Itulah kenapa ada weekend, ada libur hari Sabtu dan Minggu. Dari aspek biologis, tubuh juga perlu libur, tidak bisa bekerja terus menerus," jelas Evans.

Anda juga tak perlu selalu menunggu masa liburan atau cuti untuk berlibur. "Setiap hari bisa libur, kok," ujar Evans seraya mengambil contoh seorang CEO perusahaan besar dunia yang setiap pukul 16.00 selalu pulang on time. "Ia seorang perempuan. Yang ia lakukan setiap kali pulang adalah mengasuh anaknya. Bukan karena ia perempuan, tetapi penelitian di Amerika menunjukkan bahwa bekerja efektif memang hanya delapan jam sehari. Lebih dari itu, cenderung jadi kurang efektif," lanjutnya.

Oleh karena itu, liburan pada orang dewasa sangat penting dan kalau perlu setiap hari. Setidaknya, sediakan waktu untuk me-time. "Kita tahu batasan bekerja. Harus ada keseimbangan antara bekerja, bermain dan bercinta dalam konteks menjalin hubungan dengan pasangan, teman, maupun keluarga. Cuti pun harusnya seperti itu."

Kenangan Indah

Selain menanamkan nilai baik, liburan semestinya juga digunakan sebagai sarana untuk membangun tradisi keluarga dan melakukan transfer of value. "Bagi kita di Indonesia, ini sangat cocok, karena kita punya nilai atau budaya yang sangat kental. Namun, seringkali ini diabaikan," jelas Evans. Padahal banyak keluarga yang punya akses, baik berupa fasilitas atau biaya, misalnya bisa liburan ke luar negeri.

Jenis aktivitas atau kegiatan selama liburan bisa sangat banyak, yang penting nilai atau tradisi apa yang hendak dibangun. "Tak ada masalah apakah kegiatan liburan itu berupa traveling ke luar kota atau bahkan ke luar negeri, tapi jangan lupakan nilai apa yang mau kita bangun? Misalnya, setelah mempertimbangkan nilai tertentu, akhirnya diputuskan untuk tidak pergi ke luar negeri, tapi berkumpul dengan keluarga besar di kampung dan melakukan aktivitas bersama."

Bayangkan, suatu saat ketika anak-anak sudah besar, lantas mereka ingat, "O...waktu kecil aku seringkali liburan bersama keluarga besar di kampung. Asyik sekali!" Dan ketika anak-anak itu menjadi orangtua, mereka juga membangun tradisi yang sama.

Cuti Berubah Ide Baru

Meski Anda sangat mencintai pekerjaan, tentunya Anda pernah masuk dalam kondisi jenuh dan lelah dengan segala aktivitas kantor. Jika kondisi itu dibiarkan, kinerja Anda bisa menjadi memburuk. Ini pertanda, Anda perlu cuti! Memang tidak sedikit juga orang yang memutuskan bekerja sepanjang tahun dan bertahan tidak mengambil jatah cutinya. Alasannya, dari mulai tidak tahu mau ke mana atau takut cuti tidak diloloskan oleh atasan.

Menurut Chief Consultant EXPERD, Cherry Zulviyanti, alasan-alasan ini konyol. "Cuti itu hak setiap karyawan. Kapan diambilnya, tergantung dari keinginan Si Karyawan sendiri. Tapi ada baiknya, digunakan pada saat memang diperlukan," ujar Cherry. Misalnya, ketika Anda berada dalam kondisi jenuh dan lelah tadi. Atau, bisa juga untuk keperluan mendadak, seperti anggota keluarga sakit, mengurus sekolah anak, acara keluarga, mudik, dan lain-lain. Namun Cherry menyarankan, jatah cuti sebaiknya digunakan untuk aktivitas yang menyenangkan, bertujuan refreshing, atau sekadar mengganti suasana.

Dijamin, setelah cuti, karyawan bisa bekerja dengan perasaan yang lebih segar dan produktif. Asal tahu saja, perusahaan memberikan jatah cuti ini bukan tanpa alasan. "Dengan cuti, perusahaan memberi kesempatan bagi karyawan untuk beristirahat dan melakukan peremajaan kembali atas kemampuan mereka," tegas Cherry.

Di sisi lain, bagi karyawan yang sudah menikah dan memiliki anak, cuti bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kebersamaan suami-istri serta orangtua dan anak. "Anak-anak juga perlu cuti dari rutinitasnya, lho. Jatah cuti yang diberikan perusahaan kepada karyawan rata-rata dua belas hari per tahun. Orangtua bisa menggunakannya menyesuaikan dengan waktu liburan sekolah anak. Sebisa mungkin pakailah waktu itu untuk berlibur di luar rumah," terang Cherry.

Pasalnya, atmosfer dan aktivitas yang berbeda jauh dari keadaan di rumah, kantor, juga sekolah, akan membuat dampak cuti menjadi lebih menyenangkan. Alhasil, cuti lebih bermanfaat, rasa cinta kasih dan kebersamaan bersama keluarga juga makin erat. Selain itu, cuti yang diambil mungkin saja akan berbuah ide baru dan segar yang meningkatkan performa kerja.

Hasto Prianggoro, Ester Sondang