Menjalani kehidupan rumah tangga yang dipisahkan jarak memang tidak mudah. Penyebabnya tentu saja kondisi di mana pasangan tidak selalu ada di dekat Anda. Akhirnya, hal ini acapkali memercik kekhawatiran yang bisa menjadi pangkal pertengkaran.
Meski demikian, ada beberapa pasangan yang mau tidak mau harus "rela" jika jarak geografis membentang di antara mereka. Misalnya jika suami memiliki ikatan dinas yang mewajibkan ia siap ditempatkan di mana saja atau jika istri menempuh pendidikan di kota yang berbeda. Pasangan dengan letak geografis yang terpaut jarak cukup jauh ini, sebutlah jika berbeda kota, provinsi, atau negara, harus diakui memang memiliki bentuk pengorbanan tersendiri. Mereka harus sabar dan dapat mengendalikan dirinya, juga berkomitmen dengan cara bertanggung jawab terhadap hubungannya.
Ancaman Orang Ketiga
Jika tidak dilandasi komitmen penuh pada hubungan, bukan tak mungkin perbedaan jarak ini menjadi pemicu gangguan dalam rumah tangga. Menurut Hedy Anggrheini, S.Psi, psikolog di Unity Areta Jaya, masalah komunikasi biasanya menjadi alasan perselisihan untuk pasangan yang menjalani long distance marriage. Pasalnya, komunikasi melalui teks juga telepon memiliki kemungkinan diartikan berbeda oleh pasangan sehingga menyebabkan kesalahpahaman.
Selain itu, menurut Hedy, komunikasi yang dilakukan tanpa bertatap muka ini pun tak jarang menyebabkan salah satu atau keduanya merasa kesepian. Sebut saja ketika Anda merasa membutuhkan teman untuk bercerita mengenai pekerjaan atau tumbuh kembang anak-anak. "Perasaan kesepian inilah yang membuat posisi hatinya rawan karena jika ia bertemu seseorang yang dirasa memberi perhatian atau cocok dengannya, bisa jadi ia berpaling," paparnya.
Atau, Anda menyimpan kecurigaan pada salah satu rekan kerja yang namanya sering disebut oleh pasangan? Lantas Anda menjadi tidak tenang dan demikian cemburu karena khawatir Si Dia mendua. Terlebih bila Anda atau pasangan memegang istilah "sekali mengkhianati, maka akan sangat sulit untuk percaya kembali". Daripada bermain api, lebih baik hindari potensi-potensi yang dapat menyebabkan masuknya orang ketiga, bukan?
Untuk mempertahankan komitmen di tengah situasi pelik seperti ini, Anda berdua memang perlu memagari kondisi hati. Pasalnya, kehadiran orang ketiga merupakan salah satu masalah yang cukup sering ditemui dan sangat sulit dimaafkan. Apalagi jika memang ternyata ada lawan jenis yang hadir di tengah kehidupan Anda.
Bukan hal yang mustahil, ini akan menjadi kekhawatiran tersendiri untuk pasangan. "Ia akan takut ada orang yang sangat cocok dengan pasangannya dan memberikan perhatian lebih. Lebih lanjut, ia akan khawatir terjalin hubungan yang lebih akrab," urai Hedy. Masalah juga dapat hadir, tambah Hedy, jika pasangan kesulitan mengendalikan diri dari rasa rindu dan hasrat untuk bermesraan.
Karena itulah, Hedy berpendapat bahwa mereka yang menjalani long distance marriage harus pandai-pandai membawa diri agar dapat terhindar dari hubungan yang di luar batas dengan lawan jenis. Tindakan ini bukan berarti harus membatasi diri untuk bersosialisasi, lho. "Memberi kesempatan pasangan untuk tetap bergaul, menjalankan aktivitas yang disukai di luar bidang tugasnya, itu perlu. Namun perlu diingatkan untuk tidak melakukan aktivitas yang rawan memicu hubungan yang lebih mendalam dengan lawan jenis," tambah Hedy. Dengan demikian, tambahnya, memberi perhatian atau menjadi tempat curhat untuk teman lawan jenis hanya dilakukan seperlunya.
Bersikap Ketika Konflik
Satu hal yang harus diingat, perselisihan dalam rumah tangga bukan hanya milik pasangan yang mengalami long distance marriage. Pada dasarnya, perbedaan pendapat atau pemikiran dalam rumah tangga sangat wajar dan bisa terjadi pada siapa saja. Namun mereka yang terpisah jarak, kadang kesulitan untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi. Jika sebagian orang menginginkan penyelesaian masalah dengan bertatap muka dan dapat melakukannya, hal ini tentu tak selalu dapat dilakukan oleh pasangan yang terpisah jarak.