Jika Si Prasekolah Masih Takut Suara Keras

By nova.id, Selasa, 21 Februari 2012 | 22:41 WIB
Jika Si Prasekolah Masih Takut Suara Keras (nova.id)

Jangan menganggap enteng masalah ini karena si kecil bisa menjadi trauma bahkan fobia.

Ketika mendengar bunyi helikopter yang terbang rendah, anak-anak yang melihatnya segera melambaikan tangan sambil berteriak kegirangan. Namun tidak demikian dengan Remy (5). Ia malah ketakutan dan segera lari bersembunyi. Remy memang terkenal sebagai anak yang selalu takut setiap mendengar bunyi keras.

Setiap orang, entah itu anak-anak atau dewasa, pasti memiliki rasa takut dan itu merupakan ungkapan emosi yang wajar. Akan tetapi, kata Dra. Tiwin Herman M.Psi., kalau di usia prasekolah anak masih takut dengan suara keras berarti ada yang tidak wajar. Kenapa? Karena sebenarnya di usia 0-18 bulan anak mestinya sudah mengenal berbagai suara, termasuk yang berbunyi keras. "Jadi kalau sampai usia prasekolah masih takut dengan suara keras tentunya telah terjadi sesuatu pada anak itu," simpul psikolog dari biro konsultasi Psiko Utama, Jakarta.

SUARA YANG MEMBUAT TAKUT

Rasa takut pada diri anak bisa tampak dari reaksi atau gejala yang timbul, misalnya menangis, menjerit, mengeluarkan keringat dingin atau bahkan lari bersembunyi. Apa sajakah suara-suara yang sewajarnya membuat anak-anak takut?

1. Suara mesin seperti motor, helikopter, kereta api, pesawat, dan sebagainya.

Awalnya mungkin anak terkejut ketika mendengar bunyi mesin yang begitu keras. Saking kagetnya, anak spontan menjerit. Saat yang bersamaan, sesuatu yang mengeluarkan suara keras itu ternyata juga bergerak, seperti motor atau kereta api. Akibat kaget plus takut ditabrak, si anak jadinya lari tunggang-langgang bersembunyi. Jika tak segera ditangani ketakutan si kecil bisa semakin parah; saat mendengar suara mesin motor yang sedang dipanaskan saja ia sudah takut padahal kendaraan roda dua itu diam di tempat.

2. Suara petir

Petir atau halilintar dengan suaranya yang menggelegar adalah fenomena alam yang memang menakutkan. Tak salah kalau anak terkejut dan takut petir. Apalagi, jika secara tak sengaja dia melihat kilatan petir yang tiba-tiba dengan suara yang memekakkan telinga. Masalahnya, kalau kemudian cuaca mendung atau hujan saja sudah membuat si prasekolah ketakutan. Belum-belum ia sudah menutup telinga rapat-rapat, memejamkan mata dan bersembunyi, takut kalau-kalau muncul suara petir yang menggelegar itu.

3. Suara bentakan

Anak prasekolah sudah tahu bahwa sikap marah biasanya ditandai dengan intonasi yang tinggi atau bentakan. Lantaran itu, menurut Tiwin, bisa jadi ketakutan anak bukan saja disebabkan suara bentakan yang keras tetapi anak tahu bahwa bentakan berarti dia kena marah. Persoalan bisa muncul, kalau yang membentak orang lain yang tak ada ikatan batin dengan si anak, maka tingkat ketakutannya akan lebih tinggi dibandingkan bentakan orang tuanya.

4. Takut suara binatang

Sejumlah anak juga takut terhadap suara keras binatang, misalnya gonggongan anjing. Si prasekolah tidak saja takut karena suara anjing yang begitu mengagetkan tapi mungkin pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri ada orang yang digigit anjing. Atau mungkin ia sendiri pernah digonggong anjing bertaring besar dan tajam atau malah dikejar-kejar binatang ini. Jadi, setiap mendengar gonggongan anjing, otomatis anak ketakutan.

RAGAM PENYEBAB

Lalu, kalau memang di usia 4-5 tahun ternyata anak masih takut mendengar suara-suara keras, apa yang menjadi penyebabnya?

1. pengalaman buruk

Pengalaman buruk biasanya membekas dalam benak anak. Misalnya, pernah hampir terserempet motor yang sedang ngebut, tak sengaja melihat kilatan petir, atau pernah dibentak oleh ayah/ibunya. Tentunya, pengalaman yang tidak mengenakkan seperti ini membuat anak selalu ketakutan begitu mendengar suara keras mesin motor, kilatan petir, bentakan ayah/ibu, dan sebagainya. Dia merasa terancam jika mendengar suara-suara keras itu.

2. ditakut-takuti

Ketakutan anak terhadap suara keras biasanya juga muncul karena selalu ditakut-takuti. Misalnya, "Awas, jangan main di luar nanti dikejar anjing! Jangan ke sana nanti ketabrak motor!" Nah, karena anak ditakut-takuti seperti itu akibatnya dia selalu merasa tidak nyaman dan selalu merasa takut.

3. imajinasi/khayalan

Di usia prasekolah, daya imajinasi anak makin berkembang. Si anak berimajinasi, seolah-olah benda atau sesuatu yang mengeluarkan suara keras itu akan membuat dirinya celaka. "Wah, jangan-jangan helikopter yang terbang rendah itu akan jatuh nih!"

TRAUMA DAN FOBIA

Jika ketakutan anak terhadap suara keras tak segera ditangani, kemungkinan ia akan mengalami trauma. Si prasekolah akan mudah cemas dan selalu khawatir berlebihan jika mendengar suara keras. Bahkan tidak tertutup kemungkinan ketakutannya bisa berkembang menjadi fobia. Fobia adalah perasaan takut yang berlebihan terhadap suatu situasi atau keadaan yang sebetulnya bagi kebanyakan orang tidak cukup menimbulkan rasa takut. Gejala fobia antara lain menjerit histeris, bersikap sangat ketakutan, keluar keringat dingin, sakit kepala, dan bersembunyi. Si anak sendiri sebenarnya menyadari perasaan takutnya tak cukup beralasan. Namun, dia sulit mengendalikan perasaan takutnya.

Trauma dan fobia, sebagai gangguan psikologis, perlu segera ditangani karena bisa menjadi penghambat hidup si kecil. Aktivitas sehari-hari akan dijalaninya dengan perasaan tercekam dan terancam. Seluruh proses belajar dan bermain di "sekolah" pun akan berlangsung tidak nyaman. Akhirnya, jiwanya juga tak akan berkembang. Untuk menghilangkan trauma dan fobia tentunya dibutuhkan proses dan latihan yang berkesinambungan. Proses ini tentu tidak semudah membalik telapak tangan, melainkan butuh waktu yang cukup panjang tergantung tingkat trauma atau fobia yang dialaminya.

ATASI RASA TAKUT

Orang tua jangan berharap rasa takut anak dapat hilang dengan sendirinya. Sayangnya, orang tua kadang bersikap menyederhanakan permasalahan. Anak dianggap akan mengerti dengan sendirinya atau ayah dan ibu menilai dengan menonton televisi, anak akan memahami segala sesuatunya. "Padahal tak cukup sekadar itu. Pemahaman mereka masih sangat sederhana," tutur Tiwin. Berikut ini upaya yang bisa dilakukan orang tua untuk mengatasi rasa takut yang dialami anak:

1. Kenali sumber rasa takut anak lalu atasi

Ajak anak berdialog untuk menelusuri penyebab rasa takutnya. Apa yang ia takutkan dan mengapa ia bisa sampai takut. Agar dialog bisa berjalan, gunakan kalimat-kalimat sederhana yang dimengerti si kecil. Bila ia selalu bersembunyi saat mendengar motor dinyalakan, tanyakan padanya, "Adik takut dengan suara motor itu ya?" Lalu jelaskan bahwa motor itu tidak akan menabraknya. Tunjukkan "cara kerja" mesinnya agar ia tahu mengapa suara motor bisa begitu keras. Ajak ia mendekati motor lalu kenalkan. Setelah anak mau mendekat, naikkan gasnya perlahan agar suaranya makin keras, lalu turunkan kembali. Dengan begitu, anak menyadari bahwa sebenarnya motor tersebut bisa juga bersuara pelan dan tidak menyakitinya.

Untuk anak yang takut gonggongan anjing, misalnya, biarkan dia menyaksikan sendiri bahwa anjing tak selalu menggonggong dengan keras. Anjing menggonggong tidak selalu bermaksud hendak menggigit. Perlihatkan film tentang persahabatan atau kerja sama manusia dengan anjing. Sedikit-sedikit anak akan mengerti anjing tidak selalu menggigit tetapi malah bisa dijadikan teman. Suara gonggongan yang keras itu hanyalah ciri khas anjing, jadi tak perlu ditakuti betul.

Jika anak takut pada suara keras dari pesawat, mulailah dengan gambar-gambar atau mainan pesawat. Bisa juga dengan pesawat rakitan untuk anak yang dapat dibongkar pasang agar anak mengenali bentuk dan kegunaan pesawat. Diharapkan anak pun jadi tidak takut pada suara pesawat yang kadang mengagetkan. Dengan mengenali sumber ketakutannya diharapkan anak mengembangkan pemahaman dari sudut pandangnya, bahwa objek yang ditakutinya tidaklah mengancam serta tidak berbahaya.

2. Berikan penjelasan

Kemampuan kognitif anak usia prasekolah sudah semakin berkembang. Tak ada salahnya orang tua memberikan penjelasan yang lengkap tentang sesuatu yang membuatnya merasa takut. Kurangnya pengetahuan dapat membuat anak takut pada sesuatu yang belum dikenalnya. Misalnya, jelaskan informasi tentang peristiwa terjadinya petir.

Banyak buku yang dikemas menarik dan mudah dipahami anak usia prasekolah tentang fenomena alam sehingga bisa membantu pemahamannya. Jelaskan, petir hanya akan menyambar permukaan yang paling tinggi di suatu tempat. Jadi anak tak perlu takut berlebihan jika ada petir karena rumah masih lebih rendah dibandingkan gedung. Jangan memberikan informasi yang salah, misalnya menjelaskan petir merupakan suara kemarahan raksasa di langit. "Sudah enggak zamannya lagi membohongi anak seperti itu. Terangkan saja bagaimana kejadiannya sehingga pengetahuan anak juga bertambah."

3. Ciptakan rasa aman dan nyaman

Kalau secara tiba-tiba anak mendengar suara petir, berikan perlindungan. Buatlah anak merasa aman dan nyaman, misalnya dengan cara mendekapnya. Tujuannya agar anak merasa tenang dan tidak takut lagi. Ciptakan juga lingkungan yang menyenangkan supaya ketakutannya perlahan-lahan terangkat. Jadi hindari kalimat yang menakuti-nakuti, seperti "Jangan main ke luar nanti disambar petir lo!" atau, "Kalau kamu lari-larian di jalan nanti digigit anjing lo!"

4. Jangan memberi label penakut

Memberikan julukan anak sebagai "si pengecut" atau "si penakut" tidak akan memecahkan masalah, malah masalahnya akan semakin parah. Sama jika orang tua selalu meremehkan ketakutannya dan menertawakan dan mengolok-oloknya. "Ayo tutup kupingnya, kalau tidak disambar petir, lo," contohnya.

5. Introspeksi diri

Jangan-jangan selama ini kita selalu marah-marah atau sering main bentak. Pola asuh seperti itu akan membuat anak selalu takut kala mendengar bentakan karena ia tahu bentakan berarti juga kemarahan orang tuanya.

Hilman