Ketika kecil, Anda sudah sering "melihat" hal-hal aneh, ya?
Ya, sejak kecil saya memang sudah bisa "melihat" kejadian (vision). Itu mulai sejak saya punya memori, ya usia TK-lah. Kalau enggak salah, waktu ledakan di Cilandak pun saya sudah "lihat." Karena masih anak-anak, waktu itu saya merasa melihat perang.
Jujur, saya sempat menolak (denial) kemampuan saya ini. Tapi, mau enggak mau, akhirnya harus saya terima juga. Bayangkan, kadang-kadang, ketika saya datang ke suatu tempat, mau makan misalnya, saya lihat ada sesuatu yang bakal terjadi ke seseorang yang saya lihat di tempat makan. Kan, enggak enak. Misalnya, saya ketemu seseorang, saya merasa enggak suka aja, ada perasaan aneh. Sementara saya enggak bisa nge-judge orang begitu saja. Akhirnya benar, setelah temenan sama dia, terjadi apa-apa.
Dulu, saya merasa ini semacam cursed (kutukan), karena menurut saya, saya enggak harus tahu kesusahan orang. Dan apa yang saya lihat memang lebih banyak kesusahan daripada kebahagiaan. Misalnya, bencana alam atau kecelakaan pesawat. Ngapain saya harus tahu, kan? Tapi setelah saya berserah diri ke Tuhan, saya bisa cooling down, lebih nyantai. Vision yang saya dapet juga lebih enak. Misalnya pas tsunami, saya sempat mendapat vision juga, tapi memang kita enggak bisa berbuat apa-apa. Barangkali kita harus lebih care terhadap alam.
Apakah Anda bisa setiap saat "melihat" suatu kejadian?
Tidak, kalau untuk vision kadang-kadang saja, enggak bisa dipaksa datang. Saya melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain. Saya sempat tersiksa, karena saya butuh waktu cukup lama untuk mengelola dan mengerti ini sebetulnya apa. Apalagi saya berasal dari keluarga yang sangat ilmiah yang tidak bisa menerima hal-hal seperti itu. Tapi, ternyata setelah dirunut-runut dari keturunan, ada juga yang punya kemampuan seperti saya. Mama saya pun bisa. Saya enggak tahu apakah ini faktor genetik atau bukan.
Kapan mulai belajar kartu tarot?
Lulus SMA, saya sekolah di AS. Nah, waktu di sana saya lebih banyak baca buku. Saya mendalami soal vision, kartu tarot, dari sejarah sampai ilmiahnya, mulai tahun 1996-an. Ternyata, anak-anak yang punya kemampuan seperti saya memang ada, yang sekarang disebut anak-anak indigo. Dan kemampuan melihat itu enggak bisa dipanggil. Tiba-tiba aja, keluar begitu saja. Nah, tarot itu media untuk memancing apa yang bisa kelihatan. Di AS saya bertemu orang yang bisa membantu saya mengolah kemampuan vision saya. Sampai suatu masa saya bisa switch off. Mau jalan atau makan, ya saya makan aja. Saya bisa cool dengan perasaan sendiri. Dulu kan, saya bingung, apaan nih, enggak bisa digambarkan tapi kok, bener melulu.
Buat Anda, fungsi kartu tarot sendiri apa?
Tarot lebih sebagai media untuk melihat sesuatu yang mungkin tersembunyi dan perlu digali lebih dalam. Kalau saya sendiri lebih melihat itu ke arah psikologi, apalagi background saya memang psikologi. Energi manusia dan self esteem pasien akan menjadi dasar untuk melihat melalui tarot. Tarot bukan acuan, hanya media, sama seperti bola kristal atau teh, misalnya.
Yang jelas, saya ingin orang tahu bahwa tarot bukan klenik. Saya menghargai budaya orang tua kita zaman dulu, tapi zaman sekarang, terutama segmen saya, orang-orangnya sangat kritis. Tidak bisa yang disuruh mandi pakai air kembang. Harus ada alasannya.
Kenapa Anda memilih tarot sebagai media?
Karena kartu tarot itu bergambar dan sudah digunakan sejak berabad-abad lalu. Kartu tarot awalnya dari Italia, lalu ke Eropa Timur. Dulu kartu tarot juga dipakai sebagai permainan. Budaya Mesir menggunakan daun atau tulang sebagai tanda-tanda tertentu. Saya enggak cuma ngapalin kartu, tapi saya dalami, termasuk sejarahnya. Itu makan waktu 1,5 - 2 tahun.
Dari 78 buah kartu, masing-masing punya inti yang menjadi dasar untuk melihat sesuatu hal atau rahasia, misalnya karier, yang mungkin kita tidak pernah tahu. Saat melihat, dari 78 kartu, 11 di antaranya dibuka. Sebetulnya, tanpa kartu tarot pun bisa. Tapi, ilustrasinya saya butuhkan. Kalau pakai kartu tarot, pasien bisa melihat gambaran "nasib"-nya seperti apa. Misalnya ada yang tanya, "Saya bisa kaya enggak, nih?" Kalau saya hanya jawab bisa, caranya bagaimana? Nah, dengan 11 kartu itu, bisa diketahui prosesnya. Misalnya, soal keuangan. Begitu dibuka, yang keluar kebetulan ilustrasi tentang keuangan. Jadi, saya enggak cuma omong, tapi ada gambar yang menyertai pembacaan.
Kapan Anda mulai buka praktek?
Tahun 2002 saya balik ke Indonesia dan sempat bekerja di salah satu bank swasta. Tapi, saya hanya mampu bertahan 4 bulan. Barangkali memang bukan dunia saya. Eh, tiba-tiba ada teman yang minta dibacain tarotnya. Ternyata ia merasa cocok, kemudian membantu saya masuk teve. Setelah itu semuanya mengalir. Saya ditawari membuka praktik di kafe. Saya termasuk angkatan pertama pembaca kartu tarot yang buka praktik di kafe.
Bagaimana cara Anda "membaca" nasib pasien?
Saya menggunakan 11 kartu. Dari 11 kartu itu, saya akan melihat masa lalu (past), present, dan solusinya seperti apa. Saya enggak berani bilang future, karena future hanya Tuhan yang tahu. Tak seorang pun tahu masa depan yang benar-benar tepat. Yang saya sampaikan adalah solusi yang mendekati future. Tugas saya memang membantu seseorang untuk menjalankan hidupnya sendiri melalui, mungkin kalau ada, sesuatu yang saya tahu ia tidak tahu, saya beritahu.
Saya membedakan, ada nasib dan ada destiny (takdir). Nasib bisa kita ubah, tapi destiny tidak bisa. Itu urusan Tuhan. Ada kode etik yang kita tidak bisa buka. Manusia itu kan, terbatas. Kalau nasib, biasanya kita gali. Tapi, tergantung manusianya juga. Apa yang perlu ditambahi atau dikurangi dari sifat-sifat si pasien. Hidup ini ada musibah dan masalah. Musibah datangnya dari Tuhan, kita tak bisa hindari. Kalau masalah, datangnya akibat perbuatan kita sendiri.
Bagaimana jika yang muncul adalah berita buruk?
Saya akan melihat kondisi pasien, kuat enggak menerima berita buruk. Jangan sampai orang pulang dari sini malah tambah susah. Itu termasuk kode etik yang kita pegang. Biasanya saya beri solusi. Kematian pun kadang-kadang saya sampaikan, tapi tidak saya sebutkan waktunya. Saya alihkan supaya berpikir ke hal yang lebih positif. Misalnya, dulu ada pasien yang ibunya kena kanker. Saya lihat si ibu suka travel, jadi saya sarankan ia membawa ibunya jalan-jalan untuk membuatnya bahagia.
Apakah Anda punya semacam pantangan?
Ya, di komunitas kami ada hal-hal negatif yang memang harus dijauhi. Kalau itu dilanggar, berakibat karma. Misalnya, saya enggak tega menyampaikan sesuatu ke pasien yang secara psikologis saya lihat lemah. Akhirnya saya tutupin, saya lembutin supaya ia kuat. Tapi, akhirnya malah saya yang terganggu, ada hal yang berbalik ke saya. Dulu waktu ABG, saya merasa punya sesuatu dengan vision saya, saya merasa bisa berbuat apa saja dengan vision saya. Saya sumpahin orang yang saya benci. Sumpah itu memang enggak berbalik ke saya, tapi saya mendapat hal lain yang bikin saya susah.
Segmen pasien Anda siapa, sih?
Sembilan puluh lima persen perempuan, usianya 20-65 tahun. Kenyataannya, perempuan memang lebih interest ke hal-hal gini, ya. Urutan pertama masalah yang paling sering ditanyakan adalah percintaan, baik lajang maupun yang sudah menikah. Misalnya, apakah suami saya punya WIL? Ibu-ibu yang sudah berumur pun datang, nanya apakah ada seseorang yang mengaguminya? Lucu-lucu.. Urutan kedua karier, dan ketiga keuangan.
Masih punya waktu untuk refreshing?
Ya, saya lagi bikin studio dan kafe kecil-kecilan di Bali. Kalau di Jakarta kan stres, nah setiap akhir minggu saya ke Bali, melihat laut. Saya ini kan, tiap hari disedihi orang. Nah, buang auranya susah banget. Harus pakai meditasi, harus pelihara binatang. Semua jenis binatang saya suka, karena kalau binatang, saya tidak bisa membaca pikiran mereka. Itu refreshing saya.
Hasto Prianggoro