Waspadai Tahun 'Gatal' Perkawinan

By nova.id, Selasa, 31 Januari 2012 | 23:43 WIB
Waspadai Tahun Gatal Perkawinan (nova.id)

Teori lama mengatakan, gatal-gatal akibat gangguan dalam perkawinan  mulai muncul di tahun ketujuh dan seterusnya. Bahkan ada teori yang mengatakan baru muncul di usia perkawinan 10 tahun. Mungkin berdasarkan pengalaman suami-istri yang mengeluh di era itu.

Tapi sebenarnya, 'gatal-gatal' atau iritasi di perkawinan modern mulai maju tahunnya. "Pendapat saya malah ada yang baru tiga tahun menikah sudah mulai restless, tidak tenang. Intinya, perkawinan sehabis bulan madu memang perlu diwaspadai," kata psikolog A.Kassandra Putranto, Psi.

IRITASI LEBIHKOMPLEKS

Bertambah cepatnya usia iritasi pada perkawinan, lanjut Sandra, tak lepas dari budaya terburu-buru dan serba instan ketika memutuskan untuk menikah. "Terus terang banyak pasangan yang di waktu pacaran memang menikmati masa pacaran. Akan tetapi tidak memanfaatkan masa pacaran." Menurutnya, jelas ada perbedaan antara menikmati dan memanfaatkan. Sah-sah saja menikmati masa pacaran, tapi jangan lupa pula memanfaatkan masa tersebut untuk menyeleksi sifat dan tabiat calon pasangan.

"Tujuan sebagian besar orang pacaran pasti ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan. Problemnya, entah karena terburu-terburu atau lebih mementingkan perasaan ketimbang akal dan logika, akhirnya ketika menikah dan mulai muncul friksi, mereka mengaku belum mengenal satu sama lain dengan baik. Selama pacaran mereka tidak memanfaatkannya untuk melihat perbedaan-perbedaan dan belajar mengatisipasi bila tetap melanjutkan perkawinan." Akibatnya? Mudah ditebak. Iritasi ataupun friksi yang menimbulkan "gatal-gatal" begitu cepat muncul ketika manisnya bulan madu habis.

Sandra memang menyayangkan pasangan yang ketika menikah mengaku belum mengenal betul pasangannya sehingga mudah timbul friksi di usia perkawinan yang masih singkat. Sepertinya masing-masing merasa terkaget-kaget mengetahui sifat asli pasangan. Tak ubahnya seperti membeli kucing dalam karung. Padahal di zaman sekarang pasangan justru harus betul-betul saling mengenal. Mengingat di perkawinan modern bermunculan banyak sekali gangguan yang bisa menyebabkan gatal. Kalau pada perkawinan zaman dulu mungkin munculnya gangguan sebatas affair atau rasa bosan, namun sekarang penyebabnya justru makin beragam.

Selain 2 hal di atas, penyebab "gatal-gatal" adalah kebiasaan yang muncul secara mengagetkan, intervensi keluarga besar yang dominan, kesibukan bekerja yang akhirnya membuat masing-masing memiliki prioritas yang berbeda, dan minimnya komunikasi karena waktu yang amat terbatas. Ditambah lagi dengan "gatal ekonomi" yang dikaitkan dengan budaya serba instan. Contohnya, mengeluh kok suami enggak bisa menghimpun uang banyak dalam waktu singkat sementara tetangga sudah punya rumah atau mobil bagus. Disamping teknologi informasi yang secara tidak langsung juga menyebabkan gangguan dalam perkawinan. Misalnya, penggunaan internet atau telepon genggam yang dampaknya bisa mengganggu perkawinan. Chatting di dunia maya atau SMS yang semula mungkin sekadar memperluas pergaulan, namun akhirnya berujung pada affair atau perselingkuhan.

PERBEDAAN &PERUBAHAN

Problem muncul ketika perbedaan ditanggapi dengan mengedepankan ego. Artinya tidak ada yang mau mengalah atau berbesar hati menerima perbedaan itu. Ketika "gatal" timbul, yang muncul berikutnya pastilah konflik. Semakin terasa gatal, konflik pun akan sering muncul. Ibaratnya, semakin gatal akan semakin bersemangat orang untuk menggaruk. Padahal kalau terus digaruk bisa mengakibatkan luka. Itulah mengapa, lanjut Sandra memberi perumpaan, "Sebelum digaruk, gatal-gatalnya harus diberi obat."

Iritasi juga bisa timbul ketika terjadi perubahan-perubahan dalam perkawinan. Toh, perubahan memang wajar terjadi. Gatal akan terasa sangat mengganggu kalau pasangan tidak siap menerima, bahkan mengantisipasinya. Mestinya pasangan menikah bisa mengantisipasi bahwa setiap orang pada dasarnya tumbuh dan berubah.

Yang diharapkan tentu saja perubahan positif yang memberi pengaruh baik pada nilai-nilai kehidupan, seperti lebih terbuka, lebih hemat, lebih religius dan sebagainya. Kalau perubahannya memang positif tentu tidak ada salahnya pasangan mengimbangi perubahan itu. Sedangkan kalau negatif, istri/suami wajib bertanggung jawab untuk menariknya ke arah perubahan yang positif.

DIPUPUK SETIAP TAHUN