Doyan Belanja Barang Kesukaan

By nova.id, Sabtu, 1 Oktober 2011 | 23:18 WIB
Doyan Belanja Barang Kesukaan (nova.id)

Sebenarnya, ketegasan orangtua diperlukan sejak awal sebelum terbentuk kebiasaan suka belanja dan suka meminta. Misal, "Adek, kan, sudah punya beberapa pasang jepit rambut. Jadi, Mama enggak mau belikan lagi, kecuali kalau ada yang rusak atau hilang."

* Konsisten

Jangan meluluskan permintaan anak berdasarkan mood Anda. Kalau mood sedang baik, anak dibelikan dan kalau mood sedang jelek, tidak dibelikan. Orangtua harus konsisten. Contoh, "Mama sudah belikan robot-robotan itu minggu lalu. Minggu ini tidak beli mainan itu lagi, ya. Sampai nanti kalau kamu ulang tahun."

Ayah dan ibu juga harus punya kesepakatan yang sama. Jangan sampai ibu tak mengabulkan, sementara ayah mengabulkan keinginannya. Anak akan melihat celah mana yang bisa ia masuki untuk meminta.

Hendaknya orangtua juga jangan goyah hanya karena si anak tantrum. Bisa-bisa anak akan menjadikan tantrum sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu. Bila anak tantrum, biarkan saja. Hanya perlu diperhatikan lingkungan sekitarnya, jangan sampai ada yang bisa membahayakan dan mencelakakan dirinya.

Selain itu, orangtua harus pula menjadi contoh. Jangan sampai melarang anak belanja barang kesukaan, tetapi orangtua sendiri tidak dapat mengendalikan keinginan belanja barang kesukaannya. Ingat lo, anak juga kritis. Bisa saja ia bilang, "Kok aku enggak boleh beli mobil-mobilan, tapi Mama kok beli baju lagi?"

* Berikan penjelasan

Berikan penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti anak. Umpama, "Kenapa harus beli robot-robotan lagi? Bukankah robot-robotan Adek ada di kotak mainan? Jadi, sepertinya kita enggak perlu beli lagi. Kecuali robot-robotannya sudah rusak atau hilang, baru Mama belikan lagi."

Begitu pun bila orangtua hendak mengajak anak misalnya ke mal. Orangtua sudah memberitahukan sebelumnya untuk tidak membeli sesuatu, "Hari ini kita mau jalan keluar. Kalaupun nanti belanja, kita hanya beli susu dan makanan keperluan di rumah saja. Tidak beli yang lainnya."

Jika nanti si anak merengek minta dibelikan, tetap beri penjelasan dan alasannya kenapa permintaannya tak akan dituruti, "Meski Adek menangis, Mama tidak mau belikan. Soalnya mainan mobil yang seperti itu Adek sudah punya. Nanti ya Mama belikan kalau Adek ulang tahun, tidak hari ini." Biasanya, anak yang sudah diberi tahu sebelumnya jarang yang berakhir dengan tantrum.

* Perkenalkan pada prioritas

Anak juga perlu tahu ada keperluan/kebutuhan lain yang harus dipenuhi, tidak melulu kesukaannya yang dibeli. Di sini anak bisa diajarkan untuk memilih prioritas mana yang lebih utama dibanding keperluan barang lain yang kurang penting. Misal, "Coba deh, daripada Adek beli mainan seperti itu lagi, lebih baik beli barang lainnya. Lihat, sepatu Adek yang sudah rusak itu kan, perlu diganti. Kalau sepatu, Mama mau membelikan."

* Tanamkan rasa kepedulian dan empati

Perhatian anak untuk membeli barang-barang yang disukainya bisa dialihkan dengan menanamkan kepekaan sosial dan menunjukkan empati anak. Contoh, "Adek kan tidak harus beli-beli barang seperti itu terus. Coba lihat deh, anak-anak yang enggak punya itu. Mereka tidak punya uang untuk beli mainan. Kasihan kan? Jadi, lebih baik kalau Adek menabung, mau memberikan sedikit uang atau barang-barang Adek yang sudah tidak dipakai dan bisa digunakan untuk mereka juga boleh."

* Kenalkan konsep mahal dan murah

Umpama, "Ayah tidak mau membelikan mobilan-mobilan itu, karena harganya terlalu mahal. Ayah tidak punya uang banyak." Mungkin awalnya, anak akan bertanya, "Mahal itu apa sih, Yah?" Tentu orangtua harus menjelaskannya secara konkret. Karena sekadar mengatakan mahal dan murah secara abstrak agak sulit bagi si prasekolah untuk menerimanya. Sebutkan nominal uangnya untuk mengatakan sebuah barang harganya mahal atau murah. Tentu batasan mahal dan murah ini bersifat individual, tak akan sama pada setiap orang. Mungkin ada yang menetapkan harga Rp20 ribu sudah mahal dan ada juga yang sebaliknya.

Dedeh