Kemampuan negosiasi juga penting dalam berbisnis dan diajarkan lewat permainan. Anak-anak ini bergabung dalam sebuah grup. Setiap grup memiliki permen dengan jenis berbeda tapi jumlahnya sama. Setiap permen ada nilainya. "Nah, mereka harus trading, karena jika mereka berhasil mengumpulkan satu set, mereka akan mendapat poin ekstra. Disini mereka belajar melakukan negosiasi dan deal making," ujar Ferry.
Yang terlihat adalah, ada grup yang berbagi tugas dengan membuat perencanaan, ada grup yang minta bertukar permen dengan cara mengancam, ada anak atau grup yang malah bingung, dan sebagainya. Nah, ini termasuk negotiation skills.
Ferry juga mengajarkan tentang cope up with stress (mengatasi stres). Misalnya, permainan distop dan diubah nilai permennya. Permen yang tadinya bernilai tinggi, diubah menjadi turun nilai atau harganya. Yang terjadi, ada anak yang langsung menangis, panik, ada yang tenang dan mengubah strategi, dan sebagainya.
"Apa yang mereka pelajari? Pada saat nanti bisnis beneran, dolar naik atau turun tidak akan bilang-bilang. Beli emas sebanyak-banyaknya, ternyata harganya turun, mereka tidak bisa bilang emasnya curang. Jadi, kita buat simulasi bahwa ini akan terjadi pada saat mereka besar dan mulai bisnis. Akhirnya mereka mulai terbiasa," ujarnya.
Tanpa Trial & Error
Anak juga diajari cara untuk memilih jenis bisnis yang tepat. Misalnya, anak diberi tiga pilihan membuat jenis bisnis dengan risiko yang berbeda. "Mereka akan menghitung, mana jenis bisnis yang nilai risikonya paling rendah. Itulah yang paling feasible. Ada yang ingin bikin pompa bensin. Itu kan, risikonya besar. Artinya tidak feasible."
Begitu juga mengenai BEP (break even point) dan ROI (return of investment). Misalnya, anak mau jualan es cendol. Untuk menutup biaya selama sehari, maka es cendol yang harus terjual adalah 100 gelas sehari. Itu belum untung, masih menutup biaya saja. Terus mau jualannya di mana? Kalau jualannya di tempat yang hanya punya 80 pengunjung, tentu akan rugi. "Dari situ, anak akan belajar menghitung, apakah bisnis tersebut bisa dilakukan atau tidak (durable)," jelas Ferry. Sementara ROI mengajarkan tentang pantas tidaknya bisnis tersebut (worth it or not). "Kalau misalnya sebulan dapat untung 5 persen, pantas enggak? " tambahnya.
Masih banyak lagi cara atau games untuk mengajarkan bisnis pada anak. Intinya, semua anak atau orang sebetulnya bisa belajar jadi pengusaha, cuma memang harus dibentuk supaya jadi pengusaha yang tangguh. Bedanya pengusaha zaman dulu dengan sekarang adalah, zaman dulu orang jadi pengusaha dengan jalan trial and error. "Kalau sekarang, kita harapkan anak-anak tidak trial and error lagi, karena sudah diberi pendidikan entrepreneurship," kata Ferry.
Hasto Prianggoro