Tabloidnova.com- Kasus meninggalnya Rangga Arman Kusuma,anak remaja usia 14 tahun yang menghabisi nyawanya sendiri dengan cara gantung diri di dalam lemari, telah mengejutkan banyak pihak. Terutama, para orangtua yang memiliki anak usia remaja.
Menurut psikolog, Head of Research, dan dosen dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung, Efnie Indrianie, M.Psi., anak remaja membutuhkan pendampingan terus-menerus dari orangtuanya. Adapaun fase usia remaja, ujarnya, adalah anak dengan rentang usia 10 - 15 tahun.
"Tapi tentu saja pendampingan untuk remaja berbeda dengan pendampingan untuk anak-anak usia di bawahnya. Anak remaja lebih membutuhkan kehadiran orangtua yang mampu bertindak sebagai teman sebaya atau sahabatnya," kata Efnie.
Melihat kasus yang terjadi pada Rangga, Efnie berkata, bisa jadi selama masa pertumbuhannya, Rangga tidak memiliki orang-orang yang dapat mendengarkan, mengerti, dan mengapresiasi dirinya. Sehingga ia tumbuh menjadi anak yang introvert dan memilih buku-buku jenis manga sebagai 'teman' sehari-harinya.
Kendati demikian, kata Efnie, seseorang yang introvert tidak harus pendiam. Bisa jadi ia cukup aktif di sekolahnya dan memperlihatkan bahwa dirinya tidak ada masalah apa-apa, padahal di balik itu semua ia memendam masalah yang sangat berat atau depresi.
Sehingga tidak mengherankan bila orang-orang terdekatnya tidak menyangka bahwa Rangga ternyata memendam beban psikologis yang sangat berat dalam dirinya. Sebab, ia tidak pernah menceritakan atau mengeluhkan masalah yang dialaminya.
Bahkan, Efnie mengatakan, seseorang yang introvert juga tidak selalu akan meninggalkan tulisan tangan berisi keluhan mengenai masalahnya menjelang ia bunuh diri. "Tanda-tanda pada seseorang yang introvert akan melakukan bunuh diri tidak selalu terlihat," kata Efnie.
Sebaliknya, seseorang yang extrovert justru akan lebih banyak mengeluh ini-itu, namun sebenarnya ia tak akan melakukan hal-hal yang mungkin diucapkannya. "Pada remaja yang depresi, biasanya memang ada kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri. Misalnya melukai tangannya dengan peniti hingga baret. Tapi sangat kecil persentasenya hingga ia bunuh diri."
Sehingga, bila ada remaja yang sampai melakukan bunuh diri, lanjut Efnie, tentu telah ada sesuatu yang menginternalisasi dalam dirinya, yang kemudian menjadi motivasi kuat baginya untuk menghabisi nyawanya sendiri.
"Maka, di sinilah pentingnya pendampingan orangtua terhadap anak remaja secara terus-menerus. Bagaimana cara memulai mendampingi si anak remaja? Orangtua jangan menutup mata atau lebih banyak mendikte. Dekati anak remaja melalui apa yang diminatinya atau tren yang sedang diikutinya," saran Efnie.
Misalnya, "Jika anak remaja perempuan sangat menyukai bintang-bintang K-Pop, orangtuanya harus mengerti dan minimal tahu nama-nama si bintang K-Pop tadi. Sehingga orangtua bisa membangun obrolan dari situ dengan anak-anak remaja mereka," tandas Efnie.
Intan Y. Septiani/Tabloidnova.com