Tidur Pulas Berkualitas

By nova.id, Sabtu, 12 Januari 2013 | 11:45 WIB
Tidur Pulas Berkualitas (nova.id)

Tidur Pulas Berkualitas (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Tidur merupakan bentuk kehilangan kesadaran yang teratur, bersifat reversible (bolak-balik), dan biasanya ditandai beberapa keadaan. Di antaranya, mencari posisi yang enak untuk beristirahat atau berbaring, tidak mampu menerima dan merespons keadaan di sekelilingnya, mata tertutup, serta pergerakan yang minimal. 

"Tidur menghabiskan sepertiga dari seluruh kehidupan kita (sekitar 3000 jam/tahun, Red.) dan sangat penting bagi kesehatan fisik dan mental," kata Dr. Lanny S. Tanudjaja yang ditemui di seminar bertema "Obstructive Sleep Apnea (OSA) dan Komplikasinya" di RS Premier Bintaro, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Tidur sendiri memiliki banyak fungsi. Antara lain, memperbaiki tubuh, mengatur memori, mempertahankan fungsi imunitas badan, mengembalikan tenaga yang hilang, serta melindungi perilaku seseorang. Orang yang kurang tidur biasanya lebih labil emosinya dan tidak fokus pada pekerjaan. Pasalnya, mereka tidak punya waktu untuk mengembalikan semua energi yang dikeluarkan selama sehari penuh.

Rata-Rata 8 Jam

Dokter dari Sleep Clinic RS Premier Bintaro ini melanjutkan, tidur dibagi menjadi dua fase utama, yakni fase Non-REM yang meliputi fase N1, N2, dan N3, serta fase REM. Fase N1 merupakan fase peralihan dari bangun ke tidur dan meliputi sekitar 5 persen dari total waktu tidur. Fase N2 adalah fase ketika kita mengatur semua memori dan meliputi sekitar 50 persen dari total waktu tidur. 

Fase N3 dianggap sebagai "tidur dalam" atau fase pemulihan yang meliputi sekitar 20 - 25 persen dari total watu tidur. "Sementara fase REM meliputi 20 - 25 persen dari total waktu tidur atau dikenal sebagai paradoxical sleep," lanjut Lanny.

Pola tidur normal atau jumlah tidur pada tiap orang bervariasi. Tapi, rata-rata orang dewasa membutuhkan waktu tidur sekitar 6 - 8 jam. Sedangkan anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan waktu lebih lama yaitu sekitar 10 jam. 

Napas Berhenti

Salah satu gangguan tidur yang kerap menjadi masalah adalah Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau henti napas saat tidur. "OSA adalah kolapsnya jalan napas disertai penurunan level oksigen dan peningkatan tekanan darah saat tidur," jelas DR. dr. Dini Widiarni, Sp.THT. 

Gejala OSA yang kerap dikeluhkan penderita antara lain mengantuk dan lelah di siang hari, mengantuk saat menyetir, tidak bisa berkonsentrasi, hilang memori, sakit kepala di pagi hari, gangguan emosi, serta sering tersedak saat tidur di malam hari. "Penderita juga sering terbangun dari tidur dalam kondisi kaget, kemudian berdiri, duduk dan kembali tidur, atau tidur lagi dengan bantal atau guling," lanjutnya.

OSA bisa terjadi karena adanya pembengkakan di beberapa organ dalam mulut dan tenggorokan, seperti pembengkakan tonsil dan uvula. "Ukuran lidah yang terlalu besar juga bisa menjadi penyebab OSA," kata Dini. Risiko OSA meningkat pada orang dengan obesitas dan usia lanjut. Kebiasaan buruk seperti merokok, minum alkohol, dan mengonsumsi obat penenang dalam waktu lama juga bisa memperburuk OSA. 

Tindakan Konservatif

OSA tidak bisa dianggap sepele. Selain bisa mengurangi kualitas hidup seseorang, OSA juga bisa menimbulkan komplikasi serius seperti kelainan kardiovaskuler. Padahal dalam kondisi normal, tidur akan mengurangi beban jantung dan memengaruhi metabolisme. 

Nah, untuk mengetahui apakah seseorang menderita OSA, salah satu pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan tidur (sleep study). Selain mengukur kualitas tidur dan memeriksa kemungkinan menderita OSA atau tidak, pemeriksaan ini juga berguna untuk mengetahui ringan beratnya OSA yang diderita.

Beberapa faktor yang dilihat pada sleep study antara lain rekaman listrik otak, aktivitas listrik mata, denyut jantung, usaha bernapas dari otot dada serta otot perut, dan sebagainya. "Bisa juga dengan pemeriksaan hidung dan tenggorokan. Misalnya, untuk mengetahui apakah terdapat sumbatan pada hidung atau kelainan yang bisa menyebabkan sumbatan atau memperburuk keadaan OSA," ujar Dini. 

Pengobatan OSA sendiri tergantung sejauh mana seseorang menderita OSA. Pengobatan awal, misalnya, lebih bersifat konservatif. "Kalau overweight, berat badannya diturunkan dulu. Hindari tidur telentang, lebih baik tidur miring," lanjut Dini. Selain itu, stop merokok dan minum alkohol.

Upaya konservatif lainnya adalah melakukan olahraga teratur untuk mengencangkan otot-otot saluran pernapasan, serta menguatkan otot-otot di daerah leher dan rongga mulut. Contoh paling gampang adalah senam pipi. 

Jika upaya ini tidak berhasil, baru dilakukan tindakan operasi sesuai indikasi. Misalnya pemotongan tulang hidung yang rendah. "Tapi, harus sangat berhati-hati. Sebelum ada tindakan diagnostik yang baik dan benar melalui pemeriksaan intensif, tidak akan dilakukan operasi," jelas Dini.

Sleep Hygiene

Tidur berkualitas memerlukan sleep hygiene yang meliputi Bedroom, Exercise, Tension, Eating habits, dan Rhythm. "Atau, disingkat BETTER," kata Lanny. Sleep hygiene pertama adalah "Bedroom" atau kamar tidur. "Usahakan kamar tidur kita nyaman, aman, gelap, dan sejuk. Tak perlu kamar tidur mewah, tapi kamar tidur yang membuat kita nyaman dan aman saat tidur. Misalnya, penerangan tidak terlalu terang, kamar harus berpintu agar kita merasa aman, dan sebagainya," jelas Lanny.

Berikutnya, "Exercise" yaitu meminimalkan sumber suara dan cahaya, dan membiasakan mengurangi aktivitas sebelum tidur. "Dua jam sebelum tidur semua aktivitas harus disingkirkan agar pikiran kita termotivasi untuk tidur," lanjutnya. Sedangkan "Tension" atau relaks sebelum tidur. Misalnya, jangan berdebat dengan pasangan tentang anak karena akan membuat otak terangsang untuk bangun.

"Eating habit" juga penting. Oleh karena itu, hindari minum kopi, alkohol, atau mengonsumsi makanan berat minimal 2 jam sebelum tidur. "Konsumsi makanan berat akan mengganggu metabolisme tubuh." Terakhir, "Rhythm" atau tidur teratur. Caranya, biasakan tidur sepanjang malam yang gelap dan aktif di siang yang terang serta pertahankan jadwal tidur yang teratur.

Cek!

Untuk mengetahui apakah Anda mengalami gangguan OSA, beberapa indikator berikut bisa membantu. Beri skor 1 untuk setiap pernyataan yang sesuai dengan yang Anda alami dan 0 jika tidak, lalu jumlahkan. Jika jumlah skor lebih dari 3, bisa jadi Anda mengalami OSA. "Indikator ini hanya tes sederhana. Untuk mengetahui apakah Anda menderita OSA, sebaiknya dilakukan sleep study," kata Lany. 1. Saya sering merasa sakit kepala waktu bangun tidur di pagi hari.2. Saya sering terbangun karena sulit bernapas.3. Berat badan saya berlebih.4. Saya sering merasa mengantuk dan berjuang keras untuk tetap bangun sepanjang hari.5. Saya sering terbangun dengan mulut kering.6. Saya mendengkur waktu tidur.7. Saya banyak berkeringat waktu tidur.8. Saya bangun tidur lebih awal dari waktu tidur ideal saya.9. Saya berbaring tanpa bisa tidur lebih dari 30 menit sebelum tidur.10. Saya sering merasa sedih dan tertekan karena tidak bisa tidur.

Hasto Prianggoro