Sebentar-Sebentar Ditelepon

By nova.id, Sabtu, 4 Juni 2011 | 17:03 WIB
Sebentar Sebentar Ditelepon (nova.id)

Tapi biasanya, pasangan yang gemar memberi perhatian berlebih ini lantaran ia juga merasa senang menjadi tumpuan kasih sayang, diberi perhatian, sering ditelepon dan dikunjungi atau sekadar ngumpul-ngumpul tiap Minggu. Tak heran bila dalam perkawinannya, dia pun mengharapkan kedekatan/kehangatan seperti yang pernah dirasakannya. Meski tak tertutup kemungkinan sebaliknya, di keluarganya dia kurang mendapat kasih sayang hingga jadi terselip rasa tak aman yang dibawanya sampai dewasa. Rasa tak aman inilah yang mendorong dia terkesan nyantol pada pasangan. Jika pasangan tak responsif terhadap kebutuhannya, dia akan dirundung was-was, "Jangan-jangan istri/suamiku enggak sayang lagi." Boleh dibilang, individu begini lapar kasih sayang, hingga ia selalu berusaha mencari perhatian dengan cara memberi perhatian berlebih.

KOMUNIKASI

Bila kita merasa tak punya privacy gara-gara perhatian berlebih ini, saran Ina, komunikasikanlah. Apalagi bila cara tak langsung semisal sindir-menyindir tak ampuh, harus diupayakan pembicaraan lebih serius. "Bila tak dikomunikasikan, nanti dia akan mengira kita senang dengan limpahan perhatian dan kasih sayangnya." Selain, akan terus jadi ganjalan.

Terlebih jika sudah dirasa terlalu mengganggu, misal, selagi rapat ditelepon bolak-balik, harus dibicarakan. Tentu secara baik-baik, bukan dengan menuduh, "Kamu jangan begini-begitu, dong!" Melainkan lebih pada ungkapan permintaan agar dia mengerti, "Tolong, dong, aku, tuh, maunya begini." Sebaliknya,kita pun perlu memberi kesempatan padanya untuk menjelaskan mengapa dia sampai memberikan perhatian berlebih.

Intinya, suami-istri harus menyamakan persepsi dan menumbuhkan saling pengertian, serta mencoba melihat sisi baik dari pasangannya. Jadi, meski kesal ditelepon 3 kali sehari layaknya minum obat, misal, berusahalah untuk mengerti bahwa itulah cara dia memberi perhatian pada kita. Jangan malah ngedumel atau marah-marah. Tak sedikit, lo, suami/istri yang ingin mendapatkan perhatian seperti itu dari pasangannya sementara si pasangan malah cuek-bebek.

Kemudian, bila dirasa ada ketimpangan, harus disediakan waktu khusus, hingga kebutuhan pasangan untuk senantiasa dekat bisa terpenuhi. "Sesekali pergilah berdua saja untuk roman-romanan atau dekat secara fisik yang memungkinkan mengobrol secara intim," anjur Ina.

Jadi, jangan langsung di-cut begitu saja, ya, Bu-Pak. Apalagi bila cara penyampaiannya juga menyakitkan hati, bisa-bisa pasangan malah ngambek tak mau memberi perhatian atau malah berpaling ke orang lain. Nah, lo!

Nggak Buruk Kok, Dampaknya Pada Si Kecil

"Anak, kan, bisa memilih gaya yang dirasa pas dengan dirinya. Bukankah tiap anak punya kepribadian khas?" bilang Ina. Jadi, sekalipun si anak dibesarkan dalam keluarga yang mengutamakan kedekatan dan kehangatan, belum tentu dia akan mengembangkan pola serupa. "Ada yang justru merasa risih dengan bentuk perhatian atau kehangatan seperti itu. Hingga, ia memilih pasangan yang justru bertolak belakang dengan latar keluarga asalnya." Namun bila ia merasa comfortable dengan situasi demikian, ia pasti akan berusaha mempertahankan sekaligus mengulanginya kembali dalam perkawinannya kelak.

Waspadai Jika Disertai Kecurigaan

Menurut Ina, bukan tak mungkin perhatian berlebihan dari pasangan disertai kecemburuan/kecurigaan. Kita harus pandai-pandai membacanya. Enggak sulit, kok, untuk membedakannya. Soalnya, bentuk pertanyaan yang mengandung kecurigaan lebih spesifik dan selalu ada kecenderungan untuk tanya lebih jauh yang bersifat menyelidik/investigasi. Misal, "Tadi makan siangnya bareng siapa? Di mana? Kok, harus sama Si Anu, sih?" dan seterusnya.

Tak perlu terpancing emosi, apalagi sampai meledak marah. Cukup jelaskan apa adanya. "Kemampuan kita menguasai diri biasanya akan membuat pasangan tak berusaha menyelidik lebih jauh," tutur Ina. Tentu saja sikap dan ucapan kita pun harus mencerminkan bahwa kita memang patut dipercaya.

Th. Puspayanti/nakita