Salah Pola Asuh, Anak Jadi Antisosial

By nova.id, Jumat, 10 Juni 2011 | 18:34 WIB
Salah Pola Asuh Anak Jadi Antisosial (nova.id)

Jadi, bukan salah anak kalau ia suka bohong, mencuri, berkata buruk, dan sederet perbuatan antisosial lainnya, tapi lantaran orang tua yang tak mendidiknya dengan benar.

Ibu-Bapak, waspadalah! Jika si prasekolah menarik diri dari lingkungan, tak kenal siapa pun, tak ramah pada orang lain, selalu menyendiri, akan menyerang jika ada orang yang ingin menjalin kontak dengan dirinya, bahkan sampai masuk kolong meja hanya untuk menjauhi lingkungan, berarti ia telah masuk fase anti sosial yang kronis. "Ia sudah ada kecenderungan kehilangan kontak dengan realitas. Ia hanya bergaul dan bermain dengan teman khayalnya, serta tak welcome terhadap orang lain," bilang Dian Kun Prasasti, Psi.

Bukan cuma itu, jika si kecil tak merasa bersalah sedikit pun padahal ia telah melakukan perbuatan antisosial, yang bukan saja menyakiti tapi juga merugikan orang lain seperti mencuri, menjahili, berkata buruk, dan sebagainya, maka ia juga masuk dalam fase kronis ini. Menurut Sasti, sapaan akrab psikolog pada Aditya Medical Centre Psychological Clinic ini, anak-anak seperti ini justru merasa puas dengan bisa melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.

CEGAH SEBELUM KRONIS

Masih ada lagi yang masuk kategori antisosial, yaitu anak yang temper tantrum, suka membangkang terhadap orang tua, suka mencuri, berkata buruk, berbohong, serta berbuat curang. "Namun tahap ini belumlah parah, hingga masih bisa dicegah agar tak mencapai tahap yang kronis," kata Sasti.

Tentunya pencegahan hanya bisa dilakukan dengan peran serta orang tua. "Orang tua harus sigap dan peduli serta mengetahui gejala anak sejak dini." Tak kalah penting, orang tua pun harus sadar, kontribusi terbesar datangnya dari orang tua. "Bukankah lingkungan pertama seorang anak adalah keluarga? Sementara yang kedua adalah kelompok bermainnya atau yang biasa disebut lingkungan luar rumah."

Sayangnya, papar Sasti, kebanyakan orang tua yang mempunyai anak antisosial tak mau mengakuinya. "Malah kecenderungan orang tua sekarang ini menyerahkan anak yang antisosial sepenuhnya kepada psikolog." Padahal, tegasnya, itu salah besar! Psikolog hanya bisa mendeteksi dari luar, tak sampai menyelami kehidupan anak sehari-harinya. Lain dengan orang tua yang setiap hari bertemu dan "bergumul" dengan anak. Di samping juga sebagai orang yang paling berarti bagi anak. "Lain soal jika si psikolog mau terjun dan menyelami hingga kehidupan sehari-hari anak di rumah."

SALAH POLA ASUH

Lebih jauh dijelaskan Sasti, anak menjadi antisosial, biasanya karena mengalami konflik dengan lingkungan. "Ia tak bisa berespon sesuai harapan dan tuntutan sosial masyarakat terhadap dirinya."

Umumnya, anak antisosial berasal dari keluarga brokenhome. Soalnya, tutur Sasti, anak terbentuk sedemikian rupa dari pola asuh orang tuanya. Misal, orang tua yang tak pernah mengajarkan penanaman norma atau kerap memberi contoh tak baik, tak ayal anak nantinya akan berperilaku tak baik juga: suka bohong, pembangkang, atau berbuat curang.

Tak hanya itu, orang tua yang menetapkan target tinggi untuk anak atau terlalu perfeksionis: ingin anaknya serba sempurna dalam segala bidang, entah pelajaran, keterampilan, ataupun kemampuan lainnya; pokoknya, ia harus jadi pemenang dan yang paling unggul di sekolahnya, misal, juga akan membentuk anti- sosial.

Pasalnya, anak yang dididik seperti itu akan merasa tertekan dan frustrasi. "Anak, kan, manusia biasa juga yang punya perasaan dan keinginan. Hingga, ia pun sewaktu-waktu akan berontak dari tekanan yang diperolehnya. Nah, pemberontakan itulah yang menjadikannya anak pendiam, pemarah, pendendam, suka membangkang, temper tantrum yang jika dibiarkan berlarut-larut akan semakin parah, hingga menjadikannya antisosial yang kronis.