Kok, Enggak Mau Dicium, Sih?

By nova.id, Kamis, 9 Juni 2011 | 17:03 WIB
Kok Enggak Mau Dicium Sih (nova.id)

Sarannya, ciptakan ritual setahap demi setahap ketika kita akan meninggalkan rumah untuk bekerja. Sebaiknya, ritual dilakukan sejak bayi. Antara lain dengan mengatakan, "Da... da...." Biasanya si kecil akan merespon dengan melambaikan tangannya juga. Kemudian, selepas usia setahun, biasanya si kecil lebih rewel kala ditinggal karena ia sudah mengenal orang tua. Nah, tambahkan ritual perpisahannya dengan menciumnya sambil berkata, "Bunda dan Ayah pergi dulu, ya. Adek baik-baik di rumah. Nanti Bunda dan Ayah kembali lagi, dan kita bisa bermain bersama lagi," misal. Tentu saja, ketika kita pergi, si kecil harus ditinggal bersama orang yang bisa dipercaya semisal pengasuh yang baik atau kakek/neneknya. Hingga, selain kebutuhan fisiknya terpenuhi, ia pun bisa memperoleh rasa aman.

Namun ingat, sentuhan emosi ini harus konsisten dan regular, enggak bisa sekarang menciumnya lalu besok si kecil dicuekin gara-gara terlalu sibuk. "Jangan anggap remeh kebutuhan anak yang minta orang tua pamit ketika hendak pergi, karena ada kepuasan baginya bila melihat ibu-bapaknya melambai-lambaikan tangan ketika pergi. Ini satu kebutuhan emosional buatnya." Jadi, tegas Indri, meski ritual tersebut tak penting buat kita, tapi jangan kita lantas tak melakukannya. Hati-hati, si kecil bisa merasa tak disayang, hingga ia mungkin akan lebih dekat dengan orang lain semisal pengasuhnya. Celaka, kan?

JANGAN MENGINTEROGASI

Bila perlu, tambah Indri, setibanya di kantor, kita menyempatkan menelepon si kecil. "Halo, Adek, makannya pakai apa tadi?" misal. Meski ia belum bisa menjawab lengkap, misal, hanya dengan mengatakan, "Udah." Atau "Telo (telur, Red.)." tapi ketika mendengar suara ayah atau bundanya, biasanya ia langsung memberi respon dengan senang. "Meski dia belum tahu rasa dihargai, tapi dia merasa bahwa orang tuanya menyayangi dirinya."

Namun hati-hati, jangan sampai pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan bersifat interogatif semisal, "Lagi ngapain? Sudah makan belum? Makannya pakai apa? Dihabiskan enggak makannya?" Jangan pula berupa pesan-pesan yang bernada memerintah, "Adek makannya jangan telat, ya! Habis makan terus mandi, baru boleh menonton TV. Tapi jangan nakal, ya!" Bila demikian, si kecil bukannya senang malah sebal, hingga bukan tak mungkin ia akan menolak telepon dari kita. Sebaiknya, gunakan cara lebih halus dan nadanya juga lebih mengobrol, misal, "Halo, Sayang, sudah makan belum? Pakai apa?"

Sekalipun aktivitas kita di kantor sangat padat, Indri minta agar kita tetap memberikan perhatian pada si kecil. "Paling tidak, ketika tiba di rumah dan anak sudah tidur, kita harus mengecup keningnya dan sedikit mengelus-elus kepalanya."

RASA AMAN

Selain itu, Indri pun menganjurkan agar kita mengusahakan bertemu si kecil sebelum pergi. Terlebih bila saat kita tiba di rumah kembali, si kecil sudah tidur. "Jika sewaktu berangkat tak ketemu anak, lalu pulangnya juga nggak ketemu karena ia sudah tidur, ia bisa bingung, 'Kok, Bunda dan Ayah enggak pernah ada di rumah, sih?' Ia akan merasa tak disayang, lo." Jadi, tegasnya, usahakan bertemu di waktu pagi untuk memandikan atau menemaninya sarapan, misal.

Dengan demikian, dalam diri si kecil akan terbentuk rasa aman. Seperti diketahui, rasa aman penting bagi anak, terutama untuk usia 3 tahun pertama. Jika si kecil punya rasa aman, ia akan mengeksplorasi dunianya dan mencari tahu segala sesuatu di lingkungannya dengan perasaan aman. Sebaliknya, bila ia merasa cemas atau selalu takut ditinggal orang tuanya karena si orang tua jarang ada di rumah, ia akan mengikuti ke mana pun orang tuanya pergi. "Jadi, anak tak bisa mandiri. Begitu mau dilepas, ia akan menolak, sedikit-sedikit teriak, 'Mama!' atau 'Papa!', padahal ia sudah bisa melakukan semuanya sendiri. Ini menunjukan, anak tergantung dan tak yakin akan dirinya. Ia merasa, 'Aku, tuh, perlu ditemenin karena kalau tidak, aku enggak akan bisa.'"

Jika orang tua tak peka dan hal ini terus berlangsung, selain tak mandiri, si kecil juga sulit bergaul, lo. Padahal, anak usia batita tengah mengembangkan kemampuan sosialnya. Meski egonya masih tinggi, tapi ia tetap punya minat bermain dengan orang lain. "Nah, bila ia tak merasa aman, ia takkan mau bermain dengan teman-temannya, maunya ditemenin terus oleh orang tuanya." Beda dengan yang merasa aman, ia punya rasa kangen pada orang tuanya tapi juga bisa melakukan apa pun sendiri. Bermain tak perlu ditemani setiap saat. Artinya, bila ia punya mainan atau teman, ia bisa ditinggal ke kantor, tinggal diawasi saja oleh pengasuhnya. Ketika kita pulang, ia merasa kangen dan takkan menolak dicium ataupun dipeluk.

Nah, Bu-Pak, jangan buru-buru "sakit hati" bila ciuman dan pelukan kita ditolak si kecil. Selidiki dulu penyebabnya, ya, lalu ikuti anjuran pakar di atas.

Faras Handayani/nakita