Manis Gurih Sate Pisang
Dinginnya Magelang di malam hari tak menyurutkan langkah warganya untuk datang ke Warung Ronde Miroso yang ada di Jalan Nanggulan, Medang, Magelang. Meski diberi nama warung, tempat usaha yang dijalankan Hermien Solaiman (65) ini lebih mirip rumah makan kecil. Di dinding tergantung foto-foto artis yang pernah berkunjung. Pesanan dikerjakan di bagian kiri warung yang jadi dapur terbuka, sehingga pengunjung bisa melihat langsung proses penyajian.
Meski menu utama yang dijual hanya sate pisang dan wedang ronde, Miroso tak pernah sepi. Miroso didirikan Ny. Suwondo (91), ibunda Hermien sejak 60 tahun silam, ketika usia Hermien 7-8 tahun. Awalnya mengontrak sebagian kecil dari ruangan toko, beberapa tahun kemudian Suwondo membeli seluruh bangunan toko itu. Sebagai sulung dari enam bersaudara, Hermien kecil melihat ibunya belajar membuat sate pisang dari neneknya yang tinggal di Solo. Dulu, ia sering membantu ibunya membuat sate pisang.
"Ibu saya melihat di Magelang belum ada yang jual sate pisang, lalu memanfaatkan kesempatan itu. Ternyata laku. Lalu, banyak yang ikut berjualan sate pisang," kisahnya. Sate pisang berupa pisang kepok merah rebus yang dipotong-potong dan ditusuk lidi layaknya sate lalu diberi saus santan kental itu rupanya menarik perhatian orang. Apalagi, rasanya yang manis gurih dengan saus yang selalu basah jadi ciri khas yang membedakannya dari sate pisang lain.
Setengah Abad
Sejak dulu sampai sekarang, menurut Hermien, rasa, bentuk, dan penyajiannya tidak pernah berubah. "Santannya tetap basah, enggak kempel seperti kue nagasari," imbuh Hermien yang ikut berjualan sejak delapan tahun silam, setelah tak lagi tinggal di Jakarta. Bila sate pisangnya sisa, Hermien tak menjualnya lagi besoknya. Sebab, saus akan terasa asam dan berair. Itu sebabnya, Hermien memilih membuat sate pisang secara bertahap dalam sehari.
"Kalau sate pisang habis, baru bikin lagi. Kalau sudah menjelang tutup masih sisa, lebih baik dibagikan ke orang lain," ujar Hermien yang membuka warungnya setiap hari pukul 17.00-22.00, kecuali Selasa. Untuk wedang ronde, ia menggunakan gula asli. Menariknya, selain wedang ronde panas, belakangan Miroso juga menyediakan es wedang ronde. Minuman dingin ini disajikan bukan dengan air jahe, melainkan air jeruk. Sehingga, anak-anak yang tidak suka pedasnya jahe tetap bisa menikmati wedang ronde. Pas, kan, masuk daftar kunjung wisata kuliner Magelang bersama keluarga?
Lantaran terus mempertahankan resep awal tanpa mengurangi kualitas sedikit pun, usaha yang dijalankan Suwondo dan anak-anaknya awet meski usianya telah lebih dari setengah abad. Pelanggannya yang telah merantau bahkan melanglang buana pun setiap mudik selalu mampir ke warung yang terletak di seberang SMA 3 Magelang tersebut.
Saat Lebaran dan akhir tahun tiba, tak sedikit yang rela mengantre sampai trotoar karena tak kebagian tempat duduk. "Saking ramainya, seperti sedang ngunduh mantu," cetus Hermien sambil menambahkan, pembeli dari luar kota yang mampir biasanya mendengar kelezatan pisang satenya dari orang lain. Padahal, wedang ronde Miroso tergolong paling mahal di antara wedang ronde lain di Magelang. Per mangkuk harganya Rp9.000, sedangkan sate pisang Rp3.000 per tusuk.
Dikunjungi Artis
Karena kelezatannya, tak sedikit artis dan publik figur yang sering bertandang ke Miroso, antara lain Ananda Sukarlan, Ade Manuhutu, Putu Wijaya, dan Bondan Winarno.
Selain acara arisan, sate pisang dan wedang ronde Miroso seringkali dipesan untuk acara tutup tahun bank, acara kantor, reuni, Lebaran, pernikahan, dan sebagainya. Salah satu mantan pejabat lulusan Akmil yang datang ke Miroso adalah mantan Wakil Presiden Try Sutrisno.
"Kalau pembeliannya banyak, misalnya 300 tusuk, harus pesan dulu. Jadi, datang tinggal mengambil pesanan. Biasanya orang memesan sate pisang dan wedang rondenya sekaligus," jelasnya sambil menambahkan, meski telah lanjut usia, setiap hari ibunya masih terus mengawasi proses produksi, pelayanan, dan menjadi kasir agar ingatannya tetap tajam.
Hasuna Daylailatu