Seks Dan Sikap Dingin

By nova.id, Minggu, 23 Januari 2011 | 17:02 WIB
Seks Dan Sikap Dingin (nova.id)

Hati-hati jika Anda dan pasangan mendadak tak saling tertarik lagi. Masalah seks punya andil di situ. Segera atasi sebelum perkawinan memburuk.

Sayang, banyak suami-istri yang tak menyadari telah terjadi masalah seks di antara mereka. Tiba-tiba saja hubungan menjadi dingin dan perlahan-lahan mereka kehilangan interest satu sama lain. Ini bisa berdampak pada perkawinan, lo," tutur Dr. Ferryal Loetan, ASC&T, DSRM, Mkes. (MMR).

Menurut konsultan seksologi ini, masalah seks sering muncul lantaran tak ada keterbukaan di antara suami-istri dalam soal seks. Selain, suami-istri kerap mengabaikan problema seks karena menganggap seks bukan satu-satunya syarat keharmonisan maupun kebahagiaan rumah tangga. "Anggapan ini memang enggak salah, tapi bukan berarti hubungan seksual boleh dianggap enteng." Maksudnya, bila materi dan kasih sayang berlimpah tapi urusan seksualnya jomplang, maka tak bisa dibilang hubungan suami-istri baik-baik saja. Sebaliknya, bila hubungan seks hebat tapi tak punya apa-apa, juga tak bisa dikatakan perkawinannya harmonis.

Jadi, Bu-Pak, secara keseluruhan, semuanya saling berkaitan dan harus ada keseimbangan. Hingga, bila ada yang kurang, sebaiknya yang kurang itu segera ditangani dan dicarikan solusinya. Namun untuk mencari solusi perlu ada keterbukaan di antara suami-istri dalam soal hubungan seks. Bukankah untuk mencari mana yang jadi masalah dan bagaimana solusinya perlu diskusi?

ANEKA MASALAH SEKS

Tentunya setiap pasangan punya problem sendiri-sendiri meski mungkin sumber masalahnya sama. Umumnya, ada dua faktor pemicu masalah seks. Pertama, faktor emosi. "Masalah yang timbul biasanya karena jenuh," jelas Ferryal. Kedua, masalah yang diakibatkan fisik, seringkali karena penyakit-penyakit yang timbul seperti darah tinggi, diabetes, jantung, dan lainnya. "Penyakit-penyakit ini bisa menyebabkan kelemahan atau ketidakmampuan seksual."

Bahkan, stroke yang kini juga menyerang banyak orang muda usia, bisa menyebabkan disfungsi seksual. Ini karena pengaruh beban kehidupan kota besar dan stres yang makin menumpuk.

Adapun masalah seks yang kerap menimpa kaum pria adalah ketidakmampuan mencapai ereksi alias impoten atau ejakulasi prematur/dini. Sedangkan wanita, bisa mengalami menurunnya keinginan berhubungan seks, sakit saat berhubungan, sulit mencapai orgasme, hingga yang terparah menjadi frigid. "Tentunya, jika pria mengalami impoten, ia jelas tak bisa berhubungan seks." Bukankah sebelum berhubungan, pria harus mengalami ereksi dulu? Dengan demikian, tanpa ereksi tak akan terjadi hubungan seks. Beda dengan frigiditas pada wanita, "ia bisa tetap melakukan hubungan seks kendati pasif." Jadi, seorang istri bisa tetap melayani suaminya walaupun ia tak menikmatinya, bahkan tak mencapai orgasme.

Walau begitu, baik suami yang tak mampu ataupun istri yang meski mau berhubungan tapi tak bisa orgasme, tetap saja sama-sama bermasalah. Pasalnya, hubungan seks yang normal dan sehat harus disukai oleh kedua belah pihak, dilakukan karena kesepakatan oleh kedua belah pihak, dan menghasilkan kepuasan untuk bersama. Jadi, bila hanya menghasilkan kepuasan di salah satu pihak, "itu bukan merupakan hubungan seks yang sehat dan sempurna," tandas Ferryal.

Jadi, baik masalahnya timbul dari suami atau istri, keduanya harus bersama-sama terlibat mencari solusinya. Soalnya, selain akibatnya bisa dirasakan oleh keduanya, berinisiatif menciptakan hubungan seks yang sehat juga merupakan bentuk tanggung jawab kepada pasangan.

TERBUKA SEJAK AWAL

Penting diketahui, terang Ferryal, pada dasarnya hubungan seks merupakan manifestasi hubungan perasaan kasih sayang paling mendalam di antara suami-istri. Hingga, dengan hubungan seks terganggu, bukan tak mungkin keretakan rumah tangga perlahan-lahan muncul bila masing-masing tak mau saling berterus-terang. Soalnya, ketidakterbukaan membuat masalahnya jadi berlarut-larut dan tak sehat.

Misal, selama ini suami normal-normal saja. Namun pada suatu saat ia mengalami ejekulasi dini, hingga istri tak bisa orgasme. "Nah, bila dua-duanya diam saja, akibatnya istri jadi stres dan suami juga ikut-ikutan stres. Mungkin suami malah lebih stres lagi karena tak bisa memuaskan istri." Akhirnya, bisa dibayangin, kan, bagaimana relationship mereka? Jadi malah kacau-balau, kan? Padahal, jika mereka terbuka sejak awal, bisa dicari penyelesaiannya, kok.

Itulah mengapa, tekan Ferryal, keterbukaan sejak awal mutlak perlu agar tak timbul masalah. Bukankah hanya dengan terbuka, masalah sekecil apapun bisa didiskusikan? Jikapun suami atau istri menemukan kendala untuk melakukan diskusi terbuka karena malu, misal, toh, bisa melibatkan pihak ketiga yang ahli untuk memberikan konseling hingga bisa dicari solusinya bersama-sama.

JANGAN MENGOBATI SENDIRI

Jadi, Bu-Pak, apa pun masalah seksnya harus diatasi. Meski masalahnya cuma lantaran yang satu menginginkan frekuensi lebih sering dibanding pasangannya, tetap harus dicari solusinya. "Bukan berarti frekuensi atau kuantitas sangat penting, lo, karena yang lebih penting adalah kualitas." Sementara solusi harus dicari semata agar jangan sampai ada pihak yang merasa kurang puas lalu mencari penyelesaian di luar.

Caranya, apalagi kalau bukan dengan berdiskusi untuk mencari solusi. Toh, hubungan seks bisa dilakukan lewat teknik bercinta yang tak harus bersanggama dan masing-masing tetap bisa mencapai kepuasan. "Tergantung kesepakatan saja, karena masalah frekuensi merupakan kesepakatan bersama yang sifatnya personal." Yang penting, masing-masing pihak puas dengan kesepakatan itu.

Sementara bila masalahnya disfungsi seks yang diakibatkan penyakit, "biasanya harus diobati dulu penyakitnya. Namun bagaimana penanganannya, tergantung seberapa parah penyakit yang diderita. Ada yang harus puasa sama sekali, tapi bisa juga sambil diobati penyakitnya, kehidupan seksualnya diterapi." Dokter dan sex therapist yang menangani akan mencarikan solusi terbaik dan bisa memuaskan kedua belah pihak. Penderita sakit punggung, misal, bisa tetap melakukan hubungan seks tapi dengan gaya-gaya tertentu yang aman.

Namun jangan coba-coba mencari solusi dengan mengobati sendiri semisal dari buku atau film, karena di sana umumnya bukan suatu pelajaran melainkan hiburan. Contoh, blue film. Ada, lo, suami yang mencoba meniru tekniknya karena pria yang jadi bintangnya mampu bertahan terus-menerus. Ingat, film banyak triknya. Jadi, jangan cari pembanding yang enggak realistis, ya, Bu-Pak.

Jangan pula mencari pemecahan dengan cara menelan obat kuat sembarangan. "Memang baik, sih, kalau seorang suami yang menderita ejakulasi dini berusaha mengimbangi ketahanan yang lama dari istrinya dalam bercinta. Namun yang paling baik tentulah pengobatan alami." Bukan berarti kita tak boleh pakai yang enggak alami, lo, karena kadang memang perlu obat juga disamping mempelajari teknik-teknik yang harus diterapkan. Hanya, jangan sampai bergantung pada obat.

Bagaimanapun, tegas Ferryal, solusi yang terbaik adalah, "suami dengan dukungan istri harus rutin melakukan latihan atau teknik yang diajarkan ahlinya untuk menangani masalah seksnya." Sebaliknya, bila istri yang bermasalah, suami juga harus mendukung, ya, Pak.

Santi Hartono/nakita

 RAJIN REVISI KEHIDUPAN SEKS

Menurut Ferryal, sebenarnya kehidupan seks harus diperhatikan sejak sebelum menikah. Maksudnya, mendiskusikan seks secara bersama-sama lewat pre-marital conseling atau konseling pranikah. "Masih banyak pasangan yang akan menikah beranggapan, seks akan berjalan secara alamiah. Padahal, enggak begitu. Seks harus didiskusikan hingga masing-masing tahu apa yang menjadi kebutuhan atau kecenderungannya, pandangannya soal seks, dan lainnya yang menyangkut kehidupan seks." Dengan begitu, kita bisa tahu cocok-tidaknya atau mau enggak kita menerima orang dengan kecenderungan seks atau perilaku seksual yang berbeda dari kita.

Soalnya, lanjut Ferryal, ia pernah menerima kasus seorang istri yang selalu disiksa suaminya saat berhubungan seks. Padahal dalam kehidupan sehari-hari, si pria tergolong suami dan ayah yang penuh perhatian pada keluarga. "Ternyata si suami punya kecenderungan sadism, padahal istrinya normal-normal saja. Nah, ini, kan, jadi enggak klop. Coba kalau dibicarakan sejak sebelum menikah, enggak bakal jadi masalah, kan?" Pasalnya, kelainan seks bisa dianggap bukan masalah bila pasangannya menerima. Misal, seorang sadism ketemu pasangan yang masochism. Namun bila satunya normal sementara satunya cenderung sadism,ya, bisa terjadi masalah besar.

Itulah mengapa, anjur Ferryal, cari pasangan yang klop secara seksual. Namun bukan berarti kalau sudah klop sejak awal, kita lalu tenang-tenang saja, lo. Jangan lupa, puncak kepuasan akan tercapai hanya bila masing-masing pihak merasa yakin dirinya memuaskan pasangannya. Jadi, suami merasa istrinya puas; begitu pun sebaliknya, istri merasa suaminya puas. Dengan demikian, kita harus selalu merevisi kehidupan seks agar seterusnya jadi lebih enak. Selain, bila timbul masalah bisa segera dicari solusinya. Misal, bila salah satu ingin frekuensi lebih sering, ya, tinggal diomongin.

Lagi pula, jika perkawinan sudah berjalan cukup lama harus ada jurus ampuh untuk menghindari kejenuhan-kejenuhan dalam kehidupan seks. Caranya, ya, dengan melakukan revisi-revisi. Jangan sampai soal seks membawa petaka dalam perkawinan. "Lakukan pembaruan terus-menerus sambil menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh." Ingat, ya, Bu-Pak, seks yang sehat bisa didapat bila kita punya hubungan personal yang sehat dengan pasangan, peka pada kebutuhannya, dan rajin mencari solusi bersama.