Jangan Masukkan Ke Mulut, Ya, Sayang

By nova.id, Rabu, 11 Mei 2011 | 17:03 WIB
Jangan Masukkan Ke Mulut Ya Sayang (nova.id)

Cara lain, bisa juga dengan mengalihkan perhatian si kecil dari benda tersebut. "Gantilah benda itu dengan yang lebih bermanfaat seperti wortel bayi untuk digigit, jeruk yang sudah dibuang bijinya untuk diisap-isap, atau biskuit maupun makanan lain yang tentunya sudah boleh dikonsumsi oleh bayi seusianya."

Nah, Bu-Pak, sekarang udah enggak bingung lagi, kan, menghadapi si kecil yang "hobi" memasukkan apa saja ke mulutnya?

 Takut Jadi Kebiasaan Ngempeng

Tak jarang orang tua khawatir, kebiasaan bayi memasukkan ibu jarinya ke mulut akan berlanjut hingga besar. Menurut Riza, kekhawatiran tersebut tak perlu ada bila orang tua segera tanggap. "Memasukkan jari ke mulut ini, kan, awalnya refleks, lalu ia merasa keenakan hingga diteruskan. Nah, bila orang tua tak memperhatikan atau didiamkan saja, tentu akan berlanjut hingga si anak besar."

Jadi, bila kita lihat si kecil ada kecenderungan mengempeng sebelum tidur, misal, jangan kita malah biarkan saja agar cepat tidurnya Melainkan, alihkan dengan hal lain seperti ditimang-timang atau didongengkan sambil dielus-elus kepalanya. Dengan cara ini, kata Riza, anak dimanipulir untuk tak jadi mengempeng. Begitupun bila anak mengempeng kala bermain, "tarik perlahan tangannya, lalu berikan biskuit atau makanan lain yang bisa digigit atau diisapnya."

Tahap Oral

Mengacu pada teori Sigmund Freud, pakar psikioanalisa, kegemaran bayi memasukkan segala sesuatu ke mulutnya merupakan tahap awal perkembangan kepribadian. Freud menyebutnya tahap oral, karena sumber kepuasan bayi terletak pada mulutnya. Dengan demikian, kebutuhan oral ini harus dipuaskan. Misal, bayi menangis karena haus harus dipuaskan dengan menyusui.

Soalnya, "dengan terpenuhinya kebutuhan refleks itu, juga akan timbul kedekatan dengan ibunya dan rasa aman. Kalau bayi sudah merasa aman, tentu ia akan tenang, senang, dan nyaman. Nah, rasa aman dan kedekatan ini merupakan salah satu syarat pertumbuhan anak dari segi psikologis," terang Riza. Itulah mengapa, ada program pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, selain tentu saja lantaran cuma ASI-lah makanan terbaik buat bayi.

Dengan demikian, bila kebutuhan oral semasa bayi tak terpenuhi, berarti tak ada kedekatan dengan ibu dan makannya pun tak cukup. Akibatnya, ia jadi rewel karena merasa tak aman, hingga berdampak ke depannya nanti ia tak punya rasa percaya pada orang lain atau lingkungannya. "Jadi, bila masa ini tak dilalui dengan baik, ada hal-hal klinis yang berpengaruh pada masa dewasanya," tandas Riza.

  Dedeh Kurniasih/nakita