Anak Kurus VS Anak Sehat

By nova.id, Kamis, 24 Maret 2011 | 17:01 WIB
Anak Kurus VS Anak Sehat (nova.id)

Kurus memang tak selalu berarti tak sehat, kok. Hanya saja, kita harus tahu penyebab mengapa ia tampak kurus.

Orang tua mana, sih, yang bisa anteng-anteng saja kalau anaknya tampak kurus. Bisa dipastikan berbagai upaya dilakukan orang tua agar si anak bisa gemuk. Sebab, dianggapnya anak gemuk, kan, pertanda sehat.

Memang, diakui Aryono Hendarto, MD, dokter spesialis anak dari Subbagian Gizi dan Metabolik Bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, sering terdapat kekeliruan persepsi dari para orang tua. "Anak sehat yang ideal itu identik dengan badan yang gemuk." Padahal, tentu saja tidak. "Karena sesuatu yang berlebihan atau kekurangan pasti tak baik. Normalnya, berat badan yang sesuai usia dan tinggi badannya."

ISTILAH ANAK KURUS

Secara fisik, menurut Aryono, anak dikatakan kurus tak hanya berdasarkan berat badan saja tapi juga tinggi badan. Ada dua hal penting yang menyebabkan anak disebut kurus; 1)Kurus karena berat badannya kurang menurut umur, sementara tinggi badannya sesuai umur atau kurang menurut umur. 2)Kurus karena tinggi badannya yang lebih menurut umur sementara beratnya cukup menurut umur.

Nah, kriteria sehat menurut WHO mencakup sehat fisik dan jiwa. "Anak kurus yang kedua bisa dikatakan sehat, kalau kriteria sehatnya itu jarang sakit. Sedangkan anak kurus yang pertama dikatakan tak sehat karena berat badannya dan bahkan tingginya pun kurang atau tak sesuai menurut umur," papar Aryono, yang juga berpraktek di RSIA Hermina Jatinegara.

Pada prinsipnya, lanjut Aryono, kendati kurus, berat badan anak harus naik setiap bulannya sesuai dengan umur. "Nah, yang jadi masalah kalau anak kurus beratnya tak naik-naik. Ini harus dicari penyebabnya. Bisa karena asupan nutrisinya kurang, aktivitas anak yang berlebih meski asupannya cukup dan bisa juga karena ada penyakit yang melatarinya sehingga asupan makanannya kurang."

PARAMETER KURUS TIDAKNYA

Berat badan merupakan salah satu parameter pertumbuhan seorang anak, di samping faktor tinggi badan. Karena itu terdapat istilah tumbuh kembang pada anak. Tumbuh berarti bertambah besar sel-selnya dan kembang berarti bertambah matang fungsi sel-selnya. "Nah, bila anak kurus beratnya tak sesuai dengan berat badan ideal menurut umur, maka dikatakan pertumbuhannya kurang baik," terang Aryono.

Yang jelas, berat badan ideal seorang anak memiliki range. Standarnya bagi anak laki-laki dan perempuan juga berbeda. Biasanya anak perempuan mempunyai berat badan lebih rendah dibandingkan anak laki-laki. Untuk ukuran berat badan ini umumnya di Indonesia menggunakan parameter yang diadaptasi dari Amerika yaitu NCHS (National Centre for Health Statistic). Ada juga yang menggunakan hitungan Departemen Kesehatan untuk konsumsi nasional, yaitu KMS (Kartu Menuju Sehat). Nah, pada parameter ini bisa dilihat berat badan ideal seorang anak menurut umurnya dan juga jenis kelaminnya. "Bila berat badan anak lewat dari standar 100 persen maka dikatakan overweight dan di atas 120 persen disebut obesitas, sedangkan kalau beratnya di bawah 80 persen berat badan ideal dikatakan kurang gizi dan manifestasinya anak tersebut tampak kurus," jelas Aryono.

Namun, Aryono mengingatkan, bahwa berat badan harus dikaitkan dengan umur dan tinggi badan. Misal, anak perempuan 12 bulan dengan berat badan 7,2 kg dan tinggi badan 72 cm. Sedangkan berat badan rata-rata anak perempuan umur 12 bulan sekitar 9,6 kg. Jadi berat badan anak tersebut 75 persen dari berat badan rata-rata seusianya. Ini berarti anak tersebut termasuk gizi kurang. Tapi, kalau dilihat dari tinggi badannya maka ; 72 cm (tinggi badan anak) : 74 cm (tinggi badan seharusnya) x 100 persen, maka tinggi badannya adalah 98 persen dari tinggi badan ideal. Ini berarti bila dilihat dari tingginya yang baik maka anak tersebut termasuk gizi baik. "Interpretasinya adalah anak tersebut mengalami kekurangan gizi akut, karena berat badan kurang untuk berat badan rata-rata seusianya, tetapi tinggi badannya masih bagus. Tapi andaikata tinggi badannya sudah ikut terhambat maka dikatakan gizi kronik yang biasanya mencerminkan gizi buruk, artinya kekurangan gizi sudah berlangsung dalam waktu lama," terang Aryono.

FAKTOR NUTRISI

Bila yang terjadi adalah anak kurus dengan berat badan yang tak naik-naik, tentu saja bisa dikatakan sehat dan bisa juga tidak. Karena itu harus dicari penyebabnya; karena faktor nutrisi atau non nutrisi. Faktor nutrisi, misal, sang ibu merasa sudah cukup memberi asupan makanan yang bergizi. Kuantitas dan kualitasnya baik sesuai dengan menu gizi seimbang yang mengandung; karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Setelah dianalisis asupan dietnya ternyata yang diberikan kuantitasnya masih kurang dari kebutuhan. Padahal setiap bulan seorang anak beratnya harus selalu ada kenaikan. Secara kasar dapat dipakai patokan sebagai berikut; anak umur setahun beratnya tiga kali berat badan lahir. Umur 2 tahun kira-kira 4 kali berat badan lahir. Jadi, kalau bayi lahir dengan berat badan 3 kg maka pada usia 1 tahun beratnya 9 kg dan pada usia 2 tahun jadi 12 kg. Lebih spesifik lagi, bayi 3 bulan pertama kenaikan beratnya antara 600 gr-1000 gr. Jadi per minggunya naik 150-250 gr. Kemudian 3 bulan kedua naik sekitar 600-700 gram per bulan. Tiga bulan ketiga sekitar 400-500 gr. Tiga bulan keempat 300-400 gram. Di atas satu tahun, 1-3 tahun kira-kira kenaikannya sekitar 250 gram atau seperempat kilogram per bulan.

Nah, kalau ternyata setiap bulan berat badannya tak naik atau naik tapi tak memuaskan maka harus dievaluasi kembali masukan nutrisinya dengan memperhitungkan pula aktivitas fisiknya. Apakah sudah cukup untuk mengantisipasi kelebihan aktivitasnya. "Namun dengan catatan anaknya sehat atau tak ada penyakit. Karena kalau aktivitasnya berlebih sementara masukan kalorinya cukup atau pas-pasan, maka kalorinya tak cukup disimpan untuk menaikkan berat badannya."

Memang ada periode-periode tertentu di mana anak sedang aktif, seperti usia satu tahun, anak mau bisa jalan. Pada anak-anak ini harus diberi tambahan kalori. Jadi kalau anak kurus tapi aktif dan tak ada penyakit yang mendasarinya maka asupan makanannya itu yang harus dianalisis.

Untuk anak sehat yang kurus dalam hal makan pun tak ada yang khusus. Makanannya tetap dengan gizi seimbang sesuai dengan kelompok umurnya hanya jumlah kalorinya disesuaikan dengan kebutuhan menurut umur. Kecuali untuk anak sakit. Misalnya, anak sakit panas maka diberi yang lunak. Kalau diare diberi yang mudah diserap/dicerna.

FAKTOR PENYAKIT

Sementara itu ada juga anak kurus yang tak sehat. Menurut Aryono, biasanya karena terdapat penyakit yang mendasarinya. Akibatnya anak tak mau makan/anoreksia. Di Indonesia beberapa penyakit yang dapat menyebabkan anak kurus akibat tak mau makan antara lain adalah infeksi seperti infeksi paru-paru (TBC), infeksi saluran kemih, infeksi parasit dan lain-lain. "Selama penyakitnya tak disembuhkan maka tetap akan kurus, sebab asupan makannya kurang karena anak tak nafsu makan. Dengan begitu berat badannya pun tak naik-naik."

Biasanya anak kurus yang tak sehat karena ada penyakit yang melatarinya akan tampak seperti pucat, lesu, demam, tak nafsu makan dan berat badan pun tak mau naik-naik. Tapi bila penyakitnya disembuhkan, otomatis nafsu makan anak pun jadi membaik. Dengan demikian berat badan pun akan bertambah.

BUKAN TURUNAN

Yang jelas, anak kurus bukan faktor turunan, lo. Berbeda dengan anak gemuk; menurut hasil penelitian, kalau kedua orang tuanya gemuk maka 70 persen anaknya berisiko gemuk. Bila hanya salah satu orang tua yang gemuk maka 40 persen anak berisiko gemuk. Sedangkan bila kedua orang tuanya tak gemuk maka anak berisiko 7-10 persen gemuk.

Hal itu tak berlaku pada anak kurus. Kecuali masalah tinggi badan yang dipengaruhi kedua orang tuanya. Tinggi badan ini bisa membuat penampilan anak tersebut tampak kurus atau tidak. Bila kedua orang tuanya tinggi dan anaknya pun tinggi sehingga tampak kurus. Tapi, bisa juga, lo, kedua orang tuanya tinggi tapi anaknya pendek. Nah, kalau kemudian anaknya sering sakit, ya, jadi tampak kurus."

Begitupun dengan berat badan lahir. Bukan berarti bila berat lahirnya rendah lalu akan membuat kelak anak jadi kurus. Berat badan lahir normal biasanya sekitar 2,5 ­ 4 kg. Kecepatan tumbuh kembangnya sama sesuai kurva tumbuh kembang. Sedangkan, pada berat badan lahir rendah dibedakan dalam dua hal, yaitu karena umur kehamilannya kurang/prematur dan karena umur kehamilan cukup, semisal 39 minggu tapi berat badan janin rendah, misal 2 kg, maka dikatakan dismatur atau mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dalam rahim.

Nah, bayi yang dismatur biasanya perkembangan berat badannya akan mengejar ketinggalannya. Karena sebetulnya dia normal tapi mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim. Justru setelah lahir bayi-bayi dismatur ini rakus dan bisa mencapai berat badan seperti berat badan bayi normal. Sedangkan yang lahir prematur, dengan berat badan lahir sangat rendah, misal 1 ­ 1,5 kg tentu memakai kurva perkembangan yang berbeda. Bisa jadi kenaikan berat badan selanjutnya pun mungkin tak seperti berat badan anak normal.

Nah, Bu-Pak, setelah kita tahu rumusan berat badan anak jangan lagi membandingkan-bandingkan berat badan anak dengan anak tetangga, ya.

Dedeh Kurniasih/nakita

  

KIAT MENGGEMUKKAN BADAN ANAK

Untuk membuat anak kurus menjadi gemuk, sangat tergantung penyebabnya. Bila lantaran penyakit, ya, harus disembuhkan dulu penyakitnya. Umumnya setelah sembuh dari penyakit, nafsu makannya akan membaik sehingga ia tak sulit makan. "Setelah itu berilah nutrisi yang baik agar berat badannya bertambah," terang Aryono.

Bila anak kurus bukan lantaran penyakit, maka untuk membuatnya menjadi gemuk dilakukan dengan menganalisis diet makannya. Tentu dengan menu gizi seimbang. Apakah asupan makannya sehari-hari sudah memenuhi kebutuhan sesuai umur dan aktivitasnya. "Jika anaknya termasuk aktif, dengan sendirinya maka asupan makanannya harus lebih banyak secara kuantitas." Nah, bila berat badannya tak kunjung naik berarti asupannya tak memenuhi kebutuhannya.

Sebetulnya untuk mencapai berat badan ideal sesuai umur sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas makanan. Disamping itu pola makan, jadwal pemberian makan dan cara pemberiannya pun berpengaruh. Dalam hal pola makan, misalnya, bayi 0-4 bulan diberikan ASI eksklusif, usia 4-6 bulan makanan lumat seperti biskuit, bubur susu, usia 6 bulan nasi tim saring, usia 9 bulan nasi lembek/makanan padat. "Di atas 1 tahun sudah seperti makanan orang dewasa tapi masih lembek dan tak merangsang seperti banyak lada atau cabe."

Dalam hal jadwal makan harus diperhatikan waktunya. Ingat, Bu, perut anak kosong setiap 3-4 jam. Karena itu biasanya pemberian makan sekitar 7 kali sehari yang terdiri 3 kali makanan padat dan selebihnya susu untuk anak usia 1 tahun ke atas. "Jadi jangan mentang-mentang mau anak gemuk lalu dipaksa makan setiap jam, padahal belum waktunya makan. Itu, kan, malah jadi tak sesuai dengan fisiologis atau keadaan fungsi normal pencernaannya."

Cara pemberian juga penting dalam arti kata, anak tak boleh dipaksa . Misal, pada anak periode 6-9 bulan, periode kritis di mana anak belajar mengkoordinasi otot-otot menelan dan mengunyah. Sehingga bila diperkenalkan makanan padat, pada umur-umur sekian kadang dilepeh/dimuntahkan kembali. Nah, orang tua sering menginterpretasikan bahwa si anak tak mau makan atau tak senang makanannya. Padahal sebetulnya belum terampil. Karena orang tua cemas, buru-buru diberikan makanan yang cair-cair saja. Lama-lama jadi kebiasaan. "Kalau dilepeh, biarkan saja dan dicoba lagi."

PEMBERIAN VITAMIN

Selain makronutrien, seperti karbohidrat, protein, dan lemak, dalam tumbuh kembang anak dibutuhkan juga mikronutrien seperti vitamin dan mineral. "Bila anak kurus yang sehat sudah mendapatkan makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang tentu tak perlu diberikan vitamin lagi," jelas Aryono. Sebab vitamin dibutuhkan oleh anak dengan pola makan yang tak memenuhi kaidah gizi seimbang, tak nafsu makan, yang sedang sakit atau yang baru sembuh dari suatu penyakit.

Pemberian ini diharapkan bisa memenuhi kebutuhan vitaminnya dan juga anak jadi nafsu makan. "Tapi meski diberikan vitamin, anak kurus karena penyakit, selama penyakitnya itu tak diobati maka tetap saja nafsu makannya kurang baik."

Jadi, Bu-Pak, vitamin itu bukan perangsang nafsu makan atau penambah nafsu makan, tapi meningkatkan nafsu makan kalau anak itu kekurangan vitamin.

Nah, konsumsi vitamin yang berlebih juga tak baik, lo. Semisal vitamin yang larut dalam lemak; vitamin A, D, dan E yang diolah dalam hati. Bila berlebihan akan membebani kerja hati. Kecuali vitamin yang larut dalam air seperti vitamin C. Jika kelebihan akan dikeluarkan dalam air seni.

Karena itu, orang tua harus bijak dalam memberikan vitamin buat buah hatinya.