Diabetes di Usia Muda

By nova.id, Kamis, 28 Juni 2012 | 22:36 WIB
Diabetes di Usia Muda (nova.id)

Jumlah penderita diabetes semakin meningkat dari tahun ke tahun. Usia penderitanya pun makin muda. Kenapa?

Data menunjukkan, dari tahun 1985 sampai 2005, jumlah penderita diabetes meningkat 10 kali lipat di seluruh dunia. Indonesia sendiri termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak, dengan prevalensi 1 dari 20 orang menderita diabetes. Benua Asia mencatat kenaikan jumlah penderita lebih tinggi daripada AS. Usia penderitanya pun lebih muda.

Berdasarkan usia, sebagian besar penderita memang berusia lanjut, namun semakin lama semakin banyak orang muda yang terkena. Bahkan, 4 persen di antaranya berusia di bawah 30 dan 40 tahun. Data tahun 2006 juga menunjukkan, jumlah penderita diabetes usia di bawah 44 tahun meningkat, dari yang semula 25 persen naik menjadi 35.7 persen. Di Cina, bahkan meningkat 88 persen selama kurun 1994-2000.

Tak cuma orang dewasa, jumlah penderita diabetes usia anak-anak ternyata juga naik. Data di AS tahun 2005, jumlah penderita diabetes anak-anak dari semula 2 persen pada tahun 1985, naik 30 - 40 persen pada tahun 2005. Diabetes yang menyerang anak-anak biasanya diabetes tipe 1, yakni bawaan. Namun, begitu usia bertambah, proporsi anak-anak penderita  diabetes tipe 2 mulai lebih banyak.

"Peran life style sangat terlihat. Di Jepang, proporsi diabetes tipe 1 dan 2 sudah terbalik, lebih banyak tipe 2-nya," kata Astri Kurniati, S.T, M.App.Sc., Manager of Nutrition and Health Science Dept. Nutrifood, saat diskusi tentang "Diabetes Attacks Younger People", Rabu (27/6) lalu di Jakarta.

Banyak Sebab

Apa sebetulnya yang terjadi pada penderita diabetes? Karbohidrat yang dikonsumsi dipecah menjadi gula ketika masuk ke dalam tubuh. Gula sangat penting, karena merupakan sumber energi. Untuk mengubah gula menjadi energi dibutuhkan insulin yang diproduksi oleh pankreas.

Pada diabetes tipe 1, yang merupakan bawaan, pankreas tidak bisa memproduksi hormon insulin dari "sono"nya, sehingga gula menumpuk di pembuluh darah. Oleh karenanya, penderita diabetes tipe 1 sangat tergantung pada suntikan insulin. Pada diabetes tipe 2, pankreas bisa memproduksi insulin, tapi produksinya kurang atau insulin tidak cukup sensitif untuk menangkap gula (insuline resistance).

Khusus untuk diabetes tipe 2, insuline resistance disebabkan oleh banyak hal, di antaranya obesitas, life style, dan activity at night. Orang yang bekerja lembur malam hari, sering makan di malam hari, dan tidurnya kurang, memiliki risiko terkena diabetes lebih tinggi dibanding orang yang bekerja normal (day worker). "Ini yang menjelaskan kenapa jumlah penderita diabetes dan berusia muda kini makin meningkat," lanjut Astri.

Sementara diabetes yang lain adalah diabetes gestational, yang biasa terjadi pada ibu hamil. Proses pertumbuhan janin membutuhkan hormon yang bisa menyebabkan insuline resistance. Ini yang menyebabkan bayi dari ibu penderita diabetes gestational biasanya berberat badan besar. Diabetes gestational biasanya hilang setelah melahirkan.

Konsumsi Karbohidrat

Obesitas menjadi salah satu penyebab diabetes tipe 2. Anak-anak sekarang lebih banyak yang mengalami obesitas. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya aktivitas. Pola makan juga berubah, porsi jadi lebih besar. Makanan yang dikonsumsi kebanyakan junk food yang kaya gula dan lemak, seperti soft drink, fast food, dan sebagainya.

Padahal, soft drink berukuran 600 ml sama dengan mengonsumsi 15 sendok teh gula. Satu potong cake sama dengan 14 sendok teh gula. Sementara Depkes merekomendasikan, konsumsi gula dalam sehari tidak boleh lebih dari 25 gram atau 3-4 sendok makan. Bagaimana dengan lemak? "Gambarannya, satu biji gorengan yang kita makan sama dengan menelan 4 sendok teh minyak goreng, satu biji donat sama dengan makan 3 sendok teh minyak goreng," jelas Astri.

Konsumsi karbohidrat juga menyumbang kenaikan jumlah penderita diabetes. Pola makan orang Asia dan Indonesia khususnya sangat kaya karbohidrat. Sebanyak 80 persen orang Indonesia sehari-hari mengonsumsi nasi yang mengandung karbohidrat tinggi. Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, konsumsi nasi orang Indonesia termasuk yang paling tinggi, yakni 139 kg/orang/tahun. Sementara orang Jepang hanya mengonsumsi nasi 60 kg/orang/tahun. Lauknya pun karbohidrat. Contohnya mi instan, kentang goreng, dan sebagainya.

Pola Piring

Konsumsi jenis makanan seperti di atas akan menaikkan kadar glicemic index (GI), yaitu satuan pengukuran untuk mengetahui seberapa cepat makanan menaikkan kadar gula darah. "Semakin tinggi GI, makanan semakin cepat diubah menjadi gula darah, sehingga gula darah naik dengan cepat," lanjut Astri. Low GI adalah makanan dengan kadar GI di bawah 55 (skala 0-100).

Selain GI, alat pengukuran lain adalah glicemic load (GL), yang mengukur seberapa cepat makanan menaikkan gula darah, plus berapa banyak kandungan karbohidrat di dalam makanan tersebut. Contoh, nasi putih dan soft drink. Nasi putih memiliki kadar GI lebih tinggi, tapi GLnya lebih rendah. Semakin rendah GL semakin bagus, dengan low GL di bawah 10.

Bagaimana cara menurunkan kadar GI? Tambah asupan makanan yang banyak mengandung serat. Bisa misalnya mengganti nasi putih dengan nasi merah, ganti roti putih dengan roti gandum, dsb. Gunakan "pola piring", yaitu mengatur komposisi satu piring porsi makanan yang kita asup, yaitu setengahnya dengan buah dan sayur, seperempatnya karbohidrat (kalau bisa karbohidrat kompleks yang kaya serat), dan seperempatnya lagi protein.

Smart Sleeper

Faktor berikut yang menjadi penyebab jumlah penderita diabetes makin banyak dengan usia yang lebih muda adalah aktivitas di malam hari. Malam hari seharusnya waktu untuk beristirahat, tapi untuk sebagian orang digunakan untuk bekerja, lembur, nonton teve, dan sebagainya. Belum lagi, gerak kehidupan kini juga berakhir semakin malam, contohnya night sale. Penelitian menunjukkan, aktivitas malam hari ternyata bisa memicu insuline resistance.

Sekarang, banyak dari kita yang mengalami social jetlag, yaitu bangun tidur bukan karena bangun sendiri secara alamiah, tapi karena weker atau dibangunkan orang lain. "Padahal, tubuh punya jam sendiri (circadian clock), yang mengatur kapan tidur, kapan bangun, dan sebagainya. Ketika ini terganggu, maka salah satu dampaknya adalah terjadi insuline resistance," jelas Astri.

Risiko metabolic syndrome (diabetes, jantung, hipertensi) orang-orang yang bekerja shift malam ternyata juga jauh lebih tinggi dibanding day worker. Kurang tidur berpengaruh terhadap hormon di dalam tubuh. Hormon ghrelin (hormon yang memancing napsu makan) akan naik, sementara hormon leptin (hormon yang menekan nafsu makan) akan turun. Itulah sebabnya, orang yang kurang tidur bawaannya jadi lapar, pengin makan terus. Akibat selanjutnya terjadi insuline resistance.

Jadi, orang-orang yang bekerja shift malam atau lebih banyak bekerja di malam hari harus menjadi seorang smart sleeper. Begitu pulang dari lembur, langsung tidur. Kondisikan ruangan atau kamar tidur dalam keadaan gelap, karena cahaya terang akan memengaruhi hormon tubuh. Tidur siang pun harus dikondisikan seperti malam hari.

Selain itu, mereka sebaiknya tidak mengonsumsi alkohol dan kafein sebelum tidur, rajin berolahraga, mengatur porsi makan, hindari karbohidrat di malam hari, serat mengurangi konsumsi gula dan lemak. "Jangan lupa balance life. Jangan cuma kerja, tapi juga berolahraga dan beristirahat."

Hasto Prianggoro