Jangan heran kalau gairah seksual melayang entah ke mana saat segudang masalah menghadang.
Sudah dua bulan ini rumah tangga Deni dan Maya bagai api dalam sekam. Masalah muncul ketika Maya merasa jalan hidupnya sangat disetir oleh kemauan Deni. Setelah tiga tahun menikah, sarjana komunikasi ini merasa dirinya tidak seperti dulu: penuh ide-ide cemerlang, gesit, punya banyak teman, dan mandiri. Belakangan, Maya merasa pengorbanannya untuk tidak mengembangkan diri di luar rumah "dibayar" terlalu sedikit oleh sang suami. Walau bahagia bisa mengasuh buah hatinya sepanjang hari, Maya merasa tak kuasa mengimbangi dominasi suaminya dalam hal mengambil keputusan. Akibatnya, perasaan tertekan itu merembet ke hubungan intim mereka. Maya tak tahu harus mulai bicara dari mana. Semua beban batinnya telanjur menumpuk. Ajakan mesra Deni ditanggapinya dengan malas-malasan.
USIK SISTEM PSIKOFISIK
Jangan salah, bukan cuma dominasi pasangan yang dapat menurunkan gairah bermesraan. Tuntutan lainnya seperti desakan untuk mendapat momongan, hingga urusan finansial juga bisa memadamkan dorongan seksual. Mengapa demikian? Karena tekanan psikologis memengaruhi fungsi kerja psikofisik (berkenaan dengan rangsangan fisik dan respons mental). Bahkan jika tekanan terlalu berat, fungsi kerja psikofisik menjadi sedemikian terusik dengan berbagai akibat berikut:
* Secara alami sistem psikofisik akan cenderung berupaya mengembalikan fungsi kerjanya ke kondisi homeostasis/seimbang. Akibatnya, kepekaan terhadap rangsang dari luar menurun.
* Lebih lanjut, hambatan fungsi kerja psikofisik turut menghambat aktivitas perangkat sensoris tubuh dan kerja kelenjar tubuh, termasuk aktivitas fungsi seksual.
* Hambatan fungsi kerja psikofisik menimbulkan ketidakseimbangan, sehingga reaksi yang timbul akibat rangsangan berlangsung abnormal.
* Hambatan fungsi kerja psikofisik juga berpengaruh terhadap aspek persepsi dan fungsi nalar individu. Oleh karenanya, persepsi yang seharusnya positif pada pasangan dapat berubah menjadi negatif. Pemetaan nalar individu (scheme) pun mengalami gangguan.
SEBERAPA BERAT SIH?
Berat-ringannya masalah yang mampu menyebabkan terganggunya fungsi seksual memang amat tergantung pada individu masing-masing. Meski masalahnya
mungkin sama, bisa jadi sudah melenyapkan gairah seksual bagi pasangan A, namun tidak untuk pasangan B. Berikut faktor-faktor yang menentukan:
* Intensitas, frekuensi, dan jangka waktu tekanan.
* Daya tahan atau endurance individu yang bersangkutan.
* Resiliency atau daya lenting si individu. Daya lenting (ability to bounce back) ini akan menentukan seberapa besar atau seberapa jauh individu dapat mengatasi tekanannya dan tidak sekadar mempertahankan diri terhadap tekanan. Kemampuan ini berpengaruh besar pada individu untuk keluar dari tekanan sekaligus menjadi lebih kuat daripada tekanan itu sendiri.
Beberapa tanda memang menyertai ketidakmampuan seseorang mengelola masalahnya, semisal makin banyak keluhan, baik fisik maupun emosional. Keluhan fisik yang terucap umumnya tidak disertai dengan gangguan medis yang berarti. Sementara keluhan emosional biasanya berlangsung di luar batas kewajaran, seperti kelewat ikut campur pada hal-hal yang bukan menjadi masalahnya ataupun mengeluhkan hal-hal yang tidak bermakna. Singkatnya, yang bersangkutan terlalu banyak mengeluh, termasuk mengeluhkan hal-hal yang sama sekali tidak berhubungan dengan dirinya. Nah, rentetan tanda-tanda tersebut ujung-ujungnya akan bermuara pada lenyapnya gairah seksual.
KOMUNIKASI KUNCINYA
Untuk mengatasi problem ini, langkah pertama yang harus ditempuh adalah menyelesaikan akar masalah itu sendiri. Sayangnya, seringkali masalah jadi berlarut-larut karena kedua belah pihak tidak bisa memetakan apa sebenarnya masalah yang sedang dihadapi. Akibatnya, jangankan mencari jalan keluar, apa yang mereka permasalahkan pun tidak jelas. Meminta bantuan ahli, dalam hal ini konselor perkawinan, sangat disarankan agar suami-istri mampu memetakan masalah mereka sekaligus menyusun strategi untuk menyelesaikannya.
Gangguan seksual yang bersifat psikologis biasanya juga dipengaruhi oleh hambatan komunikasi di antara mereka sebagai pasangan. Oleh karenanya suami-istri amat disarankan untuk senantiasa meremajakan komunikasi. Termasuk memperkaya dan memperbarui topik komunikasi tanpa mengabaikan topik-topik yang lalu. Ingat, komunikasi yang lancar akan sangat membantu membuat masalah-masalah yang muncul tidak sempat mengendap di hati yang kemudian menjadi beban terlalu berat untuk diatasi sendiri.
Setelah masalah utamanya teratasi, kobarkan kembali gairah seksual. Caranya? Dengan merancang hubungan romantis, semisal berbulan madu kedua, candle light dinner dan sebagainya. Selain itu, disarankan untuk menjalani hubungan seksual yang lebih variatif. Biasanya, setelah masalah terselesaikan, gairah seksual justru "meledak".
Namun, pasangan yang telah dikaruniai beberapa momongan, biasanya menganggap hubungan seksual bukan prioritas lagi. Akibatnya, ketika persoalan mendera hingga menyebabkan gairah seksual makin terkikis, mereka mengabaikannya begitu saja. Ini jelas tidak sehat. Berapa pun buah hati yang sudah diperoleh pasangan suami-istri, hubungan seksual tetap merupakan hal penting, sekalipun bukan satu-satunya yang harus diperhatikan. Artinya, urusan ranjang harus mendapat perhatian yang cukup proporsional. Penelantaran pemuasan seksual terhadap pasangan merupakan salah satu bibit perpecahan walaupun bukan satu-satunya penyebab. Jadi, sebaiknya upayakan mengatasi masalah ini bersama-sama sehingga harmoni kehidupan rumah tangga berjalan normal kembali.
Marfuah Panji Astuti