Lo, bukankah yang bagus kalau anak itu berani? Memang betul, Bu-Pak, tapi kalau beraninya sampai "memporak-porandakan" isi rumah orang lain, kan, jadi masalah. Nah, bagaimana caranya agar si kecil tak jadi "berani"?
"Mungkin lebih enak punya anak pemalu atau pendiam, paling-paling dia cuma nempel sama kita seperti anaknya teman saya. Pokoknya, enggak bakal bikin ulah kayak anak saya, si Rio, bandelnya bukan main," tutur Ny. Dita (31).
Pasalnya, si Buyung yang berusia 2 tahun 8 bulan dan lagi aktif-aktifnya itu, setiap kali diajak bertamu, begitu menjejakkan kakinya di lantai rumah tuan rumah, langsung "lepas kendali". Dengan polosnya ia memeriksa setiap sudut rumah, memegang-megang setiap benda yang menarik perhatiannya, dan juga mencecar tuan rumah dengan berpuluh pertanyaan sampai si tuan rumah kewalahan.
Tak heran bila kemudian Ny. Dita beranggapan, lebih enak punya anak pemalu dan pendiam ketimbang "berani" seperti Rio. Padahal, punya anak pemalu dan pendiam juga tak seenak seperti yang dibayangkan Ny. Dita. Kalau dia nempel terus sama kita, kan, repot; kita enggak bisa leluasa bergerak. Jadi, bermasalah juga, kan?
LAGI SENANG BEREKSPLORASI
Perlu dipahami, pada usia batita ada beberapa aspek perkembangan yang dialami anak. Dari segi perkembangan sosial, "anak sedang belajar bersosialisasi, mengenal orang lain selain orang tua, dan mulai belajar melakukan kontak sosial," terang Zahrasari Lukita Dewi, S.Psi.
Seiring dengan itu, anak pun tengah belajar tentang baik-buruk, sopan dan tak sopan, dan sebagainya. "Jadi, pada saat yang sama, aspek sosial dan moralnya tengah mengalami pengembangan," lanjutnya. Kemudian, dari sisi perkembangan fisik, anak usia ini mulai mengasah motorik halusnya, meskipun masih lebih banyak motorik kasarnya yang muncul. Misalnya, makan sendiri tanpa banyak yang tercecer, mulai bisa menggunakan pensil, dan sebagainya.
"Semua perkembangan ini berjalan berkesinambungan dan simultan sehingga harus diselaraskan," jelas psikolog pada Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta ini. Disamping itu, anak usia ini juga lagi senang-senangnya bereksplorasi. Jadi, sangat wajar bila ia selalu curious terhadap hal-hal baru yang ditemuinya.
Misalnya, saat bertamu dan melihat sesuatu yang baru, ia langsung main pegang. Nah, sejauh mana hal itu boleh dilakukan, itulah yang harus diajarkan kepada anak. "Anak itu, kan, polos. Kalau lihat sesuatu yang menarik perhatiannya, ya, akan langsung ia pegang. Jadi, sebetulnya wajar bila anak di usia ini menjadi berani dalam tanda petik."
Apalagi, sambung wanita yang akrab disapa dengan panggilan Aya ini, anak juga mulai punya model sehingga ia pun akan menirunya. Bukankah di usia ini anak juga tengah berada dalam tahap imitasi (peniruan)? Jadi, kalau ia punya model yang "berani", ya, enggak heran bila ia juga "berani". Misalnya, ia melihat temannya "berani" pegang ini-itu sewaktu main di rumahnya. Ia pun berpikir, "Oh, ternyata kalau anak lain seperti itu. Berarti aku juga harus begitu." Padahal, apa yang dilakukan si model belum tentu benar, kan?
JADI "BERANI"
Nah, dengan perkembangan anak yang demikian, bila orang tua mengajarkan norma-norma, memberi kesempatan untuk bereksplorasi, serta modelnya pun ada dan benar, maka anak akan berkembang menjadi anak yang berani dalam arti tak takut untuk belajar bersosialisasi semisal berkenalan dengan orang baru atau memasuki suatu lingkungan baru. Jadi, bukan berani seperti "berani"nya si Rio dalam contoh di atas.