ANGKAT ANAK
Bila pasangan bisa menerima kenyataan, "Terimalah dengan tulus ikhlas. Jangan nanti merasa sedih lagi jika ingat anak sehingga luka itu pun muncul lagi. Harus benar-benar ikhlas menerima apa adanya," kata Riberu.
Memang untuk itu butuh waktu. "Tapi bila sudah dicapai, tak akan ada persoalan lagi." Yang penting, suami dan istri mau ikhlas mencari jalan untuk mengatasinya. Tak gampang memang, tapi bukan berarti tak bisa dilakukan. Kuncinya adalah komunikasi yang terbuka.
Salah satu jalan yang disarankan Riberu untuk mengatasi persoalan ini ialah mengangkat anak jika memang tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan anak. "Dengan adanya anak angkat, diharapkan cinta mereka pun akan makin erat lagi. Karena anak terkadang bisa menjadi titik balik untuk meremajakan cinta suami-istri."
KEGIATAN BERSAMA
Sebenarnya, ujar Riberu, tanpa anak pun, cinta kasih mereka tetap bisa saling melekat, asal tahu caranya. "Kan, masih banyak yang dapat menghubungkan satu sama lain selain anak." Misalnya, membina hobi yang sama. Entah hobi mengurusi tanaman hias, memelihara binatang, dan sebagainya. "Nah, tanaman hias atau binatang inilah yang jadi 'anak' mereka, tumpuan kasih sayang mereka berdua."
Dengan kata lain, membina kegiatan yang diminati bersama untuk menyalurkan cinta kasih mereka satu sama lain disamping mengembangkan variasi hidup. "Ini penting, terutama bagi mereka yang hidup di kota, yang hidupnya selalu diatur oleh komponen dari luar. Mesti bangun jam sekian, berangkat kantor jam sekian, pulang jam sekian, dan sebagainya."
Nah, carilah hari-hari di mana kita bisa menjadi tuan atas diri sendiri, yaitu pada hari libur. Isi hari libur dengan berbagai acara. Misalnya, bepergian. "Bepergian bisa mempererat hubungan, lo. Karena mereka pindah dari situasi sehari-hari ke situasi baru, sehingga masing-masing bisa mengungkapkan cintanya dalam situasi yang lain."
Mau di rumah saja juga boleh, yaitu dengan cara mencari kesenangan berdua. Entah dengan main game, internet, main kartu, dan sebagainya. "Yang penting dapat berinteraksi satu sama lain. Itu bisa sangat mengasyikkan, lo!"
Menghadapi Pihak Luar
Sering terjadi, pihak luar semisal orang tua atau kerabat, justru tak bisa menerima kenyataan bahwa pasangan memutuskan untuk mempertahankan perkawinan kendati sudah tahu bakal tak punya anak. Tak jarang mereka ikut intervensi yang dampaknya bisa mengarah ke perceraian.
Sikap yang tepat, kata Riberu, pasangan harus menekankan kepada keluarga bahwa yang menikah adalah mereka, bukan keluarga. "Memang hal ini agak bertentangan dengan paham tradisional dimana menikah berarti menikahkan keluarga." Namun harap dipahami, yang menikah adalah dua orang yang bersangkutan. Keluarga hanyalah 'tamu terhormat'. "Jadi, janganlah keluarga mencampuri urusan dalam negeri kedua orang ini."