Tak Perlu Terlalu Bersih, Kok, Bu-Pak!

By nova.id, Senin, 17 Januari 2011 | 17:00 WIB
Tak Perlu Terlalu Bersih Kok Bu Pak (nova.id)

Kebersihan memang penting, tapi jangan lantas dijadikan alasan untuk melarang si kecil pegang ini-itu karena takut kotor.

Ibu-Bapak pasti punya batasan sendiri yang disebut bersih, kotor, dan steril. Asalkan tak sampai terlalu ekstrem bersih ataupun ekstrem kotor. "Sudah cukup bila kita berada di tengah-tengah bersih," kata dr. Waldi Nurhamzah, SpA. . Dengan begitu, kita bisa membentuk antibodi dengan kuman-kuman yang kita terima dari kotoran yang dijumpai. "Tak mungkin kita bebas kuman dan tak perlu harus bebas kuman. Di permukaan kulit kita saja yang normal terlihat bersih sebetulnya paling tidak terdapat 20 juta kuman per inci persegi. Untung saja kulit kita begitu hebat pertahanannya hingga mereka jinak-jinak saja terhadap kita."

Dalam bahasa lain, kendati si kecil masih bayi, namun ia boleh, kok, kena sedikit kuman. Toh, alam juga selalu penuh kuman. Lagi pula, hanya dengan melihat, kita bisa tahu sesuatu itu bersih atau kotor. Misal, si kecil pegang-pegang boneka. Bila secara kasat mata boneka itu bersih, ya, berarti memang bersih. Bukankah bila boneka pernah masuk selokan, misal, pasti terlihat kotor? Contoh lain, si kecil mau mandi di sungai yang kita lihat relatif bersih, yaitu berwarna jernih, tak berbau dan berwarna. Ya, nggak masalah; tapi apakah sungai itu steril, kan, enggak, karena pasti di dalamnya ada kuman. Jadi, sungai itu bersih tapi enggak steril. Lain hal bila sungainya hitam dan bau lalu kita biarkan si kecil mandi di situ, namanya cari masalah.

Jadi, tak usah sampai kelewat ekstrem bersih, ya, Bu-Pak. Bahkan, makanan untuk si kecil pun sebetulnya enggak steril sama sekali, lo. "Waktu habis dimasak memang steril, tapi setelah kontak dengan udara, pasti sudah enggak steril lagi. Jadi, memang enggak ada yang benar-benar bersih, kok," tutur staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI ini.

BOTOL SUSU HARUS STERIL

Bukan berarti kita lantas mengabaikan soal kebersihan, lo. Terutama bagi si kecil yang karena sesuatu hal tak mendapatkan ASI hingga terpaksa mengkonsumsi susu formula dengan menggunakan botol. Berarti kita harus selalu merebus botol dan dot agar tetap steril karena botol dan dot enggak bisa steril seperti ASI. Jadi, untuk menjaga kebersihannya, tiap botol dan dotnya setelah digunakan harus dicuci bersih lalu direbus dan disimpan di tempat tertutup sampai siap dipakai lagi.

Agar praktis, saran Waldi, sebaiknya kita punya lebih dari satu botol susu dan 3-4 dot. "Jika botol dan dotnya hanya satu, susah juga, karena bayi, kan, enggak bisa hanya menggunakan satu dot secara terus menerus." Lagi pula, bila si kecil cuma diberi satu dot, nanti ia kenalnya cuma satu dot itu sampai hapal dengan dot itu. Akibatnya, kala dot itu rusak dan diganti dot baru, ia jadi tak mau menyusu.

Soal penghentian mensterilkan botol dan dot, sebetulnya gampang saja, yaitu ketika bayi mulai makan makanan setengah padat. "Botol susu itu, kan, sebenarnya hanya digunakan untuk bayi hingga usia setahun atau satu setengah tahun. Selanjutnya, terutama setelah ia mampu disuapi dengan sendok, ia sebaiknya minum dari gelas." Itulah mengapa, lanjut Waldi, bayi sebaiknya disapih dari botol ketika ia mulai bisa makan dan memegang, karena pada saat itulah tiba waktunya ia belajar minum dari gelas. Ketika saat belajar ini, gelas yang dianjurkan memiliki dua telinga/pegangan dan mulut gelasnya masih tertutup serta memiliki lubang-lubang kecil. Gelas demikian baik untuk melatih koordinasi pergerakan jari dan tangan si kecil.

Jadi, untuk bulan-bulan pertama, botol dan dot susunya harus direbus dulu, ya, Bu-Pak, agar steril. Setelah mulai makan dan dilatih minum dari gelas, secara bertahap, perlengkapan makan-minumnya tak perlu lagi direbus. Cukup dicuci bersih. Toh, piring dan gelas yang dijual di pasaran juga kebanyakan terbuat dari plastik hingga mudah rusak bila sering direbus.

MATA ELANG

Kemudian, ketika si kecil mulai merangkak, biasanya ia juga punya "hobi" memasukkan segala sesuatu ke mulut. Akibatnya, bisa jadi tangannya kotor lalu ia memasukan kuman ke dalam mulutnya. Nah, kata Waldi, kita harus menjadi burung elang. Maksudnya, kita harus punya mata setajam mata elang. "Elang itu, kan, matanya tajam. Dia terbang di atas tapi bisa mengawasi semua hal. Nah, orang tua pun harus begitu."

Orang tua, lanjutnya, harus bisa melihat bila bayi memegang sesuatu yang kotor atau yang membahayakannya. Orang tua pun harus bisa melihat hal sekecil mungkin yang ada di lantai seperti peniti, sekrup, anting, dan lainnya, karena biasanya anak kecil bisa melihat barang-barang kecil yang jatuh di lantai. Bila kita enggak lihat, sebelum kita sadar, anak sudah mengambil dan memasukkannnya ke mulut. Kan, berbahaya.