Belajar Berjalan

By nova.id, Rabu, 12 Januari 2011 | 17:01 WIB
Belajar Berjalan (nova.id)

Cepat-lambat si kecil berjalan bukan indikator inteligensinya. Jadi, bila ia sedikit terlambat tak perlu khawatir, ya, Bu-Pak.

Menurut Dr. Ifran Saleh FICS, DSBO, patokan rata-rata usia anak mulai berjalan, yaitu 12-18 bulan. Kendati ada pula yang sudah mulai berjalan di usia 10 bulan atau malah di atas 18 bulan dengan batas toleransi sampai 20 bulan. Jadi, Bu-Pak, tak usah cemas, ya, kendati di ulang tahun pertama si kecil belum juga bisa berjalan. Lain hal bila sampai usia 2 tahun masih belum ada tanda-tanda bisa berjalan sendiri, "anak perlu diperiksakan ke dokter untuk melihat di mana kelainannya," kata ahli bedah tulang dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini. Penyebabnya macam-macam; bisa karena kelainan saraf pusat, susunan tulang belakang atau sumsum tulang belakang, maupun kelemahan otot dan tulang.

PRAJALAN

Perkembangan berjalan, terang Ifran, hanya berkaitan dengan sistem motorik, bukan inteligensinya. Sementara soal cepat-lambat berjalan, semata karena perkembangan motorik setiap anak berbeda-beda. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan ini. Salah satunya, gizi. "Bila gizinya baik, tentu perkembangan sistem motoriknya seperti otot dan tulang, akan lebih cepat bisa digunakan untuk berjalan."

Penyakit atau kelainan yang dialami si kecil juga memegang peranan semisal kelainan sistem otot atau lantaran tulangnya lemah. "Obesitas atau kegemukan juga bisa membuat anak lambat berjalan. Anak yang terlalu gemuk biasanya beban badannya terlalu berat hingga ia susah untuk berdiri sendiri."

Perlu diketahui pula, sebelum bisa berjalan, si kecil harus melalui beberapa tahap prajalan seperti menegakkan kepala, duduk, merangkak, berdiri dengan dibantu, dan merambat. Normalnya, ia bisa menegakkan kepala di usia 6 minggu, duduk di usia 6 bulan, dan merangkak sekitar usia 8 bulan. Setelah itu barulah ia bisa berdiri walau masih dibantu, lalu berdiri independen, berjalan, dan akhirnya berlari.

Kendati demikian, tak berarti semua tahapan itu harus dilalui. Merangkak, misal, "tak semua bayi mengalaminya." Tapi kalau duduk, semua bayi harus melaluinya. Nah, ada bayi yang dari duduk langsung berdiri, lalu berjalan merambat; ada pula yang setelah duduk lalu merangkak dalam jangka waktu relatif lama, baru kemudian berjalan.

BABY WALKER

Tentunya, ketika pertama kali belajar berjalan, si kecil harus dibantu. Selain karena ia memang tak mungkin bisa langsung belajar berjalan sendiri, "faktor keseimbangannya juga belum baik dan kekuatan otot-ototnya belum sempurna."

Bantuan bisa dilakukan dengan ditetah atau menggunakan alat bantu seperti baby walker. Baby walker itu, kan, sebenarnya merupakan alat bantu untuk berdiri. Jadi, kegunaannya sama seperti bila bayi berdiri dengan dibantu orang lain." Dengan demikian, lanjutnya, baby walker membantu bayi percaya diri bahwa ia sudah bisa berdiri independen hingga nanti bisa berjalan sendiri.

Menurutnya, baby walker kerap digunakan oleh keluarga kecil, terutama di kota-kota besar yang relatif sibuk karena bekerja. "Mereka mungkin tak punya pengasuh hingga ketika bayinya belajar berjalan membutuhkan baby walker agar lebih praktis."

Bahwa ada penelitian yang menyatakan baby walker bisa membahayakan bayi, Ifran menegaskan, baby walker bersifat universal. "Bila dianggap terlalu membahayakan, pastilah baby walker sudah tak direkomendasikan lagi". Dari segi kesehatan pun, tambahnya, baby walker tak ada efek buruknya.

Namun begitu, Ifran mengingatkan, kita harus hati-hati memilih baby walker, terutama faktor keamanannya. "Pilih yang stabil agar tak mudah terbalik." Jadi, perhatikan desain dan kekuatannya, ya, Bu-Pak. Disamping, perlu diperhatikan rodanya hanya bisa digunakan di tempat rata, bukan yang landai.

Itulah mengapa, tandas Ifran, penggunaan baby walker harus disertai pengawasan ketat dari orang tua. "Bayi, kan, belum bisa mengerem atau berbuat lainnya. Jika baby walker-nya berjalan di tempat curam, tentu membahayakan bayi." Lain hal jika baby walker digunakan di tempat aman seperti ruangan tertutup dengan lantai rata dan tak ada barang yang membahayakan bayi, "si kecil bisa dilepas sebentar di sana, namun jangan terlalu lama meninggalkannya."

KAIN PANJANG

Toh, bila Ibu-Bapak riskan menggunakan baby walker, masih ada alat bantu lain, kok. Diantaranya, kain panjang. Caranya, ikat kain tersebut melingkar di bagian dada atau ketiak si kecil, lalu pegang sisa kain yang ada di belakang bayi. Dengan begitu, tubuhnya yang belum seimbang tetap terkendali ketika berjalan. Keuntungan lain, kita tak akan mengalami sakit punggung karena harus membungkuk terus seperti saat mentetahnya.

Tapi cara ini jangan dilakukan ketika si kecil baru pertama kali belajar berjalan, lo, karena keseimbangannya, kan belum baik dan ia pun masih takut. Bila ia sudah tampak percaya diri, barulah kita coba cara ini. Menurut Ifran, cara-cara tradisional begini malah lebih praktis dan tentu saja lebih murah dibanding harga baby walker.

Alat bantu lain yang juga murah dan bisa dibuat sendiri ialah parallel bar. Alat yang biasanya digunakan di pusat-pusat rehabilitasi ini bisa "dicontek" sebagai alat latihan berjalan bagi si kecil. Fungsi parallel bar untuk tempat berpegangan ketika belajar berjalan. Alat ini bisa dibuat dari macam-macam bahan asal kuat dan aman bagi si kecil untuk berpegangan. Yang paling umum menggunakan metal, tapi bila tak tersedia, plastik atau bambu pun bisa digunakan. Ukurannya setinggi tangan si kecil bila berdiri hingga ia bisa berjalan berpegangan pada parallel bar.

ADA INTERAKSI

Sebenarnya, tutur Ifran, dalam membantu si kecil belajar berjalan, yang terbaik melibatkan manusia seperti ibu, bapak, atau anggota keluarga lain maupun pengasuh. Soalnya, ada komunikasi antara si kecil dengan lingkungannya. "Jika bayi berjalan dengan manusia, ia bisa berinteraksi dengan orang tersebut. Tapi jika baby walker, misal, ia belajar dengan alat hingga tak bisa berinteraksi dengan siapa-siapa."

Memang, aku Ifran, si kecil bisa tetap berinteraksi dengan lingkungan walau menggunakan baby walker, yakni bila ia didampingi sambil diajak bicara. "Tapi kalau si bayi hanya diawasi dari jauh tanpa diajak berkomunikasi, berarti dia, kan, tak berinteraksi," terangnya.

Itulah mengapa, saran Ifran, bila si kecil tinggal dalam keluarga besar, caranya belajar berjalan yang terbaik dengan ditetah karena melibatkan anggota keluarga lain.

TANPA SEPATU

Akan halnya sepatu, Ifran berpendapat, masih belum perlu. "Lebih baik bayi belajar berjalan dengan bertelanjang kaki hingga bisa melatih jari-jari kakinya agar lebih berkoordinasi."

Sepatu yang menimbulkan bunyi kala dipakai berjalan sebagaimana banyak digunakan orang tua pada bayinya yang baru belajar berjalan, menurut Ifran, lebih pada kesenangan bayi mendengar bunyinya. "Bayi, kan, senang dengan permainan yang sifatnya menarik, entah dalam bentuk suara atau gambar. Nah, dengan sepatu yang bisa berbunyi, anak jadi senang karena ada interaksi antara dia dengan bunyi. Jadi, ketika ia melangkah, ia akan tahu, oh, nanti sepatu ini akan berbunyi hingga membuatnya mau berjalan. Sepatunya sendiri, sih, sebenarnya tak banyak membantu."

Nah, jangan terkecoh lagi, ya, Bu-Pak. Bukan berarti dengan pakai sepatu tersebut, si kecil jadi lebih cepat bisa berjalan, lo.

Oh, ya, penting diingat, ketika si kecil pertama kali belajar berjalan, jaga jangan sampai terjatuh. Soalnya, ia bisa trauma hingga takut untuk memulai lagi.

Faras Handayani /nakita

BENTUK TAPAK KAKI

Ingin tahu bentuk tapak kaki si kecil? Coba, deh, cetak tapak kakinya di atas pasir. Umumnya, bagian tengah tapak kaki tak akan tercetak; hanya bagian depan, pinggir, dan tumit yang tercetak. Namun kadang, ada anak yang tapak kakinya rata. Bila tapak kakinya dicetak, semuanya tergambar jelas.

Bentuk tapak kaki yang berbeda ini, menurut Ifran, tak mengganggu perkembangan jalan si kecil. Artinya, pada usia bisa berjalan, keduanya akan bisa berjalan seperti anak lain. Hanya saja, untuk yang tapaknya rata, biasanya mudah mengeluh cepat pegal atau capek kala harus berjalan jauh.

Namun perlu diperhatikan, bentuk tapak kaki rata ada yang normal dan abnormal. Penyebabnya, bisa karena pengaruh keturunan atau kelainan seperti akibat sendi longgar. "Bila diperiksakan akan jelas terlihat normal-tidaknya. Dokter akan melihat bentuk kakinya. Bila tumitnya sudah 'lari' keluar berarti abnormal." Nah, yang abnormal ini harus diberikan terapi, entah dalam bentuk pemberian sepatu khusus atau dilakukan pembedahan di kemudian hari.

TAK PERLU KHAWATIR KAKI BENGKOK

Kala si kecil belajar berjalan, biasanya langkahnya agak lebar atau mengangkang dan kakinya terlihat bengkok, tak seperti normalnya orang dewasa berjalan. Irama langkahnya pun berbeda ketimbang orang dewasa; bila orang dewasa berjalan, tangannya ikut mengayun, nah, bayi tidak. Namun hal ini tak perlu dicemaskan, karena, terang Ifran, bayi masih mencari keseimbangan tubuh. "Umumnya, anak akan memiliki pola jalan yang normal seperti orang dewasa sekitar usia 3 sampai 5 tahun."

MAINAN UNTUK BELAJAR BERJALAN

Mainan bentuk kereta dorong bisa digunakan untuk membantu bayi belajar berjalan. Biasanya mainan ini dirancang agar dorongan kereta mencapai tinggi pinggang bayi hingga nyaman didorong si kecil. Namun hati-hati memilih mainan ini, ya, Bu-Pak. Selain keseimbangannya harus diperhatikan, mainan ini juga harus cukup ringan untuk didorong namun tak cukup ringan untuk terguling. Jangan lupa diawasi, ya, Bu-Pak, kala si kecil tengah mendorong mainan ini.

Bila kemampuannya berjalan makin baik, sediakan mainan yang ditarik. Misal, mainan mobil atau truk yang diberi tali. Bila ada tambahan bunyi, biasanya si kecil lebih tertarik. Tentu si kecil masih tetap perlu diawasi.

Selain dengan mainan, bayi biasanya juga suka berjalan di antara dua orang dewasa. Atur jarak agar si kecil yang tengah belajar berjalan tetap aman dalam jangkauan. Bila ia mulai percaya diri dan kemampuannya bertambah, jaraknya lebih dilonggarkan. Begitu seterusnya hingga ia bisa berjalan lancar.

MEMILIH SEPATU

Kendati saat belajar berjalan tak diperlukan sepatu, namun alas kaki tetap perlu untuk melindungi kaki ketika si kecil diajak berjalan-jalan di luar rumah. Nah, seperti apa sepatu yang tepat? Ikuti tips berikut.

* Pilih sepatu yang ringan dan fleksibel tapi jangan terlalu halus atau lemah. Sandal dan sepatu bot tak baik untuk pemula karena memberi beban lebih berat.

* Sepatu kulit atau yang terbuat dari kanvas bisa dijadikan alternatif karena memungkinkan kulit si kecil tetap bernapas.

* Perhatikan sol sepatunya, pilih yang enggak licin.

* Pilih sepatu yang bentuk depannya membuat jari-jemari si kecil punya ruang bergerak. Misal, bentuk sepatu yang depannya agak bundar.

* Periksa selalu sepatu si kecil untuk memastikan sepatunya masih nyaman dikenakan. Soalnya, kaki si kecil cepat tumbuh. Jadi, pilih sepatu yang berkualitas namun harganya relatif terjangkau.

* Kaos kaki juga perlu diperhatikan. Segera ganti bila sudah kotor atau kaki si kecil basah untuk menghindari jamur.