Stres Pemicu Gangguan Tidur Berjalan

By nova.id, Sabtu, 11 Desember 2010 | 17:00 WIB
Stres Pemicu Gangguan Tidur Berjalan (nova.id)

Tak perlu terlalu cemas bila anak mengalami gangguan tidur berjalan. Toh, akan hilang dengan sendirinya. Tapi, bila berlanjut menjadi kebiasaan, bisa jadi ada kelainan di otak.

"Semalam anak saya melompat dari tempat tidur dan berjalan keluar rumah. Tapi, dia dalam keadaan tidur, Dok. Terus terang saya dan suami panik. Ada apa, ya, Dok?" tanya Ibu Wati saat berkonsultasi pada dokter anak.

Apa yang dialami putri Ibu Wati disebut tidur berjalan memang jarang terjadi. Tak heran, kalau Ibu Wati menjadi panik dibuatnya. Tidur berjalan yang dalam istilah medis disebut somnambulisme atau sleep walking adalah suatu kelainan/gangguan tidur yang biasanya terjadi pada anak-anak.

"Bisa terjadi pada anak perempuan atau lelaki berkisar antara usia 6 sampai 10 tahun, tapi tak tertutup kemungkinan terjadi pada anak balita," terang Dra. Hj. Iesye Widodo-Bone, psikolog dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Kecuali itu, bisa juga dialami orang dewasa. "Dianggap normal bila terjadi hanya sesekali pada anak-anak," ujar Iesye. Lagipula, bila orang tua menghadapinya dengan tenang tanpa dibarengi kepanikan, maka gangguan tidur ini bisa diatasi segera. Tapi bila kejadiannya berulang, perlu dilakukan tindakan medis lebih serius.

Sebab, terang dr. Irawan Mangunatmadja, Sp.A, gangguan tidur bisa mengindikasikan kemungkinan anak menderita epilepsi. Untuk menentukan apakah gangguan tidur murni atau epilepsi, para ahli saraf biasanya melakukan pemeriksaan elektroencephalographi (EEG). Sayangnya, terang Irawan, di sini belum ada fasilitas EEG khusus untuk pemeriksaan gangguan tidur. "Karena, kan, jarang sekali terjadi pasien dengan keluhan somnambulisme. Sedangkan di luar negeri karena pasiennya banyak maka sudah ada alat EEG khusus yang mempelajarinya."

STADIUM TIDUR

Tapi, tentu saja kita tak boleh langsung pesimis, kendati alatnya belum ada, toh bisa dilihat dari gejala yang muncul pada anak saat mengalami gangguan tidur. Sehingga bisa diperkirakan apakah pasien termasuk penderita epilepsi atau bukan. "Pertama, apakah gejalanya ada yang stereotipik atau ada sesuatu yang khas. Seperti tingkah laku atau gerakan tangan yang khas," jelas spesialis anak dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, ini.

Pada anak yang menderita epilepsi, gangguan yang dialami anak waktunya tidak selalu malam hari. Selain itu, tampak gerakan tangan yang khas dan berulang dan pada setiap serangan kadang dapat disertai dengan gerakan berjalan. Sementara, pada anak yang mengalami tidur berjalan murni, biasanya kejadiannya teratur pada waktu malam antara jam 10 sampai 12 malam. Kalaupun terjadi lagi, maka pasti pada waktu yang sama.

"Tidurnya pun benar-benar dalam keadaan lelap, yaitu masuk stadium dalam fase tidur si anak. Sehingga tak jarang, kalau ayah-ibunya ingin membangunkannya pun kadang- kadang susah sekali," jelas Irawan. Selama tidur, terang Irawan, kita akan melewati stadium tidur. Pertama, awal tidur dari stadium satu sampai stadium empat tidur non REM (rapid eye movement). Kemudian, sepertiga malam; anak tidur lelap sekali. Berikutnya, stadium REMS (rapid eye movement sleep); anak gampang bangun karena mimpi-mimpi.

"Umumnya gangguan tidur terjadi pada fase sepertiga malam ke atas." Nah, tidur berjalan tergolong pada gangguan tidur yang terjadi pada fase sepertiga malam. Penyebabnya, sampai saat ini tidak dapat diketahui pasti. "Ada pendapat merupakan gangguan fungsi tidur yang terdapat pada nucleussuprachiasmaticus, yaitu pusat pemacu tidur yang akan mengirim sinyal ke kelenjar pineal. Kemudian akan menghasilkan hormon melatonin yang mempengaruhi tidur."

Kendati belum pasti karena masih dalam penelitian, tidur berjalan merupakan warning ada kelainan di otak atau karena fungsinya terganggu. Sedangkan menurut Iesye, tidur berjalan mungkin merupakan manifestasi keinginan yang terpendam saat anak terjaga sampai kemudian terbawa dalam mimpi. "Hal ini disebut juga sebagai acting-out dream yaitu melakukan suatu tindakan tanpa disadari, yang terjadi pada saat dia terjaga, akhirnya terbawa dalam mimpi," terang Kepala Unit Rehabilitasi Medik, RSAB Harapan Kita.

Misalnya, ingin naik pohon, eh malamnya saat mengalami tidur berjalan ia naik pohon beneran. Yang jelas, tutur Irawan yang berpraktek di Klinik Anakku Cinere ini, pada beberapa kasus ditemukan gangguan tidur bukan merupakan faktor bawaan dari lahir. "Justru faktor pemicunya berasal dari luar, seperti stres, migren, dan gangguan psiko-sosial atau gangguan tingkah laku."