Kita tahu, betapa pentingnya kesehatan gigi. Itulah mengapa, anak harus dibiasakan menggosok gigi. Masalahnya, tak jarang si kecil suka menolak. Nah, bagaimana caranya agar ia mau belajar menggosok gigi ?
Pada awalnya, Egi senang sekali kala disuruh menggosok gigi. Gadis cilik berusia 2 tahun itu pun tak menolak ketika sang ibu membantu menggosokkan giginya. Apalagi pasta giginya terasa manis. Tapi belum sebulan kegiatan itu berlangsung, Egi tak mau lagi dibantu menggosok gigi, juga tak mau diajarkan bagaimana menggosok gigi yang benar.
Sang ibu sudah berusaha membujuk namun Egi tetap menolak. "Saya takut giginya lama-lama akan rusak kalau enggak dibersihkan. Tapi kalau dipaksa, Egi malah menangis. Bahkan, pernah sampai menjerit-jerit. Bagaimana, ya, supaya Egi may diajak gosok gigi lagi ?" tutur sang ibu dengan nada cemas.
"Anak memang selalu akan menolak hal-hal yang tak ia sukai, "ujar Drg. Rachmatiah, Sp.KGA dari RSIA Hermina, Bekasi. Terlebih lagi jika ia pernah mengalami sakit akibat menggosok gigi, maka ia akan menolak. "Begitu juga bila anak tiba-tiba diharuskan menggosok gigi sementara sebelumnya tidak pernah dibiasakan. Apalagi jika sifatnya doktrin, "Kamu harus gosok gigi!, tentu ia akan menolak karena ia merasa tak nyaman dengan benda asing yang sebelumnya tidak pernah ada di dalam mulutnya," lanjut Rachmatiah.
Kendati demikian, Rachmatiah menganjurkan sebaiknya orang tua tetap berusah membiasakan anak menggosok gigi. Pasalnya, menggosok gigi sangat perlu untuk menjaga gigi dan rongga mulut agar tetap bersih dan sehat. "Di dalam mulut itu, kan, terdapat banyak kuman. Bila kita tak menggosok gigi setelah makan, sisa-sisa makanan akan tinggal lama di dalam mulut sehingga kuman-kuman akan tambah subur dan mengiritasi ke jaringan; bisa ke gigi, gusi, lidah atau sekitar mulut, yang akhirnya menyebabkan infeksi. Infeksi di mulut biasanya merupakan sumber penyakit untuk jangka waktu lama, lo," terangnya.
JANGAN DIPAKSA
Jadi, Bu-Pak, meski si kecil menolak menggosok gigi, namun harus tetap dibiasakan. Apalagi, seperti dikatakan Rachmatiah, sakit gigi pada anak frekuensinya masih tinggi. Namun Rachmatiah tak setuju bila orang tua menggunakan cara paksaan agar anak mau menggosok gigi. "Paksaan adalah unsur yang harus dibuang jauh-jauh saat mengajak atau mengajari anak menggosok gigi."
Yang harus dilakukan orang tua ialah menyadarkan anak dengan cara diberi contoh mana yang tak baik. "Banyak, kan, kejadian di sekitar kita yang bisa dijadikan contoh." Misalnya, si kecil punya teman yang giginya ompong. Nah, katakan kepadanya, "Lihat, tuh, si Rio, giginya ompong. Soalnya ia enggak mau gosok gigi. Jadi Ade harus gosok gigi supaya enggak ompong." Atau kala temannya ada yang sakit, jelaskan, "Kalau Ade enggak mau gosok gigi nanti Ade bisa sakit gigi seperti si Didot."
Bisa juga dengan cara bermain semisal main sikat-sikatan. Si kecil menggosok gigi ibu/ayah sementara ibu/ayah menggosok gigi si kecil. Tentunya yang tak boleh dilupakan adalah contoh dari orang tua. "Orang tua harus memberi contoh. Misalnya, setiap habis makan, orang tua menggosok gigi. Nah, setiap orang tua mau menggosok gigi, ajaklah anak, 'Yuk kita gosok gigi.' Dengan demikian anak pun akan terpancing untuk mau menggosok gigi." Jadi, tandas Rachmatiah, anak sebaiknya ditumbuhkan kemuannya, bukan dipaksa. "Seperti halnya orang dewasa, anak juga tidak akan mau kalau dipaksa. Kalaupun ia mau, paling hanya sesaat. Itu pun mungkin karena takut dimarahi ibunya," tuturnya.
SEJAK BAYI
Tentunya akan lebih baik apabila kegiatan menggosok gigi sudah diperkenalkan kepada anak sejak usia dini. Menurut Rachmatiah, begitu bayi mulai erupsi gigi sudah harus langsung dibersihkan. Biasanya erupsi gigi terjadi saat bayi berusia 6 bulan, namun ada pula baru mengalami erupsi gigi di usia setahun. "Sebetulnya sebelum erupsi gigi pun mulit anak sudah harus dibersihkan. Misalnya, setiap habis minum ASI atau susu, mulut bayi langsung dibersihkan," tutur Rachmatiah.
Bisa dengan cara memberi minum air putih setiap kali bayi selesai menyusui atau menggunakan kapas untuk membersihkan lidah, gusi, dan jaringan di sekitar mulut bayi. Setelah bayi agak besar dan gusinya agak lebih kuat bisa digunakan kain kasa. Caranya, gunakan kain kasa yang dililitkan di telunjuk, lalu celupkan ke dalam air hangat agar lembut, barulah digunakan untuk membersihkan gusi, lidah dan sekitar mulut. "Jika sejak bayi sudah dibiasakan dibersihkan mulutnya, anak akan merasa bahwa hal itu memang sudah merupakan satu pola, setiap habis minum susu atau makan harus selalu dibersihakan," lanjut Rachmatiah.
Dengan begitu, pada saat anak memasuki usia batita, ia sudah terbiasa dibersihkan mulutnya dan tak sulit untuk mengajarkan menggosok gigi. "Sikat gigi baginya bukan merupakan benda asing, bukan sesuatu yang mengerikan dan menyakitkan karena memang sudah dibiasakan." Sayangnya, kata Rachmatiah, kebanyakan orang tua tak mengerti. Jadi, habis diberi susu, bayi dibiarkan langsung tidur. "Para ibu juga takut bayinya akan muntah kalau mulutnya dimasuk kapas. Padahal, tidak." Itulah mengapa, bila sejak bayi tak dibiasakan dibersihkan, anak akan marah ketika digosok giginya di usia batita. "Anak usia ini, kan, masih bersifat reject, menolak."
Tapi, tak perlu cemas, Bu-Pak. Kendati awalnya si kecil menolak, percayalah, lama-lama ia akan mau juga digosok giginya. Namun, dengan syarat, tak dipaksakan, melainkan dengan memberi contoh dan sambil bermain. Selain itu, jangan berharap si kecil akan segera pandai menggosok gigi. Awalnya malah pasti akan belepotan ke mana-mana saat menggosok gigi, tak apa-apa. "Yang penting, jangan sampai ada bagian yang terluka," ujar Rachmatiah.
CARA MENGGOSOK GIGI
Menurut Rachmatiah, sampai anak berusia 3 tahun, peran orang tua memang masih dominan. "Orang tua harus membantu dan mengawasi anak menggosok gigi." Hal ini berarti orang tua juga harus mempunyai bekal cara menggosok gigi yang benar. "Yang pertama harus digosok gigi adalah gigi depan, karena gigi depanlah yang pertama erupsi," terang Rachmatiah. Adapun caranya menggosok gigi dari gusi ke gigi. Jadi, kalau menggosok gigi ke atas, maka arahnya dari atas ke bawah.
Sebaliknya, bila gigi bawah yang digosok, arahnya dari bawah ke atas. Selain gigi, yang juga harus dibersihkan adalah gusi, sela-sela gigi, dan tempat mengunyah atau gigi belakang. Caranya, gosok lebih dulu bagian depan, lalu ke belakang, baru setelah itu ke permukaan gigi atas dan bawah sekaligus. "Lama menggosok gigi untuk anak cukup 10 kali untuk setiap permukaan," ujar Rachmatiah. Sedangkan waktu yang tepat untuk menggosok gigi adalah sesudah makan dan sebelum tidur. "Ini wajib!" tegasnya seraya melanjutkan.
"Membiasakan anak menggosok gigi saat mandi juga bagus." Setelah anak terbiasa menggosok gigi, yang perlu dilakukan orang tua adalah mengingatkan anak. Apalagi setelah si anak bertambah besar. "Kadang, begitu anak agak besar, ia mulai membangkang dan lupa menggosok gigi lagi," kata Rachmatiah. Jadi, kendati si kecil nanti sudah berusia di atas 3 tahun, Bapak-Ibu masih tetap harus mengawasinya, lo.
MEMILIH SIKAT GIGI DAN PASTANYA
Kalau soal bentuknya, menurut Rachmatiah, tak masalah apapun bentuk sikat gigi. Yang penting, kepalanya harus kecil agar bisa masuk ke mulut anak. Selain itu, bulunya pun harus lembut. Dengan demikian, anak tak merasakan sikat gigi sebagai sesuatu yang menyakitkan. "sekarang banyak sikat gigi yang didisain khusus untuk anak. Misalnya yang menggunakan bahan seperti karet sehingga bisa digigit-gigit."
Setelah anak agak besar bisa digunakan sikat gigi yang diberi stopper (penghalang). "Jadi, tak semua bagian sikat gigi masuk ke mulut, hanya bagian kepalanya saja, cukup untuk menjangkau bagian-bagian gigi." Bila semua bagian sikat gigi masuk ke mulut, dikhawatirkan akan menusuk ke kerongkongan. Tentunya hal ini bisa membuat si kecil "kapok" menggosok gigi. Selain itu, Rachmatiah mengingatkan agar sikat gigi jangan "diawetkan". Maksudnya, bila bulu sikat gigi tersebut sudah tak beturan, sebaiknya segera diganti.
Mengenai pasta gigi, Rachmatiah menganjurkan, pilihlah yang mengandung fluor. "Fluor dapat membuat gigi menjadi lebih keras sehingga lebih tahan terhadap asam," jelasnya. Pasta gigi, menurutnya, tak apa-apa diberikan kepada anak. Sekalipun akan tertelan oleh anak, tak masalah, karena sudah tercampur air. Lagi pula, kita, kan, tak memberikan pasta gigi banyak-banyak. "Beri sedikit saja, sekadar untuk membiasakan. Setelah anak tahu rasa dan sudah bisa berkumur," barulah diberikan pasta gigi agak banyak.
MENGAPA GIGI KEROPOS
Gigi keropos atau berlubang berawal dari adanya kotoran yang melekat erat pad gigi dan ditumbuhi kuman. "Kerusakan gigi dimulai pada permukaan luar gigi yang disebut email, lalu menjalar ke lapisan dalam yaitu dentin," jelas Rachmatiah . Pada saat ini gigi akan terasa linu, terutama bila makan makanan yang manis dan minum minuman dingin. Selanjutnya, lubang akan terus menjalar ke syaraf gigi sehingga menimbulkan wasa sakit.
Lama kelamaan gigi menjadi mati dan busuk serta terjadi pembengkakan. Akibatnya, fungsi pengunyahan terganggu dan nafsu makan anakpun jadi berkurang yang nantinya akan menganggu tumbuh kembang anak. Ada tiga faktor yang menyebabkan gigi anak keropos. Pertama, faktor giginya sendiri. "Gigi anak seharusnya sudah disiapkan sejak awal kehamilan. Misalnya, ibu harus makan makanan bergizi agar memiliki gigi yang bagus kelak. Kalau waktu hamil gizi ibu kurang baik, mungkin akan berakibat anak memiliki gigi yang tak kuat strukturnya."
Faktor kedua,lingkungan. Salah satunya adalah pemberian makan pada anak. Misalnya, setelah anak makan atau minum susu tak langsung dibersihkan. "Jenis makanan yang diberikan pada anak juga yang manis dan lengket." Padahal, dengan kebersihan gigi yang jelek dan jenis makanan yang manis serta lengket justru akan membuat gigi keropos karena bakteri gigi akan tumbuh subur. Terakhir, faktor waktu. "Bila sisa makanan tak dibersihhkan hanya dalam waktu sebenart, sebenarnya enggak apa-apa.
Tapi kalau lama, sisa makanan itu akan bertumpuk sehingga akhirnya terjadi iritasi ke gigi maupun ke gusi dan membuat keropos." Sebab, sis makanan dalam mulut akan dirubah menjadi asam. Nah, asam inilah yang akan mengiritasi gigi dari email, dentin, syaraf gigi, sampai ke akar gigi. Akibatnya, terjadi infeksi dan membengkak. "Gusi yang bengkak juga akan membuat tulang rahang sakit." Itulah mengapa, menggosok gigi sesudah makan sangat dianjurkan. Bukan hanya akan membuat gigi menjadi sehat, tapi juga akan membuat gigi jadi bagus. "Gigi yang bagus akan membuat si kecil tampil menarik, lo. Ia pun akan memiliki rasa percaya diri yang kuat," tandas Rachmatiah.
Hasto Prianggoro