Hipertensi adalah suatu penyakit dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik (angka atas) dan diastolik (angka bawah) pada pemeriksaan tekanan darah. Pada pemeriksaan tekanan darah, akan diperoleh dua angka. Angka sistolik menunjukkan jantung berkontraksi, sedangkan angka diastolik diperoleh saat jantung berelaksasi.
Secara garis besar, hipertensi dibagi dua, yakni hipertensi primer dan hipertensi sekunder. "Hipertensi primer biasanya didapat dari faktor keturunan (genetik), sementara hipertensi sekunder muncul karena penyebab lain, misalnya kolesterol tinggi, gula, pola makan yang tidak bagus, gaya hidup yang kacau, dan sebagainya," jelas Dr. Muthalib Abdulah, Sp.PD, spesialis penyakit dalam dari Omni Hospital Alam Sutera, Serpong.
Hipertensi primer (karena genetik) lebih berbahaya karena muncul pada usia yang lebih muda. "Sementara hipertensi sekunder terjadi karena pembuluh darah yang sudah kaku. Boleh dibilang, tidak bisa dihindari karena hukum alam, ditambah faktor penyebab lain seperti gaya hidup dan penyakit," jelas Muthalib.
Karena penyebabnya genetik, hipertensi primer biasanya diperoleh pada usia yang lebih muda, usia 20-an sudah kena. Sementara hipertensi sekunder biasanya muncul pada usia yang lebih tua, karena membutuhkan waktu bagi pembuluh darah untuk menjadi sklerotik/kaku. "Misalnya, seseorang yang terus-menerus mengonsumsi daging, kan tidak langsung pembuluh darahnya kaku dan tekanan darahnya naik, tetapi ada prosesnya," jelas Muthalib.
Menyerang Organ
Kapan seseorang disebut menderita hipertensi? Disebut hipertensi jika angka sistoliknya di atas 140, sementara angka diastoliknya di atas 90. Pokoknya, jika salah satunya di atas angka tersebut, sudah disebut hipertensi. Hipertensi bisa menimbulkan komplikasi ke organ-organ vital tubuh, contohnya ke jantung. Jantung bisa membengkak/membesar karena kerjanya menjadi berat, otot-otot jantung menebal (hipertrophy).
"Suatu ketika, karena tebal, jantung pun mengalami kelelahan, sehingga gagal memompa dengan baik. Baru berjalan sebentar sudah ngos-ngosan. Ini karena darah yang dari paru-paru mau masuk ke jantung macet karena memompanya sedikit," lanjut Muthalib. Hipertensi juga bisa memicu serangan jantung yang disebut acute myocard infark atau kerusakan otot jantung mendadak. Pembuluh darah koroner menyempit dan buntu, sehingga dinding jantung kekurangan oksigen dan sel-selnya mati (nekrosis).
Hipertensi juga bisa memicu stroke. "Biasanya, jenis stroke yang menyerang adalah jenis berbahaya yaitu stroke akibat pecahnya pembuluh darah (hemorrhagic stroke)," lanjut Muthalib. Selain itu, hipertensi pun dapat mengakibatkan kerusakan pada retina mata (retinopati hipertensi) sehingga mengakibatkan kebutaan. Dampak lainnya adalah rusaknya ginjal sehingga harus menjalani cuci darah rutin.
Stres juga bisa menyebabkan hipertensi. Tapi, biasanya memang sudah ada bakat hipertensi. Setelah stresnya diatasi, bisa membaik lagi.
Seumur Hidup
Meski lebih banyak diderita kaum laki-laki, hipertensi tidak memandang jenis kelamin. Bedanya, selama masih belum memasuki usia menopause, wanita biasanya masih terlindungi oleh hormon tubuhnya. Hormon inilah yang menjaga wanita dari "ancaman" berbagai macam keluhan dan penyakit. "Baru setelah memasuki usia menopause, biasanya mulailah muncul keluhan-keluhan," lanjutnya.
Lalu, apa yang harus dilakukan jika seseorang sudah divonis menderita hipertensi? "Yang diperlukan adalah diet dan minum obat secara teratur," jelas Muthalib. Obat-obatan yang dikonsumsi misalnya obat-obat pengencer darah atau obat penurun kolesterol. Kolesterol tidak boleh terlalu tinggi. Maka, kalau sudah berusia 50-60 tahun, hindari memakan satai kambing, garam-garaman, seafood, durian. Dan, meski sudah di atas 50 tahun dan tidak mempunyai riwayat hipertensi, pola makan harus tetap dijaga.
Menurut Muthalib, sekarang banyak yang salah kaprah. Begitu tekanan darah turun sedikit, dokter menyuruh berhenti minum obat. Akibatnya, tekanan darahnya naik lagi padahal obat tetap harus diminum secara teratur. Kalau ada penyakit yang menyertai, harus disembuhkan terlebih dulu.
Hipertensi adalah penyakit seumur hidup. Jadi, ujar Muthalib, "Penderita harus kontrol seumur hidup, bisa-bisa juga harus minum obat seumur hidup. Karenanya, pilih dokter yang tepat. Pasalnya, ada beberapa obat yang bisa mengakibatkan komplikasi semisal ke ginjal dan sebagainya. Kalau tidak yakin dengan satu dokter, jangan ragu untuk mencari second opinion ke dokter yang lebih ahli lagi," kata Muthalib.
Hasto Prianggoro
Foto-foto: Getty Images