Perlu lihat-lihat sikon dan siapa yang akan Anda ajak mengobrol ah!
"Aduh, Bu Yayuk kok mukanya pucat. Pasti tadi malam habis-habisan ya? Berapa ronde, Bu?" tanya Bu Ussie agak genit yang segera disambut oleh seorang ibu lainnya, "Pasti suaminya Bu Yayuk udah ngicipin tangkur buaya, ya. Ranjangnya sampai goyang, enggak?" Bu Yayuk menjawab bangga, "Iya dong. Malam nanti bakalan tempur lagi, deh!"
Kalau Anda mendengar percakapan yang agak "nyerempet" seperti di atas, dan Anda bukan penggemar omongan seks pasti akan tertegun dan mengernyitkan dahi sembari membatin "Aduh, rahasia ranjang kayak gitu kok diobral sih? Apa enggak ada cerita lain?"
Jangan buru-buru apriori dulu. Pada dasarnya, seks adalah naluri primitif dan alamiah yang dipunyai setiap manusia. Sebagai bagian dari naluri, seks terkadang keluar dalam bentuk verbal, yang berupa obrolan itu tadi. "Membicarakan seks, sama artinya menuntaskah hasrat dan fantasi soal seks yang terpendam," kata Jennifer L. Hillman dalam bukunya Clinical Perspectives on Elderly Sexuality. Issues in the Practice of Psychology (Springer Inc. 2006).
Senada dengan Hillman, Dr. Ferryal Loetan, ASC&T, Sp.RM, MKes., (MMR), seksolog dari RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, mengatakan manusia pada dasarnya makhluk seksual. Jadi segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas seksual pasti akan menarik untuk dibahas atau dijadikan topik, apalagi kalau ditambah dengan bumbu-bumbunya.
Bila ada yang enggan membicarakannya di depan publik lantaran norma sosiallah yang membatasinya. Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan bersama yang sering kali tidak tertulis, ditentukanlah apa saja yang dianggap etis atau tidak. Contoh, dalam kesepakatan norma tersebut muncul bahwa soal seks masih dianggap wilayah pribadi yang tidak boleh diumbar di depan umum, baik secara verbal ataupun kata-kata, apalagi dengan perbuatan.
Mengenai orang yang senang ngobrolin seks di muka umum harus dilihat dulu konteksnya. "Kalau seorang ahli yang berkompeten berbicara di muka audience yang sedang belajar ya wajar saja. Begitu pun jika seseorang bicara di depan teman-teman dekat dan pembicaraannya bisa diterima bersama. Tapi kalau bicara di depan orang yang tidak dikenal, dan dia hanya menikmati sendiri, itu namanya tidak wajar," jelasnya.
Meskipun yang dilontarkan hanya bersifat candaan, Ferryal mengingatkan agar jangan sembarangan berbicara. "Lihat dulu siapa pendengarnya, akrab atau tidak. Kalau antarteman akrab yang memang sudah terbuka dan tak keberatan mendengarkan, mungkin boleh saja. Tapi kalau tidak, ya tentu kurang pas."
Selain terkait faktor kedekatan dengan audiensi, keinginan untuk mengumbar obrolan tentang seks sebetulnya tak lepas dari kepribadian seseorang. "Orang-orang dengan kepribadian ekstrover akan lebih mudah mengatakan dan mendengarnya," ujar Ferryal. Orang-orang seperti ini lebih terbuka dan spontan. Argumentasi mereka, "Lo memang kenapa kalau saya mengobrol soal seks? Toh saya tidak mengganggu orang lain? Lagian kan cuma ngobrolin doang."
Masalahnya, tidak semua orang bisa terlibat mau mendengarkan. "Ini yang membuat perbincangan masalah seks sering dipandang sebagai hal yang tidak etis. Di satu pihak, mereka bisa menerima seks adalah bagian dari orang dewasa. Namun kalau harus diperbincangkan di muka umum, apalagi sampai mengobral rahasia ranjang, hal ini masih dianggap tabu," kata Ferryal.
Dengan bijak Ferryal kemudian memulangkan penilaian masalah ini pada pribadi masing-masing. "Kalau setuju ya silakan saja terlibat, tapi kalau tidak ya jangan lakukan. Anda bisa mengalihkannya pada topik yang lain, atau menghindar dari obrolan," sarannya.
Sebaliknya buat yang senang ngomongin seks, meski Ferryal tidak menganggapnya buruk, sarannya, sebelum Anda asyik melontarkan topik seks, Anda harus bisa membedakan di mana obrolan itu berlangsung, dengan siapa dan dalam situasi seperti apa. "Kalau pas boleh-boleh saja. Tapi kalau tidak pas ya kok lucu ya. Pintar-pintarlah 'mengerem' mulut. Untuk bisa 'mengerem' tentunya tergantung pada sifat dan kepribadian orang itu juga ya. Jadi, latar belakang seseorang sangat berperan dalam hal ini".
RISIH AH!
Bila kita tanpa sengaja terjebak dalam obrolan soal seks, terutama yang menyangkut rahasia ranjang seseorang, ada kiat-kiat yang disarankan:
* Segera menghindar
Langkah ini paling aman. Kalau memang tidak suka dengan subjek pembicaraan atau menyangkut objek seks, pergi saja menjauh. Tidak ada yang dirugikan dengan tindakan ini.
* Menegur
Budaya Indonesia masih menganggap lumrah bila ada seseorang memberi teguran untuk mereka yang kelewat batas mengumbar pembicaraan topik seks. Namun sebelum menegur, pastikan hal tersebut tidak akan merusak persahabatan Anda, sebab mungkin saja orang yang ditegur merasa tersinggung "kebebasannya" dan mencemooh Anda bersifat puritan. Tak apa sejauh ini memang menyangkut prinsip Anda. Toh, lingkungan lain yang lebih kondusif masih bisa dicari.
CERMIN TAK SUKSES DI RANJANG?
David dan Teresa Ferguson dalam bukunya More Than Married (Thomas Nelson Inc./2000) mengatakan, bergunjing soal seks (dirty talks) bukan dengan pasangannya memang dianggap kurang etis karena seperti membuka rahasia "di balik kelambu". Lagi pula, menurutnya, tidak semua orang suka membicarakan soal seks. Di Amerika Serikat sekalipun, negara yang dianggap mengusung kebebasan soal seks, bergunjing soal seks apalagi yang sifatnya mengolok-olokdianggap melanggar privasi.
Meski masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut, mereka yang suka "mengobral" kehidupan seksnya dengan cerita-cerita seru dianggap kerap melebih-lebihkan (bluffing) dari kehidupan sebenarnya. Pasangan yang juga konsultan perkawinan ini menganjurkan, untuk berhati-hati dalam bergunjing soal seks. Apalagi bila sampai kebablasan membuka rahasia ranjang. Salah-salah Anda dituding sedang cari perhatian karena kurangnya perhatian dari pasangan di rumah alias kemampuan Anda dalam "dirty talks"' tak mendapat tanggapan di rumah. Bisa-bisa orang bilang, "Kasihan deh......Yang ada hanya no action talks only."
WANITA LEBIH SERU?
Ternyata wanita lebih seru bila bergunjing soal seks. Mereka bisa "mengobral" segala canda jorok, bahkan yang menyerempet soal ranjang milik pribadi sekalipun. Menurut penelitian yang dilakukan Prof. Michael Cain dari Harvard University (2001), kata "cerewet" memang lebih identik dengan wanita dibanding pria. Ini karena dilihat dari struktur otak yang berhubungan dengan bahasa, kemampuan berbahasa wanita lebih baik dari pria. Mungkin ini juga yang menyebabkan kenapa wanita lebih sering bergosip dan pria lebih senang bicara sedikit. Kemampuan berbahasa yang "cerewet" ini pada akhirnya menyeret wanita untuk mampu bergosip sepanjang waktu. Dalam segala objek apa pun, termasuk soal seks. Bukan berarti pria tak suka bergunjing soal seks, lo. Tapi umumnya mereka lebih suka mengomentari fisik tubuh bintang film atau fantasi liar yang diimpikannya. Sangat jarang mereka mengobral tentang rahasia kehidupan seksnya sendiri. Apalagi kehidupan seks bersama istri.
Saat mengobrol soal seks, wanita lebih suka menggunjingkannya dengan sesama wanita. Semakin seru, semakin asyik. Coba perhatikan, jika ada pria menyelinap di antara mereka, pasti obrolan itu langsung berhenti atau berganti topik. Malukah wanita? Ini bukan berkaitan dengan soal etis maupun tidak etis. Tapi pada wanita, seperti halnya pada pria, bergunjing soal seks di saat ada lawan jenis sama saja dengan membuka rahasia pribadi kepada lawan jenis. Pada umumnya, baik pria maupun wanita, lebih suka membicarakan soal seks dengan sesama jenisnya karena dianggap lebih aman tanpa tudingan menjadi "sex maniac"atau "sexaholic". Mereka malu dianggap oleh lawan jenisnya sebagai orang yang tergila-gila pada urusan seks ataupun mendewakan seks.
Menurut Ferryal, sebenarnya wanita dan pria sama saja. Maksudnya, sama-sama suka bergunjing. Tentunya tergantung dari seberapa dekat hubungan pertemanan di antara yang terlibat dalam pembicaraan tersebut.
Santi Hartono