Si Kecil Tak Bisa Bangun Pagi

By nova.id, Senin, 22 November 2010 | 17:01 WIB
Si Kecil Tak Bisa Bangun Pagi (nova.id)

Padahal tak lama lagi ia akan masuk "sekolah". Bisa-bisa setiap pagi terjadi "perang" di rumah. Nah, bagaimana menyiasatinya?

Duh, susahnya membangunkan si kecil. Padahal, tak lama lagi ia akan masuk "sekolah". Jikapun ia beranjak juga dari tempat tidur -dengan mata setengah terbuka-, bukannya langsung masuk ke kamar mandi, malah berhenti di depan sofa dan melanjutkan tidurnya.

Kalau saja "sekolah" baru dimulai beberapa bulan lagi, mungkin perilaku si kecil yang demikian masih bisa kita tolerir. Toh, masih cukup banyak waktu untuk si kecil belajar bangun pagi, sehingga kita tak perlu tergesa-gesa melatihnya. Masalahnya, "sekolah" sudah di ambang pintu. Kalau enggak dari sekarang dilatih, apa jadinya nanti begitu tiba saat masuk "sekolah"? Belum lagi kalau kita juga harus berangkat ke kantor. Sementara hari makin meninggi dan si kecil belum juga bangun, bisa-bisa tiap pagi terjadi "perang" di rumah kita. Runyam, kan?

KARENA TAK DIBIASAKAN

Masalah anak tak bisa bangun pagi, terang Rahmitha P. Soendjojo, tak bisa dilepaskan dari ritme tidurnya. "Kita harus lihat kebiasaan sebelumnya, jam berapa ia tidur malam dan bagaimana pula tidur siangnya? Apakah tidurnya larut, apakah kegiatan siangnya terlalu capai sehingga anak jadi susah tidur dan susah bangunnya?" Soalnya, masalah bangun pagi hanyalah masalah kebiasaan. Jadi, anak sebenarnya bisa bangun pagi asalkan dibiasakan. Dengan begitu, ritme tubuhnya juga akan selalu mengatur seperti itu. Jangan lupa, anak sedang dalam proses belajar. "Ia tak punya keterampilan dan pengalaman untuk bangun pagi. Jadi, kalau ia tak diajarkan untuk kapan bangun pagi, kapan tidur malam, dan kapan tidur siang, maka ia tak akan punya keterampilan untuk menata kesehariannya," lanjut Mitha, panggilan akrab psikolog pada DIA-YKAI, Jakarta, ini.

Dalam bahasa lain, bisa-tidaknya anak bangun pagi tergantung dari kebiasaan yang ditanamkan secara konsisten oleh orang tua, bukan karena kebutuhan tidurnya memang demikian. Kebutuhan tidur akan berkurang sejalan bertambahnya usia. Di usia bayi, misalnya, anak bisa tidur 5 hingga 6 kali sehari. Bayi hanya terbangun bila ia merasa lapar. Tapi di usia batita, anak biasanya tidur siang hanya sekali. Semakin besar dan beranjak remaja, ia hanya tidur malam. Lama tidur malam pun akan semakin berkurang. Anak prasekolah biasanya butuh 12 jam tidur dalam sehari. "Tapi tentu setiap anak punya kekhasannya sendiri," ujar Mitha.

Artinya, walaupun sama-sama prasekolah, namun kebutuhan tidur masing-masing anak akan berbeda-beda. Ada anak yang cukup tidur dengan 10 jam, ada pula yang baru cukup jika tidurnya mencapai 14 jam. Begitu pula kebiasaan tidur siang. Ada yang hanya tidur siang sebentar saja, namun efeknya bisa membuat si anak sampai jam 11 malam masih melek. Sebaliknya, ada anak yang sepanjang sore sudah tidur, jam 7 malam pun sudah tidur lagi. Nah, pada anak yang bangunnya siang, menurut Mitha, biasanya mempunyai jam tidur siang yang lambat pula. Akibatnya, tidur malamnya pun jadi larut.

TIDUR MALAM DIPERDINI

Bila anak tak bisa bangun pagi lantaran tidur siangnya lambat sehingga tidur malamnya jadi larut, berarti kita harus reschedule lagi. Saran Mitha, bangunkan ia lebih dini dari biasanya saat tidur siang. "Tentu dilakukannya secara bertahap. Misalnya, 15 menit lebih dini setiap hari, hingga ia bisa mencapai waktu yang tepat." Seiring dengan itu, jadwal tidur malam dan bangun paginya juga harus diperdini. Misalnya, jam 8 malam sudah harus di tempat tidur. Pokoknya, pada jam 8 malam, anak sudah dipakaikan baju tidurnya, cuci kaki dan gosok gigi, sudah minum susu hangat, lalu bacakan buku cerita. Jika saat pertama ia tak bisa tidur dan tetap ingin bermain, tak jadi masalah.

Yang penting, ia harus selalu dibuatkan jam tubuhnya bahwa jam 8 adalah waktu tidur. Lama-lama ritme tubuhnya pun akan terbentuk, pada jam 8 ia pasti tidur dan ia akan bangun jam 6 pagi. Bahkan untuk keluarga muslim akan bangun lebih pagi lagi demi membiasakannya salat subuh. Tentu saja, kala pertama kali jadwal tersebut diterapkan, akan mengalami berbagai kendala; dari anak jadi mudah rewel hingga mengamuk.

Tak apa-apa. Toh, kalau tubuhnya sudah bisa menyesuaikan diri dengan jadwal barunya, maka kendala ini pun tak akan terjadi lagi. Tubuh anak juga tak akan menderita sesuatu kalau kita hanya sekadar mengubah jam tidur tanpa mengurangi jumlahnya. Sejauh tubuhnya dapat berfungsi baik dengan jumlah tidur yang dimilikinya, berarti jumlah tidurnya cukup. Jadi, tak usah khawatir untuk mengubah jadwal tidurnya. Tapi mengubahnya dilakukan jauh-jauh hari sebelum anak masuk "sekolah", ya; minimal 2 minggu sebelumnya. Dengan begitu, kala tiba saat masuk "sekolah", ia pun sudah bisa bangun pagi. Jadi, tak ada lagi "perang" di pagi hari antara orang tua dan anak.

ORANG TUA BANGUN LEBIH PAGI