Kok, Ayah dan Bunda Berpisah, Sih?

By nova.id, Kamis, 28 Oktober 2010 | 17:36 WIB
Kok Ayah dan Bunda Berpisah Sih (nova.id)

? Jangan ingkar janji. Kalau memang pernah berjanji untuk tetap selalu bertemu anak setelah perceraian, penuhi itu. Ini akan membangun rasa percaya anak pada orangtua. Ingat, tidak ada yang namanya bekas anak atau bekas orangtua.

? Sebisa mungkin lebih terlibat dengan kegiatan anak, serta memberi dukungan yang dibutuhkan anak. Misalnya, jika sebelumnya anak biasa dijemput sekolah, tetap lakukan itu setelah bercerai.

? Bantu anak untuk mengungkapkan perasaan mereka secara positif. Anak sudah cukup menderita karena perceraian orangtuanya, jadi jangan tambah beban mereka dengan menentang mereka. Misalnya, menganggap anak memihak pihak lain, dan kemudian menyalahkan anak. Rasa marah, tak setuju, kecewa, itu merupakan proses anak dalam menghadapi perceraian orangtua.

? Jika perlu, libatkan pihak ketiga dalam masa transisi. Bisa juga  berkonsultasi dengan orang yang memang profesional untuk masalah perceraian.

Dampak Beragam

Dampak negatif perceraian bagi anak bisa beragam, tergantung usia anak, jenis kelamin, kematangan kepribadian, kesehatan psikologis, serta ada-tidaknya dukungan dari orang dewasa lainnya. Beberapa dampak negatif tersebut antara lain:

? Marah pada diri sendiri, marah pada lingkungan, membangkang, tidak sabaran, impulsif, dan sebagainya.

? Merasa bersalah dan menganggap dirinya sebagai biang keladi atau penyebab perceraian orangtuanya. Apalagi jika dalam proses selanjutnya, terjadi perebutan anak antara suami-istri. Anak jadi bingung, harus ikut ayah atau ibunya.

? Anak jadi apatis, menarik diri, atau sebaliknya, mungkin kelihatan tidak terpengaruh oleh perceraian orangtuanya. Orangtua harus  hati-hati melihat, apakah ini memang reaksi yang wajar, karena dia sudah secara matang bisa menerima hal itu, atau hanya pura-pura.

? Tidak pede dan takut menjalin kedekatan (intimacy) dengan lawan jenis. Setelah dewasa, anak cenderung tidak berani untuk berkomitmen pada suatu hubungan.

? Self esteem alias rasa percaya diri anak menjadi turun. Jika self esteem-nya sangat rendah dan rasa bersalahnya sangat besar, anak bisa dendam pada orangtuanya, terlibat hal-hal negatif yang ekstrim, dan muncul pikiran untuk bunuh diri.

? Anak  tak lagi percaya pada orangtua, atau sebaliknya, terlalu mengidentifikasi salah satu orangtua. Misalnya, anak sangat kasihan pada salah satu pihak. Apalagi jika anak sudah besar dan punya keinginan untuk menyelamatkan perkawinan orangtuanya tapi tidak berhasil. Ia akan merasa sangat menyesal, merasa omongannya tak digubris, diabaikan, dan merasa bukan bagian penting dari kehidupan orangtuanya.

Hasto Prianggoro/berbagai sumber