Si Sulit Gampang "Meledak-Ledak"

By nova.id, Rabu, 29 September 2010 | 17:15 WIB
Si Sulit Gampang Meledak Ledak (nova.id)

Temperamennya ini sudah dibawa sejak lahir. Bukan berarti si kecil selamanya akan jadi anak sulit. Kita bisa, kok, mengubahnya agar ia berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Para ahli sepakat, setiap anak lahir dengan temperamen yang sudah ditentukan. Jadi, temperamen lebih disebabkan faktor bawaan. Ada 3 klasifikasi temperamen anak yang dibawa sejak lahir, yaitu anak yang difficult (sukar), easy (mudah), dan slow to warm up (lambat). Perbedaan ketiga klasifikasi ini didasarkan pada 9 karakteristik, yaitu tingkat aktivitas motorik, respon terhadap stimulus baru, kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan, sensitivitas terhadap stimulus, intensitas reaksi yang muncul, keteraturan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari semisal makan dan tidur, mood secara umum, jangkauan perhatian dan ketekunannya, serta seberapa mudah perhatiannya beralih.

Dengan demikian, di usia batita ini, temperamen anak merupakan pengembangan dari temperamennya semasa bayi. "Seberapa pun besarnya pengaruh lingkungan, temperamen yang dibawa anak sejak lahir akan tetap kuat mewarnai kepribadiannya di usia ini," tutur Dra. Farida Kurniawati. Jadi, kalau selagi bayi si kecil termasuk anak yang sulit, misalnya, maka di usia ini pun kecenderungannya akan sulit juga. Begitu pula bila semasa bayi ia bertemparamen mudah/lambat, kecenderungan di usia selanjutnya juga akan mudah/lambat.

TIDURNYA SEMAU GUE

Jadi, Bu-Pak, sebenarnya kita sudah bisa mengenali temperamen si kecil di usia ini. Apalagi jika sejak bayi kita sudah bisa mengobservasinya dengan baik. Berdasarkan kesembilan karakteristik di atas, tutur Farida, anak yang mudah ditandai dengan kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan. "Ia juga bisa mengembangkan suatu pendekatan yang tepat terhadap situasi baru dan lebih fleksibel."

Adaptasinya terhadap pola asuh orang tua akan lebih baik. Kalaupun ia mendapat orang tua yang pola asuhnya cenderung otoriter atau permisif, pengaruhnya tak akan sebesar pada anak yang sulit. "Ia bisa lebih adaptable, lebih bisa memberikan toleransi yang baik karena basic-nya memang memungkinkannya untuk itu." Pada anak yang lambat, "mood atau respon emosional yang ditampilkan tak seekstrem anak sulit. Misalnya, marah seperti pada anak sulit. Hanya saja, kemampuan adaptasinya agak lambat sehingga perlu support dan kesabaran orang tua. Akan lebih baik bila pola asuhnya agak lebih demokratis," lanjut psikolog dari Fakultas Psikologi UI ini.

Anak yang sulit bisa dikenali dari tidurnya yang semau gue dan jadwal makannya yang tak teratur, misalnya. "Berbeda dengan anak mudah yang ritme tidur dan makannya lebih teratur." Reaksi terhadap kekecewaan pada anak sulit juga bisa begitu negatif. Bila keinginannya tak terpenuhi, ia mudah sekali mencetuskan emosi marahnya walaupun sudah diberi pengertian atau pemahaman. Atau, dalam toilet training, kapanpun ia mau BAB/BAK, ia akan langsung melakukannya di tempat, entah di belakang pintu, di halaman, dan sebagainya. Padahal, sebelumnya sudah diberi pengertian.

General mood atau kecenderungan-kecenderungan emosi secara umum juga bisa dipakai untuk mengenali temperamen si sulit. "Ia cenderung menampilkan reaksi-reaksi negatif, sementara emosi anak yang mudah lebih sesuai dengan tuntutan situasi." Anak yang sulit juga cenderung berlebihan dalam mengungkapkan reaksi emosionalnya; bisa jadi negatif atau kalau lagi senang tak proporsional. Kemampuan beradaptasi anak mudah juga akan membuatnya lebih ramah, lebih mudah berempati sama orang, dan sensitif terhadap bahasa nonverbal.

"Bila ada orang yang dewasa nggak suka, ia akan lebih merasa, 'Jangan-jangan aku salah.' Misalnya, lewat pandangan mata. Orang tua cuma melotot atau memalingkan muka, anak sudah paham." Tak demikian halnya dengan anak sulit, dimarahi pun ia cuek saja. Pada anak mudah, attention span dan persistence atau kemampuan memusatkan perhatian dan ketekunan bermain atau beraktivitasnya juga jauh lebih baik dari anak sulit.

"Ia lebih bisa konsentrasi, sementara anak sulit cenderung gampang teralihkan perhatiannya." Anak yang sulit juga lebih susah diberi batasan-batasan tentang apa yang boleh dan tak boleh. Kita pun bisa mengenali temperamen si kecil melalui sensorimotornya ketika ia tengah eksplorasi. Misalnya, anak pegang sana-sini. Nah, pada anak normal, aktivitas motorik dan perhatiannya akan lebih terarah. Tapi kalau anak sulit, mungkin ia memegang barang atau sesuatu cuma sekadar sambil lalu, bukan karena ia memang berminat.

TERGANTUNG POLA ASUH

Tapi, Bu-Pak, bukan berarti si kecil yang sulit akan selamanya tetap menjadi anak sulit atau si lambat akan lambat terus dan si mudah akan selamanya mudah. Karena dalam perkembangannya, seperti dikatakan Farida, temperamen anak dipengaruhi pula oleh pola asuh dan reaksi lingkungan. Nah, pada usia batita, karena anak umumnya belum begitu banyak bersosialisasi, maka perkembangan temperamennya lebih terpulang kepada pola asuh orang tua atau orang yang menggantikan peran orang tua baginya.