Bayi Tak Perlu "Sekolah"

By nova.id, Minggu, 26 September 2010 | 17:30 WIB
Bayi Tak Perlu Sekolah (nova.id)

Stimulasi sejak dini memang diperlukan, tapi bukan berarti bayi harus masuk ke "sekolah". Kasihan, lo, karena "sekolah" terlalu berat baginya.

"Ih, serem, ya, bila membayangkan persaingan yang ketat di era globalisasi nanti. Bayangin, anak-anak kita bukan hanya harus bertarung dengan sebangsanya saja, tapi juga dari berbagai bangsa. Jadi bila enggak disiapkan sedini mungkin, takutnya nanti dia malah ketinggalan dari teman-temannya," tutur Ny. Hanna memberikan alasan mengapa bayinya yang masih berusia 6 bulan di"sekolah"kan.

Kekhawatiran seperti yang dimiliki Ny. Hanna memang dapat dimaklumi karena dalam menghadapi era sekarang, persaingan jelas makin besar ketimbang tahun-tahun zaman Bapak dan Ibu selagi muda dulu. Jadi, tak ada salahnya bila anak disiapkan sejak dini. Apalagi, kata Masaru Ibuka, pengarang buku Kindegarten is too late, pendidikan sangat dini tak akan membuat anak normal menjadi genius, tapi dapat membuat anak jadi lebih sehat. Maksudnya, sehat jasmani maupun mental, serta menjadi lebih cerdas dan berbudaya. "Tapi, bukan berarti sejak bayi juga perlu di'sekolah'kan, lo," ujar dra. Betty DK.

Zakianto, Msi.. Kalau bayi sampai di"sekolah"kan, menurut dosen pada jurusan Psikologi Pendidikan, Fakultas Psikologi UI ini, tampaknya lebih pada kekhawatiran orang tua saja. "Memang, sebagai manusia yang hidup di negara berkembang, bisa saja kita khawatir kalau-kalau kita belum siap menghadapi era globalisasi. Namun bukan berarti si bayi pun harus sudah dimasukkan ke 'sekolah'. Kasihan, kan," tuturnya.

TERLALU BERAT

Menurut Betty, semua stimulasi sebenarnya bisa dilakukan di rumah oleh orang tua, tak perlu harus di "sekolah". Jadi, Bapak dan Ibu juga bisa, kok, bila mau mengenalkan konsep matematika pada si kecil yang berusia 6 atau 8 bulan, misalnya. Caranya, bisa dengan permainan yang pas untuk usia tersebut. Entah dengan cara menyusun balok, puzzle sederhana, ataupun mainan cincin.

"Dengan menstimulasi bayi untuk memasukkan cincin dari yang berukuran besar ke kecil, misalnya, ia akan belajar konsep besar dan kecil. Jadi, tanpa melalui suatu lembaga resmi pun, stimulasi di rumah tetap bisa berjalan efektif." Alasan lain yang dikemukakan Betty, "masuk 'sekolah' terlalu berat bagi bayi karena kesiapannya untuk belajar masih lambat dan untuk memahami sesuatu pun belum cepat." Nah, bila di "sekolah", bayi mendapat ilmu pengetahuan atau suatu pemahaman, ia tentu belum dapat melakukannya karena proses pemahaman atau kemampuan belajarnya belum terbentuk dengan baik. Jadi, walaupun mungkin tak akan sia-sia jika bayi di"sekolah"kan, namun Bapak-Ibu jangan terlalu berharap si kecil akan mendapat sesuatu.

Disamping itu, perkembangan pada masa bayi juga berbeda. Bayi usia 2 atau 3 bulan, misalnya, perbedaannya tampak sekali, lo. Lain halnya pada anak usia sekolah, misalnya, 6 atau 7 tahun, hampir tak dijumpai perbedaan perkembangan. Di bawah usia setahun, terang Betty, setiap tahap usia punya keunikan masing-masing. "Bayi yang berusia 5 bulan lewat seminggu akan berbeda, lo, dengan yang usia 5 bulan pas. Jadi, apa mungkin bayi diberikan stimulasi yang sama?" Belum lagi frekuensi masuk ke "sekolah"nya juga jarang. Umumnya, hanya seminggu sekali dan setiap kali kehadiran hanya satu jam. "Itu, kan, sama saja enggak efektif," tukas Betty.

Pasalnya, menstimulasi dini atau memberikan suatu program bagi anak akan berjalan baik bila program itu diberikan secara terus-menerus. Terlebih lagi bila program ini hanya dilakukan kala di "sekolah" saja dan di rumah tak diulang kembali, ya, berarti sia-sia saja. Hal ini, terang Betty, hampir sama dengan pengajaran bahasa Inggris. "Banyak orang bertanya kepada saya, perlu enggak, sih, bahasa Inggris diajarkan sejak dini. Saya katakan, boleh saja dan itu baik sekali karena anak lafalnya masih bagus untuk mengenal bahasa kedua.

Namun, mengenai efektif tidaknya, ya, itu terserah penerapannya. Kalau anak di rumah pakai bahasa Indonesia atau bahasa Jawa terus, maka pengajaran bahasa Inggris itu akan sia-sia juga," tuturnya. Jadi, Bu-Pak, bila memang tak efektif, mengapa pula si kecil harus di"sekolah"kan?

SEKOLAH BAGI PENGASUHAN

Lain cerita bila "sekolah" tersebut diciptakan sebagai wadah bagi orang tua atau pengasuh untuk belajar karena mereka akan memperoleh pelajaran mengenai, misalnya, bagaimana menghadapi bayi usia 6 bulan. Bila demikian, Betty juga setuju. "Kalau 'sekolah'nya diperuntukkan bagi babysitter atau pengasuh bayi, ya, boleh-boleh saja karena ini, kan, semacam pendelegasian dari orang tua," katanya. Tapi, bukan berarti Bapak-Ibu lantas lepas tangan, lo.