Duh, Si Dia Masih Suka Keluyuran

By nova.id, Senin, 23 Maret 2009 | 10:07 WIB
Duh Si Dia Masih Suka Keluyuran (nova.id)

Duh Si Dia Masih Suka Keluyuran (nova.id)

""

Sejak masih pacaran, Linda dan Arman selalu kompak. Di mana ada Arman, di situ pasti ada Linda. Bahkan semua teman Arman mengenal Linda, begitu pun sebaliknya, Mereka kerap hang out atau dugem bersama. Namun, kekompakan Linda dan Arman perlahan mulai memudar. Pasalnya, setelah menikah, Linda ingin Arman lebih sering berada di rumah daripada menghabiskan lebih banyak waktunya untuk hang out bersama teman-temannya.

Awalnya Linda masih membiarkan saja sikap Arman yang masih suka mampir ke kafe sepulang bekerja. Tetapi lama-lama Linda sebal juga melihat suaminya selalu terlambat sampai di rumah. "Kami sudah berumah tangga, saya ingin Arman lebih banyak meluangkan waktunya untuk keluarga, bukan lagi bersama teman-temannya," begitu harap Linda. Hmm, Anda punya pengalaman seperti Linda?

Ya, sejatinya pernikahan adalah lembaga formal yang mengikat dua individu untuk hidup bersama. Namun, jangan berharap setelah pernikahan berlangsung segala sesuatunya akan terus seiring sejalan, tanpa menimbulkan perbedaan. Justru perbedaan akan makin terlihat, yang kadang berujung dengan pertengkaran.

"Meskipun banyak terdapat perbedaan, tapi kalau masih ada kecocokan, sebuah pernikahan akan berjalan lancar. Misalnya, suami pendiam tapi pasangannya banyak omong. Atau, istrinya pemalu tapi pasangannya berani tampil. Ternyata pasangan ini bisa, kok, menjadi cocok," ujar Zahrasari Lukita Dewi, Psi., M.Si, yang akrab disapa Aya.

Memang, bagi yang belum menikah, keinginan untuk memasuki lembaga ini menjadi cita-cita. Akan tetapi, begitu mulai memasukinya, justru tak sedikit yang ingin ke luar dari lembaga ini. "Pada setiap pasangan pasti selalu ada konflik. Di sinilah pentingnya mengatasi konflik agar mampu bertahan. Harga perkawinan seharusnya lebih mahal daripada harga konflik. Jadi, jangan sampai mengabaikan perkawinan hanya karena konflik," tegas Aya.

Oleh sebab itu, untuk bisa mengerti pasangannya, haruslah melalui proses panjang. Seperti yang dialami Linda dan Arman, keduanya pasti bisa saling mengerti bila keduanya mau menyelesaikan konflik dan bertahan untuk menyelamatkan rumah tangganya. Misalnya, Linda mau bersabar memberi pemahaman kepada Arman, dan sebaliknya Arman pun mau mengubah sikapnya demi keharmonisan rumah tangganya.

Ingat Peran & Kewajiban

Ketika mengikatkan diri kepada seseorang, sebaiknya memang harus cukup mengenal pribadi satu sama lain melalui proses. Namun, kecocokan tak bisa terjadi hanya dalam sekejap, melainkan butuh waktu, bahkan sampai bertahun-tahun lamanya.

Dengan melewati proses, seseorang akan semakin menampilkan diri apa adanya. Meskipun sejak pacaran amat sangat kompak, setelah menikah kondisi itu bisa saja berubah. Misalnya, ketika masih pacaran pasangannya selalu royal, tetapi setelah menikah ia berubah menjadi sangat pelit. Itulah pernikahan.

Masing-masing orang harus siap menerima perubahan atau perbedaan yang terjadi di awal masa pernikahan. Begitu pula dengan kebiasaan yang melekat pada diri masing-masing. Kendati sudah berusaha ditutup-tutupi dan selalu jaga imej, tetap saja akan ketahuan.

Nah, bila masalahnya adalah pasangan masih suka keluyuran atau nongkrong berjam-jam lamanya dengan teman-temannya, menurut Aya, setiap pasangan haruslah mampu menyeimbangkan kehidupannya. Setiap individu punya berbagai macam peran: sebagai kepala keluarga, istri, anak, orangtua, karyawan, atau peran sosial lainnya.

Peran sosial ini terjadi ketika seseorang masuk ke dalam interaksi sosial, baik formal maupun informal. Misalnya masuk organisasi, klub, atau sekadar nongkrong bersama teman-teman.

"Itu merupakan kebutuhan setiap orang. Tetapi ingat, berapa banyak, sih, kebutuhan akan itu? Sebaiknya memang seimbang dengan kebutuhan lainnya. Apalagi bila statusnya sudah berkeluarga, dalam arti punya tanggung jawab dan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pasangannya juga."

Memang tak ada salahnya memenuhi kebutuhan Si Dia untuk tetap bersosialisasi, asalkan ia tetap ingat tanggung jawabnya. Pasangan punya hak untuk bergaul, tapi ia juga harus tetap memenuhi kewajibannya dalam menjaga harmoni rumah tangganya.

Setiap pasangan, lanjut Aya, pasti memiliki kebiasaan berbeda. Ada yang senang bergaul, ada juga yang senang berdiam diri di rumah. Lalu, bagaimana mengatasi konflik ini?

Lagi-lagi dengan komunikasi, juga saling mengenal kelebihan dan kelemahan masing-masing. Memang sangat penting mengenal pribadi pasangan. Saran Aya, jangan anggap kebiasaan bergaul Si Dia sebagai masalah besar. Melainkan, mulailah mengerti kondisi pasangan dengan melihat bersama siapa saja ia selama di luar rumah. Selanjutnya, komunikasi adalah jalan yang terbaik.