Jadi Pemberani Karena Ayah

By nova.id, Kamis, 26 Agustus 2010 | 17:05 WIB
Jadi Pemberani Karena Ayah (nova.id)

Ayah, berilah perhatian pada bayi. Peran Anda sangat besar untuk membentuk bayi menjadi pemberani dan mandiri.

Selama ini banyak orang berpendapat, ibulah yang paling memegang peranan penting dalam tumbuh kembang bayi. Memang, sih, pendapat itu tak salah, karena ibulah yang paling banyak terlibat pada perkembangan bayinya. Ibu yang mengandung, merasakan perubahan fisiologis dan anatomis saat hamil hingga melahirkan.

Jadi, tak salah bila ibu punya peranan penting. Tapi bukan berarti ayah tak punya peranan, lo. Bukankah si kecil merupakan hasil "kerja sama" berdua? Oleh karena itu, secara emosional, ayah pun terlibat dalam tumbuh kembang bayi. Lagi pula, bukankah suami dan istri adalah mitra sejajar? Jadi, ayah dan ibu sebenarnya juga mitra sejajar dalam tumbuh kembang anak. Terlebih lagi, seperti dikatakan Lidia Hidajat, MPH, usia 0-1 tahun merupakan masa penting untuk tumbuh kembang anak. "Ayah dapat berperan besar dalam segi emosional, intelektual, sosialisasi, hingga pembentukan self esteem bayi," jelas piskolog dari Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta ini.

DASAR RASA PERCAYA

Dari segi emosional, ayah sangat memegang peranan untuk pembentukan basic trust (dasar rasa percaya) bayi. Menurut Erik H. Erikson, tokoh psikologi perkembangan, pada awal-awal kehidupan bayi harus terbentuk basic trust. Kehangatan dan kasih sayang yang didapat bayi akan mempengaruhi apakah nantinya ia akan percaya dengan seseorang atau tidak. Bukankah bayi sangat peka?

Jika ia merasa seseorang tak sepenuh hati menyayanginya, ia enggak bakalan mau digendong orang itu. Jadi, bila pada usia 0-1 tahun tak dapat terbentuk basic trust, setelah dewasa kelak dikhawatirkan ia tak akan percaya dengan orang lain, gampang curiga, dan tak mudah bersosialisasi. "Ada beberapa orang seperti ini yang memang sulit untuk menjalin relasi. Setiap bertemu dengan seseorang, ia akan mikir-mikir, 'Aku aman enggak, ya, sama orang ini'," tutur Lidia. Tentu saja, diakui Lidia, pembentukan basic trust bukan 100 persen hanya dipengaruhi oleh ayah. "Faktor lain seperti ibu dan lingkungan juga berperan."

Namun dalam pemberian basic trust yang pertama ini, ayahlah yang berperan cukup besar. Penting diketahui, basic trust tak bersifat sementara, tapi juga jangka panjang, apakah dengan ayahnya ia menaruh kepercayaan atau tidak. Selain itu, jelas Lidia, adanya ikatan batin antara ayah dengan bayi juga tergantung dari kontak antar mereka. "Itulah mengapa usia 0 sampai 1 tahun ini merupakan saat kritis untuk bayi," ujarnya.

LEWAT BERMAIN

Ayah juga punya peran besar dalam pembentukan intelektual bayi. Malah ada yang mengatakan, peran ayah lebih besar ketimbang peran ibu. Bukankah peran ibu biasanya berkaitan dalam pemenuhan kebutuhan caring dan loving pada bayi? Tapi apakah si bayi nanti menjadi orang yang pemberani menghadapi masalah atau memiliki problem solving yang bagus, "biasanya ayahlah yang meletakkan dasar pertama untuk itu," ujar Lidia.

Memang, bayi belum bisa berbicara, tapi ia bisa mengamati, lo. Bila sejak bayi sudah terbiasa melihat ayahnya melakukan sesuatu untuk mengatasi masalah-masalah di rumah, ia akan tahu bahwa ayahnya memiliki sifat kreatif. Kelak, ia dan ayahnya akan membetulkan mainan yang rusak secara bersama-sama, misalnya. "Jadi, tak salah bila sebagian orang percaya bahwa ayahlah yang meletakkan dasar dalam urusan intelektual, problem solving, dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah kognitif anak." Namun cara pembentukan intelektualnya tak sama seperti memberi pelajaran pada anak usia batita atau prasekolah, karena bayi belum bisa berbicara.

Nah, bagaimana caranya? Tak lain dengan bermain. Bentuk permainannya bisa apa saja. "Pada umumnya permainan dari seorang ayah bersifat lebih menantang, eksperimentatif, dan kesannya agak kasar," jelas Lidia. Beda dengan ibu, biasanya lebih memilih cara bermain yang aman, seperti menggambar atau lainnya. "Para bapak kalau bermain dengan anaknya, kan, lempar sana-lempar sini, dijungkir balik atau dibolak-balik ke sana ke mari. Kadang ibu yang melihatnya sampai ketakutan sendiri, sementara si bayi malah ketawa-ketawa saja karena ia merasa senang," lanjutnya.

Menurut Lidia, permainan "kasar" itulah yang malah akan membentuk rasa aman pada bayi. "Walaupun bayi belum dapat berbicara, ia sudah merasa bahwa itu merupakan suatu permainan yang menantang, namun ia tetap aman dan terlindungi di tangan ayahnya yang kekar." Bayi pun sudah bisa membedakan, lo, bahwa di tangan sang ibu yang lembut, ia bisa bermanja-manja; sedangkan di tangan ayahnya, ia akan mendapatkan permainan yang adventure. Nah, dari sini akan terbentuk rasa aman pada bayi yang akan dibawa sampai dewasa, sehingga relasi antara ia dan ayahnya akan baik. "Setidaknya, ia akan merasa aman dengan ayahnya."