Tuberculosis Pada Anak

By nova.id, Selasa, 27 Juli 2010 | 01:29 WIB
Tuberculosis Pada Anak (nova.id)

Gejalanya berbeda dengan yang terjadi pada orang dewasa. Batuk bukanlah ciri utama gejalanya.

"Saya agak was-was dengan kondisi anak saya. Belakangan ini badannya sering panas. Memang sembuh setelah diobati, tapi tak lama kemudian timbul lagi. Selain itu, ia pun tampak selalu lesu dan berat badannya tak naik-naik," keluh Ibu Ima.

Ibu Ima tak mau menunggu lagi, ia segera membawa si kecil ke dokter. Hasil diagnosa dokter menunjukkan bahwa buah hatinya terkena tuberculosis (TB/TBC).

Bagaimana bisa sampai terjadi TB pada anak? Mari ikuti penjelasan Dr. Nastiti N. Rahajoe, Sp.A (K).  

GEJALA UMUM

Penyakit TB ini disebabkan basil tuberculosis yang disebut Mycobacterium tuberculosis. "TB, terutama pada anak merupakan penyakit yang didapat atau ditularkan dari orang dewasa," jelas Kepala Sub. Bag. Pulmonologi bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI ini.

Gejala utama adanya TB pada anak yang harus dicurigai adalah panas badan atau demam yang berkepanjangan. Dan tidak juga turun kendati sudah diobati oleh berbagai macam obat penurun panas. Misalnya, satu bulan demam tinggi dan adakalanya tak terlalu tinggi. Biasanya suhu tubuh berkisar antara 38-39 derajat celcius. Rata-rata stabil dengan suhu 38 derajat celcius (subfebril).

Kemudian nafsu makan anak akan berkurang, sehingga berat badan tak mau naik-naik kendati sudah menkonsumsi makanan bergizi. Bahkan, berat badan cenderung turun. Anak tampak kurus, lesu dan tak bergairah.

Adakalanya dibarengi batuk. Tetapi, tandas Nastiti, batuk bukan merupakan gejala utama TB pada anak. "Kalau pada orang dewasa, kan, justru muncul batuk yang berkepanjangan." Bisa juga timbul gejala lainnya seperti adanya diare yang kronik. Walau diare ini tak tergolong berat, tapi berlangsung terus menerus, dan tak bisa diobati dengan obat diare biasa.

MENYEBAR KE SELURUH TUBUH

Umumnya TB pada orang dewasa (TB post primer) terlokalisir di paru-paru. Hal ini disebabkan karena tubuh orang dewasa telah memiliki kekebalan, sehingga basil TB yang masuk hanya terlokalisir di paru-paru saja.

"Sedangkan yang terjadi pada anak-anak, selain di paru-paru, juga terdapat penyebaran ke seluruh tubuh," terang Nastiti, yang juga menjabat Ketua Sub Komite Ahli DepKes dalam Gerakan Terpadu Nasional TB. Hal ini terjadi karena belum ada kekebalan alami dari tubuh, saat basil TB jenis primer masuk ke paru-paru. "Akibatnya, basil ini tidak tinggal diam di paru-paru saja. Tetapi akan menyebar melalui saluran limpa ke kelenjar dan masuk ke aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh." Sehingga terkadang ditemui adanya TB tulang, TB hati dan limfa, TB selaput otak atau meningitis.

Yang penting diketahui, tandas Nastiti, penularan penyakit TB selalu melalui udara. "Pertama kali masuk ke paru-paru, berkembang biak lalu masuk ke aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh."

Pada anak, lanjutnya, penyakit TB biasanya ditularkan dari orang dewasa. Orang dewasa pengidap TB yang batuk akan mengeluarkan basil tuberculosis. Sehingga partikel kecil-kecil (di bawah 10 micron) yang mengandung basil tersebut bisa beterbangan lama di udara. Dan udara inilah yang terhirup oleh anak.

Jadi, bila di rumah atau di sekitar rumah terdapat pengidap TB, orang tua harus waspada karena dikhawatirkan anaknya akan tertular. Terlebih bila udara dalam rumah kurang, tak ada ventilasi dan kurangnya sirkulasi udara, tak ada sinar matahari, di perumahan yang padat, karena tempat-tempat seperti itu nyaman untuk hidup dan berkembangnya basil tuberculosis.

BISA SEJAK BAYI

Kendati demikian, tidak berarti anak harus diisolir dari lingkungannya. Karena, jelas Nastiti, anak pengidap TB tidak akan menularkan penyakitnya pada lingkungannya. Disamping itu, tandas Nastiti, "tak semua anak yang kemasukan atau terinfeksi basil TB akan sakit TB." Hal tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh anak dan virulensi/keganasan basil TB-nya. Juga dari dosisnya, misalnya kalau pengidap TB seringkali batuk dalam suatu ruangan, maka kuman yang ada pun bisa banyak. "Sehingga bisa mengalahkan daya tahan tubuh anak meskipun kecukupan gizi anak tersebut baik," ujar Nastiti.

Bisa juga terjadi basil TB itu mati atau hanya bersarang di dalam tubuh. Jadi, basil tersebut hidup di dalam tubuh, tetapi tak aktif dan tak mengganggu. Nah, begitu anak beranjak dewasa, basil itu bisa saja berubah menjadi aktif apabila kondisi tubuhnya tak baik, atau karena imunitasnya kurang. Tetapi, karena tubuh sudah mengenal basil tersebut, maka hanya terlokalisir di paru-paru saja tanpa komplikasi di tempat lain.

Untuk mengetahui ada tidaknya TB pada anak dilakukan tes Mantoux (sesuai nama penemunya). Tes ini bisa dilakukan sedini mungkin, misalnya usia 1-2 bulan. Tes ini dilakukan dengan menyuntikkan zat tuberculin. Penyuntikan dilakukan terhadap kulit dengan tidak terlalu dalam, agar reaksinya dapat terlihat. Reaksinya berupa warna merah pada kulit dan agak keras menonjol. Bila hasil tes positif berarti menunjukkan adanya infeksi. Tes ini dilanjutkan dengan foto rontgen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya TB aktif.

BCG-ITIS

Apa yang harus dilakukan untuk mencegah TB? Seperti kita tahu, pencegahan dilakukan dengan pemberian vaksin BCG. Biasanya disuntikkan di bahu atau paha. Pemberian dilakukan sedini mungkin, usia 1-2 bulan. Dan pemberiannya harus diulang sesuai yang dijadualkan dokter. Menurut Nastiti, hal ini dilakukan karena bila terlalu dini, pembentukan kekebalan pada bayi sendiri belum sempurna. Tetapi, bila pemberian vaksin terlambat bayi akan mudah tertular dari lingkungan sekitarnya. Pemberian vaksin BCG sendiri, lanjut Nastiti, baru efektif dan memberikan imunitas/kekebalan setelah 2-3 bulan penyuntikan. "Dalam masa tersebut anak belum terlindungi dan masih bisa terkena TB. Jadi, orang tua pun harus waspada, jangan dianggap bahwa hari ini disuntik BCG berarti besok anak sudah kebal TB," jelas Nastiti. Kecuali itu, keberhasilan imunisasi BCG ini tidak seratus persen. "Jadi, jangan mentang-mentang sudah diimunisasi lantas menganggap enteng penyakit ini."

Yang jelas, penyuntikan vaksin BCG sering menimbulkan efek bekas berupa benjolan seperti bisul. Biasanya terdapat di tempat suntikan atau di daerah kelenjar yang bereaksi, misalnya di ketiak atau selangkangan. Ibu tak perlu khawatir jika terjadi hal semacam itu, karena justru hal tersebut menunjukkan suatu reaksi kekebalan. Dengan kata lain, respon imunitasnya bagus.

Memang reaksi yang ditimbulkan berbeda satu sama lain. Ada yang reaksinya berlebihan, sehingga benjolan tampak agak besar (BCG-itis). Ada juga yang hanya mengakibatkan benjolan kecil saja, bahkan tak teraba. "Hal tersebut bukanlah masalah. Dengan anak bertambah besar benjolan tersebut relatif akan menghilang," kata Nastiti.

Tetapi, jika bekas suntikan tersebut sampai menimbulkan abses, sebaiknya segera diperiksa dokter untuk dibersihkan. Jika didiamkan saja, dikhawatirkan berkembang menjadi infeksi.

Dedeh Kurniasih/nakita