Manajemen Apik Bekal Si Upik

By nova.id, Rabu, 21 Juli 2010 | 08:44 WIB
Manajemen Apik Bekal Si Upik (nova.id)

Manajemen Apik Bekal Si Upik (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Mengenalkan arti uang pada anak sejak dini, juga bisa dilakukan lewat pengaturan uang bekalnya. Jangan salah, memberinya uang sedikit berlebih sebagai modal mereka selama kurun waktu tertentu, bukan berarti membuat mereka jadi "mata duitan". Lebih jauh, mempercayakan mereka mengelola uang sakunya sendiri, justru mengajarkan anak mengerti fungsi uang itu sendiri.

Selain mengajarkan fungsi uang, pengelolaan uang saku juga memberikan arti lebih dari sekedar alat tukar. "Harus diakui, awal mula anak mengerti uang adalah sebagai alat belanja, bukan sebagai fungsi lain. Padahal selain berfungsi untuk belanja, uang juga sebagai alat investasi dan penilai kekayaan," ungkap Eko Endarto RFA, financial planner dari Finansia Consulting.

Oleh karena itu, sudah menjadi tugas orang tua untuk mengajarkan fungsi lain dari uang. Salah satu caranya, dengan mengajarkan pengelolaan uang sakunya sendiri, mulai dari harian, mingguan hingga bulanan. Berikut caranya!

Harian Lebih Baik Dipecah

Bekal harian berarti sejumlah uang yang akan digunakan untuk hari itu saja. Artinya, semua kebutuhan hari itu bisa dipenuhi dengan bekal yang ada.

Mengenalkan uang bekal harian bisa dengan memberikan anak uang bekal dengan nilai tertentu. Di samping itu, sebaiknya orang tua juga mengajarkan anak menyisihkan uangnya untuk investasi (masa depan). Misalnya, bila anak tiap hari diberi uang bekal Rp 5000, maka jangan memberikan uang tersebut dalam bentuk uang lembaran 5000, tapi berikan dalam pecahan seperti 2 lembar Rp 2000 dan 1 lembar Rp 1000.

Jangan lupa, persiapkan sarana penyimpanan. Anda bisa meletakkan kotak/ kaleng deposit di pintu keluar anak. Lalu, ingatkan anak untuk menyisihkan uang untuk harapan di masa depannya (misal, untuk beli komik setelah terkumpul 2 minggu, atau makan bareng di restoran setelah terkumpul 1 bulan dan seterusnya). Dengan begitu, anak belajar mencukupkan belanja dari sisa uang jajannya sehingga mereka berbelanja sesuai kebutuhan saja.

Selanjutnya ajarkan pula anak untuk membuat prioritas berbelanja. Katakan, prioritas utama uang bekal itu adalah membeli makanan selama anak di sekolah.

Menabung untuk Mingguan

Nah, untuk pengelolaan uang bekal minggunan, Eko menyarankan agar penyimpanan tidak lagi hanya dengan kaleng atau kotak yang diletakkan di pintu keluar. Sebaiknya Anak sudah mulai diperkenalkan cara menabung di rekening khusus milik mereka. Ini dikarenakan jumlah uang bekal mingguan yang lebih besar.

Begitu pula, target harapan yang ingin dicapai juga perlu ditingkatkan. Ajaklah anak berdiskusi menentukan harapan yang ingin diperoleh dari uang tadi. Misalnya, untuk liburan sekolah, tiket perjalanan dan sebagainya.

ATM pada Bekal Bulanan

Lain lagi dengan uang bulanan, sebelum menerapkannya anak perlu tahu tentang kegunaan uang dan membuat prioritas untuk dirinya. Mengingat, jangka waktu uang yang dialokasikan cukup panjang. Bila perlu, buatkan rekening rekening khusus dan upayakan yang memiliki fasilitas ATM.

Namun beri anak pemahaman bila penggunaan ATM, bukan supaya mereka mudah membelanjakan tetapi agar lebih aman dan memberikan pelajaran cara baru dalam berbelanja. Dan, jangan lupa, tetap ingatkan anak untuk menyisihkan uangnya. Caranya, bisa dengan memiliki rekening tampungan yang tidak ber-ATM dan beritahu cara mentransfer uang ke rekening tersebut.

Ibarat Pisau Mata Dua

Mengajarkan anak prinsip mengelola uang memang ibarat menghadapi pisau bermata dua. Di satu sisi, bila anak berhasil ia menjadi pribadi yang berkomitmen dan disiplin dengan rencana keuangannya. Anak juga akan semakin cepat belajar tentang uang dan mengerti prinsip dasar investasi.

Namun di sisi lain, bila pembelajaran ini tidak berhasil, anak bukannya menjadi orang yang menghargai uang justru menjadi orang yang menggampangkan uang. Apalagi bila anak sudah terlanjur merasa, uang pasti diberi oleh orang tua atau orang tua sebenarnya mampu memberinya jumlah uang yang lebih besar dari yang didapatkannya setiap hari. Belum lagi bila anak mendapat pengaruh lingkungan yang membuatnya konsumtif.

Namun di balik itu semua, kembali bahwa semua berpulang pada komitmen yang dilakukan orang tua. Bila diterapkan dengan benar, sebenarnya keuntungan akan lebih banyak didapat anak di masa depan. Anak jadi mendapat ilmu mengenai prioritas berbelanja, menyisihkan uang untuk masa depan, memahami prinsip proteksi (tabungan adalah dana yang meng-cover kebutuhan mendesak), dan yang terpenting mereka tahu uang bukan sekedar alat belanja.

Tunjukkan Konsekuensi

Sekali waktu, mintalah anak untuk menggunakan uang yang sudah berhasil terkumpul selama kurun waktu tertentu. Perlihatkan bila mereka bisa mewujudkan keinginan atau harapan. Dengan demikian, anak bisa merasakan keuntungan dari kedisiplinan pengelolaan uang yang dilakukannya.

Begitu pula sebaliknya, bila anak tidak mampu menyisihkan uang sakunya, perlihatkan konsekuensi bahwa perbuatannya itu semakin menjauhkan ia dari harapan dan cita-citanya. Misalnya, membiarkan anak hanya mampu membeli mainan dengan kualitas di bawah yang diinginkannya.

Namun bila anak tidak pandai mengelola uang bekal mingguan atau bulanannya, jangan beri "maaf" dengan menutup begitu saja kepailitan sang anak. Menurut Eko, toleransi ketika anak baru belajar mengelola uangnya boleh saja dilakukan namun tidak mengurangi prinsip kedisiplinan dalam mengelola uang.

Bila anak kehabisan uang bekal sebelum waktunya, orang tua boleh menerapkan "sistem utang". Artinya, pinjaman yang diberikan untuk menutup kekurangan itu sebenarnya diambil dari jatah uang saku bulan berikutnya. Atau, dengan kata lain, uang saku bulan berikutnya akan dipotong. Dengan begitu, anak perlu berpikir panjang untuk menghabiskan jatah bulan depan.

Selain itu, beri anak reward misalnya bila ia berhasil menyisihkan uang bekal, beri dia hadiah berupa tambahan uang subsidi untuk mewujudkan keinginannya.

Jangan lupa diskusikan sebelum membelanjakan uang hasil penyisihian. Pada momen tersebut, orang tua bisa sembari memberikan gambaran jika semakin besar uang yang disisihkan maka semakin berkualitas/ berharga barang yang bisa diperoleh. Atau, orang tua juga dapat memberi ilustrasi perhitungan sederhana, misalnya menghitung uang yang disisihkan dalam kurun waktu 2 tahun (ditambah subsidi orang tua) anak bisa membeli sepeda seharga A rupiah.

Laili Damayanti