Ayah, Siapakah Tuhan Itu?

By nova.id, Kamis, 1 Juli 2010 | 17:35 WIB
Ayah Siapakah Tuhan Itu (nova.id)

Ayah Siapakah Tuhan Itu (nova.id)

"Iman Dharma/nakita "

Sebagaimana kita ketahui, anak usia ini sangat banyak bertanya. Tak jarang pertanyaan mereka membuat orang tua kesulitan menjawabnya. Misalnya saja, pertanyaan tentang Tuhan dan agama. Karena kemampuan berpikir anak usia ini masih terbatas. Mereka belum dapat memahami hal-hal yang abstrak.

Namun, apapun yang ditanyakan si kecil, harus dijawab. Begitu kata psikolog Dra. Yulia S. Singgih. "Orang tua sebaiknya tak perlu takut bahwa ia nanti akan memberi jawaban yang terlalu sulit. Karena, toh, anak akan mengambil sesuai pengertiannya," tutur kepala Pusat Bimbingan & Konsultasi Psikologi Universitas Tarumanagara ini. Yang penting, lanjutnya, orang tua memberikan jawaban tersebut disesuaikan dengan usia/pengertian si anak.

Misalnya, si kecil bertanya, "Ayah, siapa, sih, Tuhan itu?" dan orang tua menjawab, "Oh, Tuhan itu adalah yang mendampingi kamu. Jadi, kamu nggak usah takut." Nah, jawaban seperti ini sebaiknya diberikan kepada anak yang sudah mengerti tentang takut. Kalau tidak, "Nanti malah akan memasukkan ketakutan pada anak," tukas Yulia.

JAWABLAH APA ADANYA

Sering terjadi, orang tua sudah memberikan jawaban namun si anak masih bertanya lagi. Hingga akhirnya orang tua "kehabisan kata" untuk menjawab. "Kalau itu terjadi, ulangi saja jawabannya. Toh, anak akan mengambil sebatas yang ia bisa menangkapnya," tutur Yulia.

"Tapi jangan karena kepepet, orang tua lantas membuat cerita fantasi," lanjutnya. Misalnya, si kecil bertanya dari mana ia bisa mendapatkan adik, lalu orang tua menjawab, "Oh, itu turun dari langit." "Nah, ini, kan, nggak benar. Sebaiknya orang tua mengatakan, 'Kalau Kakak mau punya adik, maka Kakak harus berdoa, minta kepada Tuhan,'."

Jadi, berikanlah jawaban apa adanya. Tak usah yang terlalu sulit, karena pemahaman anak belum luas. Toh, tujuan kita untuk memberikan pengetahuan kepada anak.

Selain itu, tegas staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara ini, "Orang tua juga jangan berbohong." Supaya anak juga belajar untuk tak berbohong. Lagipula, dengan orang tua terbiasa membohongi anak, maka lama kelamaan si anak akan tak percaya lagi.

Yang juga tak boleh dilakukan orang tua ialah berubah-ubah dalam memberikan jawaban. Misalnya, hari ini menjawab A, tapi esok jawabannya B. Karena, "Anak akan bingung, yang benar itu yang mana."

SEJAK DINI

Dengan orang tua memberikan jawaban setiap anak bertanya, tutur Yulia, berarti orang tua telah mengajarkan nilai-nilai keagamaan pada anak. Namun tentu saja, tandasnya, "Bukan berarti orang tua baru mulai menanamkannya setelah si anak mulai bertanya. Bagaimanapun, hal ini haruslah dilakukan sejak usia dini agar anak memiliki dasar yang kuat."