Dengan demikian si anak akan mengerti karena dia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh temannya kala ia mengucapkan kata-kata kasar tersebut. "Cara ini lebih efektif karena kita tak bisa menjelaskan pada anak usia prasekolah bahwa omongan tersebut tidak sopan. Si anak nggak akan mengerti apa yang dimaksud dengan sopan. Jikapun dijelaskan, ia juga tak mengerti." Lain halnya pada anak yang usianya lebih besar.
Meski begitu, lanjut Rostiana, anak tetap harus diberikan pengertian secara lisan, "Karena akan mengasah otak si anak untuk berpikir. Rasio mereka, kan, belum tumbuh. Namun dalam memberikan pengertian tentunya harus disesuaikan dengan bahasa mereka, yakni hal-hal yang konkret."
Jika di rumah orang tua sudah memberikan banyak pengertian pada anak, menurut Rostiana, bisa terjadi si anak sendiri yang akan bereaksi kala seorang temannya mengucapkan kata-kata kasar/kotor. "Ada yang reaksinya dengan menarik diri dan tak mau mengajak temannya main lagi." Ada pula yang akan menegur langsung si teman, "Ih, kamu nggak boleh ngomong begitu.
Selain itu, jika orang tua memberikan pengertian mana yang boleh dan tidak, mana yang baik dan buruk, maka ini akan menjadi satu pola pendidikan bagi masyarakat kecil dimana anak terlibat semisal lingkungan tempat si anak bermain dengan teman-teman sebayanya.
KATAKAN SEBUTAN ASLINYA
Yang juga penting, lanjut Rostiana, janganlah orang tua menggunakan bahasa pengganti saat mengucapkan alat-alat vital. Misalnya, alat kelamin lelaki disebut "burung", bukan penis.
"Sebab, bahasa pengganti mengasumsikan hal tersebut sebagai sesuatu yang tabu yang tak boleh diucapkan anak." Bahkan, tak jarang orang tua jelas-jelas melarang dan bahkan memarahi dengan mengatakan, "Jangan bilang begitu, jorok!"
Akibatnya, si anak pun merasa bahwa apa yang diucapkannya itu jorok dan tak boleh diucapkan."Hal ini juga akan menghambat pola pendidikan seks bagi anak." Misalnya, anak perempuan yang sudah beranjak dewasa tak mengerti apa itu menstruasi. "Dia mau cerita ke ibunya takut karena sejak kecil dilarang ngomongin soal itu."
Karena itulah, anjur Rostiana, sejak awal orang tua harus sudah mengajarkan sebutan yang benar untuk alat-alat vital tersebut. "Orang tua juga jangan melarang atau memarahi, tapi berilah penjelasan. Toh, ini bukan sesuatu yang harus dihindari anak. Alat-alat vital itu, kan, merupakan bagian dari tubuhnya. Jadi, anak pun harus tahu." Lain halnya bila si anak ngomong yang menjurus ke arah pornografi, "Nah, itulah yang harus diluruskan oleh orang tua."
Hasto Prianggoro/nakita