Anak Cacat: Saling Menyalahkan Tak Menyelesaikan Masalah

By nova.id, Selasa, 15 Juni 2010 | 17:49 WIB
Anak Cacat Saling Menyalahkan Tak Menyelesaikan Masalah (nova.id)

Jika anak tercinta lahir cacat, tak perlu berkecil hati. Banyak jalan yang bisa ditempuh, minimal untuk mengurangi cacatnya.

Semua orang tua pasti berharap dan berdoa, anaknya lahir selamat, tak kurang suatu apa pun. Tapi, toh, takdir bisa bicara lain. Kesedihan pun akan bertambah manakala lingkungan atau keluarga justru menyalahkan orang tua. Belum lagi suami dan istri saling menyalahkan. Satu pihak menuding, "Pasti gara-gara kamu, nih, anak kita jadi begini!" Sedangkan pihak lain bersikukuh, "Kok, aku, yang disalahkan? Keluarga kamu, kan, ada yang cacat. Ini pasti nurun dari keluargamu!"

Siapa yang salah, siapa yang benar? Begitu pertanyaan yang selalu muncul di benak. Padahal, masalahnya bukan pada benar atau salah. Akan lebih berguna jika orang tua justru berlapang dada menerima keadaan si kecil dan kemudian mengupayakan kesembuhan anak lewat pengobatan atau terapi.

Itu pula yang disarankan ahli bedah plastik dari FKUI RSUPN Cipto Mangunkusumo, Dr. Soeminta B. Djaja. "Tak perlu berkecil hati, banyak jalan yang bisa ditempuh untuk memperbaiki, minimal mengurangi kecacatannya." Saat ini, kata Soeminta, banyak cacat bawaan yang sudah bisa ditangani dengan baik. Misalnya kasus bibir sumbing, dari yang terbelah sedikit sampai yang terbelah cukup lebar. Atau kelainan langit-langit dan celah mulut yang akan menimbulkan kesulitan bagi si kecil saat berbicara kelak.

"Bahkan, bidang bedah plastik dan rekonstruksi mampu menangani kelainan pada alat kelamin," tegas Soeminta. Misalnya saja, si Buyung memiliki lubang kecil di atas (epispadia) atau hidrokel testis, di mana buah zakar mengandung cairan.

ANEKA PENYEBAB

Ada banyak faktor mengapa bayi lahir cacat. Salah satunya karena faktor genetik/keturunan. "Ini mungkin terjadi apabila ayah, ibu, atau salah satu anggota keluarga telah memiliki cacat," jelas Soeminta. Biasanya keadaan abnormal tersebut akan diturunkan pada generasi berikutnya. Faktor-faktor genetik ini bisa menurun secara dominan, bisa juga hanya sebagai resesif/pembawa faktor. Masalah tersebut bisa juga terjadi pada saat pembuahan berlangsung, sehingga menghasilkan kromosom (unit terbesar dari materi genetik) yang tidak normal pada si janin.

Faktor lain yang cukup sering mengakibatkan kecacatan bayi muncul karena terjadi gangguan saat kehamilan. Gangguan itu mungkin muncul pada saat awal kehamilan, yaitu masa-masa penentu bagi pertumbuhan dan pembentukan tubuh janin. Misalnya saja, sang ibu terserang infeksi Rubella pada usia kehamilan trimester pertama sehingga ketika lahir, bayinya mengalami cacat pendengaran dan penglihatan. Bisa juga terjadi, gangguan baru muncul saat kehamilan memasuki usia trimester ketiga atau pada saat proses persalinan.

Pendek kata, begitu banyak penyebab bayi lahir cacat. Kalaupun itu yang terjadi, saran Soeminta, "Suami dan istri hendaknya tidak saling menyalahkan. Percayalah, itu tak akan menyelesaikan masalah sama sekali."

BEDAH REKONSTRUKSI

Cacat yang ditimbulkan bisa beraneka ragam bentuknya. Misalnya saja, fisik yang tak sempurna seperti jari tangan atau kaki yang tak lengkap jumlahnya atau ukurannya tak sempurna. Atau bibirnya sumbing, tak memiliki daun telinga (baik sebelah maupun keduanya), kaki pincang, dan lainnya.

Selain itu, cacat atau kelainan juga bisa terjadi di tubuh bagian dalam. Misalnya di ginjal, jantung, saluran pencernaan, paru-paru, atau kelainan di dalam darah seperti Thalasemia. Bahkan otak dan sistem saraf pun bisa terkena, seperti Hidrosephalus. "Pendek kata, semua organ tubuh bisa mengalami keabnormalan," kata Soeminta.

Lalu bagaimana upaya penyembuhannya? Dunia kedokteran yang semakin maju memungkinkan untuk memberikan pengobatan pada kasus-kasus cacat bawaan tersebut. "Yang penting, orangtua segera berkonsultasi dengan ahlinya bila anak mengalami kelainan," jelas Soeminta.

Berbagai perlengkapan penunjang dan ahlinya bisa dimanfaatkan untuk mengurangi cacat. Misalnya, bidang bedah plastik menangani masalah-masalah yang menyangkut kosmetika, seperti bibir sumbing tadi. Ada juga ahli bedah jantung untuk kasus anak dengan kelainan jantung, atau bedah saraf untuk anak dengan kelainan saraf. "Yang jelas, lebih baik kita melakukan tindakan sedini mungkin ketimbang menundanya.

Orangtua tidak perlu khawatir terlalu berlebihan apabila operasi dilakukan pada bayi berumur beberapa minggu. Toh, obat-obatan anestesi yang digunakan aman bagi si bayi."

Kendati belum semua bisa dibenahi, minimal ada terapi dan pengobatan yang bisa mengurangi kelainan tersebut. Yang perlu diingat, kita harus lebih sabar jika anak harus menjalani operasi berulang-ulang. "Pada banyak kasus, operasi tak bisa dilakukan hanya sekali. Perlu dua-tiga kali atau malah lebih," tutur Soeminta. Itu pun memerlukan waktu yang tidak sebentar karena jarak satu operasi dengan operasi berikutnya cukup lama, misalnya 2-3 tahun.

Soal biaya memang relatif. Tapi, menurut Soeminta, hampir semua rumah sakit pemerintah yang memiliki fasilitas lengkap memberlakukan keringanan biaya bagi yang kurang mampu. Bahkan, para orangtua bisa menggunakan Askes (untuk pegawai negeri). Sayangnya, sampai saat ini tidak semua asuransi menjamin biaya bedah untuk kasus-kasus cacat bawaan. Berbeda dengan di negara-negara yang lebih maju, seperti Amerika dan Jepang, bedah rekonstruksi bagi cacat bawaan pada anak sudah menjadi bagian tanggungan asuransi.

Merawat Anak "Istimewa"

Yang terbaik yang bisa Anda lakukan adalah:

* Sikap Lembut Namun Tegas Jalinan hubungan yang penuh kasih sayang akan membantu kestabilan emosi anak. Anda harus ekstra sabar menghadapinya. Ingatlah, ia jauh lebih frustrasi melihat keadaan dirinya ketimbang Anda. Jangan sekali-kali memperlihatkan rasa putus asa kita saat mengasuhnya.

* Ajari Kemandirian Jangan membedakan dirinya dengan saudara kandungnya yang normal. Ia berhak mendapat bantuan, tetapi jangan menjadikannya tidak mandiri. Hal tersebut bukan cuma akan menyulitkan Anda sekeluarga, tetapi juga dirinya. Ajarkan ia banyak hal yang bisa dikerjakannya sendiri.

* Sesuaikan TargetJangan memasang target terlalu muluk untuknya. Setiap kemajuan yang dicapai patut Anda syukuri.

* FasilitasBeri ia fasilitas yang memudahkan dirinya. Misalnya, ruangan-ruangan di rumah harus aman jika si kecil mengalami kebutaan. Hindari kecelakaan lain yang mungkin terjadi. Buatlah ia merasa nyaman.

* Bangun Rasa Percaya Dirinya Sikap Anda yang bijaksana dan limpahan kasih sayang yang diberikan bisa membangun rasa percaya dirinya. Jangan memperolok-olok keadaan dirinya. Ini akan memperburuk keadaannya saja. Berilah ia pengertian (dengan bahasa yang dimengerti olehnya) bahwa rasa sayang Anda tidak berkurang karena ketidaknormalannya.

* Mengenal Dunia Luar Ajari ia sedini mungkin menghadapi tantangan dunia luar, yang mungkin tidak sepenuhnya bisa menerima dirinya. Anda bisa membantu dengan menceritakan kondisi si anak pada keluarga besar, lingkungan sekitar. Mintalah pengertian dari lingkungan si kecil untuk bisa menerima kehadiran si kecil apa adanya. Tegurlah dengan sopan bila ada yang mengejek anak Anda.

* Pengobatan Terbaik Berikan pengobatan terbaik bagi dirinya. Ajarkan ia untuk disiplin menjalani semua pengobatan. Baik itu obat yang diminum, konsultasi, terapi, operasi, dan sebagainya. Beri penjelasan bahwa hal tersebut semata-mata dilakukan untuk kebaikan dirinya.

* Cari Dukungan Jangan menjalani segala sesuatu sendirian sehingga Anda merasa begitu lelah. Ajaklah seluruh anggota keluarga untuk membantu si kecil yang bermasalah. Jalani semuanya dengan tulus. Kuatkan diri dengan selalu mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

* Tumbuh Wajar Tetap berikan kebebasan berekspresi pada anak dengan bermain sewajarnya. Perkenalkan dunia anak-anak yang ceria padanya. Jangan membiarkan dirinya hanya mengurung diri di rumah. Sekaligus jangan sekali-kali melarangnya keluar rumah. Biarkan ia tumbuh sebagaimana mestinya.

Riesnawiati Soelaeman/nakita