Bolehkah Anak Menyantap Makanan Pedas

By nova.id, Kamis, 10 Juni 2010 | 17:16 WIB
Bolehkah Anak Menyantap Makanan Pedas (nova.id)

Kita kerap memuji jika si kecil bisa menyantap makanan pedas. Padahal, itu sebenarnya tak baik bagi mereka.

"Ssh... ha... sshh." Ade (3,5 tahun) mendesis-desis usai makan keripik singkong pedas yang dibeli di supermarket Keringatnya mulai mengucur. "Sudah, De, nanti kamu sakit perut!" ibunya mengingatkan.

Sementara ibu merasa khawatir jika balitanya doyan makanan pedas. Lainnya malah bangga dan bahkan tak segan memamerkan kehebatan anaknya, "Anak saya, meski masih kecil, sudah doyan pedas." Di sisi lain, tak sedikit pula ibu yang masih bertanya-tanya, "Boleh, nggak, sih, anak balita makan makanan pedas?" Bahaya atau tidak?"

IRITASI

Tapi ngomong-ngomong, dari mana anak memperoleh kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas? Sebetulnya para orang tua bisa menjawabnya sendiri. Seperti kita tahu, anak usia balita sedang dalam masa peniruan. Mungkin si kecil mulai mencoba-coba makanan pedas karena melihat orang tuanya menyantap makanan tersebut. "Kebiasaan orang tua yang suka makanan pedas ini umumnya menurun pada anak. Jadi, kebiasaan itu ditularkan dari orang tua. Biasanya anak mulai ikut-ikutan suka makanan pedas di usia 2-3 tahun," jelas Dr. Tb. Rahmat Sentika, SpA, MARS, dari Klinik Medika Bayuadji.

Kecuali itu, kata Rahmat, doyan-tidaknya anak pada makanan pedas, berkaitan pula dengan budaya dan kebiasaan. Kalau orang tuanya berasal dari Sumatera Barat atau Jawa Barat, misalnya, umumnya memang suka menyantap makanan pedas. "Jadi, ada kecenderungan di dalam satu keluarga untuk makan makanan pedas. "Nah, baik kebiasaan orang tua dan kebudayaan daerah tadi, sebenarnya saling terkait pada perilaku anak makan makanan pedas.

Lalu, boleh atau tidak si balita menyantap makanan pedas? Yang perlu kita cermati, jika ditilik dari segi kesehatan, makanan pedas memiliki sifat iritasi terhadap saluran cerna karena kadar asam (PH)-nya yang rendah. Kadar asam ini memiliki kemampuan untuk melakukan iritasi pada jaringan.

Tidak percaya? Coba, deh, gosok-gosokan cabai ke kulit. Nah, terasa, bukan, kulit jadi panas. Itu pula yang terjadi pada saluran cerna. Sifat-sifat iritasi yang dihasilkan oleh makanan pedas sering menyebabkan iritasi pada selaput lendir saluran cerna (mukosa). Nah, karena selaput lendir sering teriritasi oleh suasana panas yang ditimbulkan makanan pedas, "Lama-lama selaput itu akan menipis," terang Rahmat.

Jika kebiasaan makan makanan pedas semakin meningkat frekuensinya dan dilakukan dalam periode yang lama, yang bersangkutan umumnya akan menderita penyakit gastritis (yang kita kenal dengan sebutan sakit maag). "Memang, jarang terjadi makanan pedas bisa mengakibatkan infeksi usus. Tetapi umumnya pada taraf di lambung saja si anak sudah merasa sakit sekali. Infeksi usus bisa saja terjadi bila sakit lambung ini berlangsung lama."

MAKIN BERKURANG

Rangsangan iritasi yang terjadi bila makan makanan pedas, antara lain muncul dalam bentuk mulas dan sakit perut. Bahkan mungkin diare. Ini berarti telah terjadi iritasi pada seluruh saluran cerna. Untuk menghindarinya, minumkan larutan air gula agar sembuh. Kalau terjadi iritasi maka diberi obat pencegah infeksi, bisa juga diberi obat-obatan maag.

Parah tidaknya dampak rangsangan iritasi tersebut tergantung konsentrasi, jumlah, dan kebiasaan makan pedasnya. Yang jelas, pada setiap anak berbeda kasusnya. Ada yang konsentrasi pedasnya sedikit saja, anak sudah sakit perut dan mencret. Ada yang makan pedasnya banyak, tapi tidak apa-apa

Dampak yang ditimbulkan pun berbeda. Makanan pedas yang masuk dari mulut, dampaknya akan semakin berkurang ketika sudah masuk dalam tubuh. Maksudnya, makin ke bawah (perut), dampak makin berkurang. Pertama-tama, setelah menyantap makanan pedas, yang kena dampaknya adalah daerah mulut atau lidah. Iritasi yang ditimbulkan biasanya menimbulkan sariawan. "Makin turun makanan itu ke bawah, masuk ke darah lambung dan cerna, iritasinya berkurang. Begitu pun ketika masuk ke dalam usus."

TAK ADA KALORI

Masalah yang juga kerap ditanyakan orang adalah, kenapa ada orang yang suka sekali makanan pedas? Umumnya makanan pedas dikonsumsi oleh masyarakat di daerah yang dingin. Alasannya, untuk mendapatkan sesuatu yang panas, untuk menghangatkan tubuh. Makanan pedas tersebut didapat dari campuran cabai merah atau rawit atau merica. Tentu saja kadarnya berbeda. Dampak merica lebih ringan dari cabai. Tapi itu pun dalam jumlah yang sedikit. Pada cabai yang dikeringkan, zat asamnya lebih kental karena bila kering konsentrasinya jadi lebih besar.

Yang perlu dicatat, makanan pedas ini tidak mengandung nilai gizi dan tidak memiliki kalori. Misalnya masakan rendang yang pedas, nilai gizinya ada pada dagingnya, asinan sayuran atau buah-buahan, nilai gizinya juga terletak pada sayuran dan buah-buahan tersebut. Bukan pada campuran pedasnya. "Makanan pedas hanyalah sebagai aroma dan penambah selera atau rasa. Nilai-nilai itulah yang dikandung oleh makanan pedas," jelas Rahmat.

Jadi, apa perlunya makanan pedas itu diberikan pada anak? Karena pada prinsipnya, anak hanya perlu makanan yang bergizi. Artinya, mengandung jumlah nutrien atau bahan makanan yang cukup dan seimbang, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Makanan yang mengandung nilai gizi itulah yang sebaiknya diperkenalkan orang tua pada anak.

Meski anak diajarkan untuk mengenal rasa, tapi jangan dipaksakan untuk mengenal makanan pedas ini. Bila memang sudah karena kebiasaan atau faktor budaya, misalnya umur 3-5 tahun sudah makan rendang, tanpa diperkenalkan pun, anak akan mengenal dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia. Malah sebaiknya jika si balita sudah ingin mencoba makanan pedas, laranglah dengan alasan yang jelas.

Karena, kata Rahmat mengingatkan, kebiasaan-kebiasaan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai kesehatan dan gizi yang diperlukan anak balita untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Nah, kini ayah dan ibu sudah tahu perlu tidaknya makanan pedas buat si kecil. Jadi, jangan coba-coba lagi ya!

Dedeh Kurniasih/nakita