Jadi, saat si kecil mengamuk, yang paling bijaksana ialah mendiamkan saja perilaku mengamuknya. "Toh, akhirnya akan diam dengan sendirinya. Jika itu terjadi di tempat umum, angkat si kecil, bawa ke mobil. Kalau ia mengamuk di rumah sambil melempar-lempar barang, bawa masuk ke kamar dan tinggalkan. Lama-lama, kan, dia capek sendiri dan akhirnya sadar, orang tuanya tak mempan ditaklukkan dengan cara itu."
Agar ia tak mengamuk di tempat umum, saran Henny, sebelum berangkat, beri tahu padanya, "Nanti kita ke supermarket untuk belanja. Kalau kamu mau sesuatu, kita lihat dulu. Perlu atau tidak, mahal atau tidak." Kalau ia sudah tahu apa yang diinginkan dan kita setuju tapi tiba-tiba ia berubah pendapat, katakan padanya, "Lo, tadi, kan, sudah sepakat, kamu mau beli itu, bukan yang ini. Kapan-kapan, kamu boleh ambil yang itu tapi sekarang tidak." Dengan demikian, sejak kecil ia sudah dilatih menahan keinginan dan mematuhi apa yang sudah menjadi perjanjian bersama.
Bila si kecil angot lantaran ingin mendapat perhatian, saran Henny, lebih baik ajak ia jalan-jalan dan tunjukkan bahwa kita pun masih bisa memberi perhatian. Perhatian juga bisa dilakukan dengan rajin menelepon si anak apabila ibu bekerja. Tanyakan apakah ia sudah makan atau belum, dan sebagainya. Dengan begitu, ia akan merasa, "Oh, aku ini masih punya orang tua yang memperhatikan." Sehingga kecemasannya atau ketakutannya akan ditinggalkan bisa teredam dan ekspresinya yang meluap-luap itu pun pada akhirnya berkurang.
Tentunya, tutur Henny, tugas memperhatikan anak tak melulu berada di pundak ibu. "Ayah pun harus ikut bertanggung jawab." Kedua orang tua bisa bergantian memperhatikan si kecil apabila keduanya disibukkan oleh pekerjaan. Misalnya si bapak pergi lebih pagi, maka si ibu sebaiknya berangkat kerja agak siang. Begitupun saat pulang kantor, sehingga anak tak merasa diabaikan dan kehilangan semua orang tuanya.bersambung
Indah Mulatsih/nakita