Tapi dalam hal ini, sambungnya, orang tua harus bisa bersikap fleksibel. Karena dengan masing-masing memiliki satu mainan/barang yang sama, berarti kita tak mengajarkannya untuk berbagi. Sebaliknya, jika semua mainan/barang menjadi milik bersama, kita tak mengajarkannya untuk bertanggungjawab. Karena kalau mainan/barang itu rusak, masing-masing bisa mengelak, "Itu bukan punya saya, kok."
Jadi, tukas Rosa, "Orang tualah yang musti fleksibel. Kapan si anak harus berbagi dan kapan si anak harus punya privacy." Yang paling baik mungkin dengan menandai mainan/barang yang dibeli untuk setiap anak. Misalnya, warna merah dibubuhkan untuk menandai mainan/barang si kakak dan warna kuning untuk mainan/barang milik adik. Semua mainan/barang itu disimpan di kotak/keranjang yang juga ditandai dengan warna merah dan kuning.
Jika terjadi pertengkaran antara si kakak dan si adik tentang siapa yang akan bermain dengan mainan yang mana, Anda bisa cepat mengatasinya dengan menunjukkan warna yang menandai mainan mereka. Misalnya dengan mengatakan, "Ini merah, jadi ini milik kakak." Jika si adik ngotot, maka si kakak bisa diberi pengertian untuk belajar berbagi kepada sang adik tapi bukan memintanya untuk mengalah. Bila si kakak menolak, ingatlah Anda tak berhak memaksanya. Toh, dengan perjalanan waktu, baik si kakak maupun si adik akan memahami arti berbagi. Asal Anda tak bosan untuk terus mengajari mereka.
Julie Erikania/nakitaJadilah Penengah Yang Adil Dan Bijaksana
Jika usia kedua anak Anda tak terlalu jauh berbeda, doronglah mereka untuk belajar menyelesaikan pertengkaran dengan cara mereka sendiri. Cara ini pun bisa diterapkan jika usia mereka berjarak cukup jauh, asal si adik sudah mampu mengkomunikasikan perasaan/keinginannya secara verbal.
1. Setelah Anda merelai mereka, minta mereka untuk duduk tenang. Lalu, tanyakan pada mereka, "Apa yang terjadi?" dan "Mengapa itu terjadi?"
2. Minta mereka untuk memutuskan siapa yang akan bicara duluan. Jangan minta si kakak yang bicara duluan. Nanti si adik akan merasa, "Mentang-mentang dia kakak, dia yang harus duluan." Atau sebaliknya, si kakak akan merasa, "Mentang-mentang dia lebih kecil, saya yang harus mengalah."
3. Jangan izinkan si kakak memotong pembicaraan kala adiknya sedang bicara. Begitupun sebaliknya. Masing-masing harus belajar menjadi pendengar yang baik.
4. Anda pun tak boleh memotong pembicaraan mereka. Yang boleh Anda lakukan hanya mengingatkan dengan suara lembut, agar mereka menjaga nada dan volume suara setiap kali mulai melibatkan emosinya.
5. Bantu mereka memperhatikan atau mencatat setiap pokok-pokok pertengkaran, agar mereka tak saling menyalahkan.
6. Selanjutnya, minta masing-masing untuk mengemukan apa yang ia inginkan dan tidak. Ini untuk membantu mereka melakukan pemecahan konflik.
7. Kemudian dorong mereka untuk memilih suatu pemecahan yang mereka anggap terbaik bagi mereka. Lakukan dengan cara kompromi.
8. Bila sudah dicapai kata sepakat, bantu mereka untuk menerima hal itu dengan jiwa besar. Minta mereka untuk saling memaafkan dan berpelukan, tapi biarkan mereka melakukannya secara spontan.