Tips Memilih TK Yang Tepat

By nova.id, Jumat, 5 Maret 2010 | 17:41 WIB
Tips Memilih TK Yang Tepat (nova.id)

Hari-hari ini, kesibukan orangtua bertambah satu lagi: mencari dan memasukkan anak ke Taman Kanak-kanak alias TK. TK seperti apa, sih, yang bagus untuk anak?

"Anak saya sudah 4 tahun. Rencananya tahun ini mau saya sekolahkan. Tapi di mana, sih, TK yang bagus?" Bingung! Umumnya itu yang dialami para orangtua saat hendak menyekolahkan anaknya. Jangankan mereka yang belum berpengalaman. Yang sudah berpengalaman menyekolahkan anaknya pun, masih sering bingung, kok!

Tapi itu wajar, kok. Maklum, orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk soal pendidikan/sekolah. Apalagi menentukan si anak akan masuk TK mana. Soalnya, biasanya TK merupakan "sekolah" yang pertama bagi anak. "Kalau di TK saja anak sudah punya pengalaman jelek, bisa-bisa dia mogok sekolah selamanya," begitu alasan orangtua. Apalagi, jika anak tak memperoleh apa yang seharusnya ia terima selama di TK, orangtua cemas, anaknya mengalami kesulitan saat masuk Sekolah Dasar (SD).

BERMAIN SAMBIL BELAJAR

Jadi, TK macam apa yang harus dipilih? Pilihannya terlalu beragam. Masing-masing TK menawarkan fasilitas yang menggiurkan. Tentu saja dengan konsekuensi biaya yang lebih tinggi. Toh, orangtua cenderung melupakan soal biaya dan tetap mengejar kelengkapan fasilitas yang disediakan TK.

Padahal, kelengkapan fasilitas bukan faktor yang paling menentukan. Program kegiatan belajar, materi pembelajaran, dan seperti apa guru-gurunya, seharusnya juga jadi bahan pertimbangan bagi orangtua. Untuk metoda, menurut Laurentia Tridjaja yang sudah 23 tahun menjadi kepala TK, "Pilih yang lebih banyak menerapkan metode bermain sambil belajar ketimbang yang mengajar secara klasikal." Bermain, kata Laurentia, merupakan cara belajar yang paling efektif. Sebab, dunia anak adalah dunia bermain. Lewat bermain, anak bukan hanya bisa mengembangkan otot-ototnya, baik otot besar maupun otot halus seperti perkembangan motorik kasar dan halus, tapi juga bisa berfantasi dan mengekspresikan diri.

Lewat bermain pula, sambung Laurentia, anak juga bisa berkomunikasi satu dengan lainnya, bersosialisasi, dan kelak dapat bermasyarakat. "Jadi, bermainnya harus yang punya arti buat anak. Dia bisa mengembangkan imajinasinya, selain bisa melihat bagaimana, sih, dunia yang sesungguhnya. Dia bisa memahami keberadaan di lingkungannya bahwa ia tak sama dengan anak lain, bisa mengikuti peraturan, tata tertib dalam bermain, dan disiplin-disiplin yang diberikan," terang mantan Kepala TK Strada Tamansari, Jakarta Barat ini.

Keunggulan lain metoda bermain sambil belajar adalah seluruh aspek pancaindera anak dipakai dan dikembangkan dalam bermain. Bagaimana pengamatan dia, penciumannya, perabaannya, dan lainnya. "Jangan salah, lo, di TK juga ada pengajaran mengenalkan anak pada bermacam-macam bau sehingga ia bisa membedakan bau minyak kayu putih, jahe, dan lainnya. Jadi, di rumah, ia tahu soal bumbu dapur, misalnya," sambung Laurentia.

SAMBIL CERITA

Nah, semua itu, kata Laurentia, sesuai dengan tujuan pendidikan di TK. Yakni, membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, serta daya cipta yang diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. "Jadi, orangtua jangan berharap bahwa di TK itu anaknya nanti diajari baca-tulis dan matematika seperti di SD. Tidak. Karena TK bukan SD mini. Yang kita lakukan adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan-pembiasaan dan peningkatan kemampuan dasar," terang mantan Kepala TK Strada St. John Berchmans, Jakarta Pusat ini.

Contoh pembiasaan, lanjutnya, antara lain moral Pancasila, agama, disiplin, perasaan atau emosi, dan kemampuan bermasyarakat. "Jadi, melalui pembiasaan ini, anak dievaluasi bagaimana emosinya, bagaimana dia bermain di dalam kelompoknya atau kemampuan bersosialisasinya," jelas Laurentia. Sementara melalui peningkatan kemampuan dasar, anak dikembangkan bidang bahasa dan daya pikirnya.

Karena itu, metoda pembelajarannya tak melulu secara klasikal di mana guru berdiri di depan kelas sambil menerangkan sesuatu. Sebaliknya, dilakukan dengan cara bercakap-cakap, bercerita dengan menggunakan macam-macam gambar besar, story reading, gambar seri, sandiwara boneka, dan sebagainya. Anak juga diberi tugas atau praktek langsung semisal menirukan suara binatang tertentu atau cara berjalan si binatang. "Atau tugas yang berfungsi mengembangkan daya cipta seperti melukis, melipat, menggunting, dan sebagainya," kata lulusan SPG-TK St. Maria Jakarta ini.