Waspadai Mood yang Kerap Berubah!

By nova.id, Rabu, 25 Maret 2009 | 04:09 WIB
Waspadai Mood yang Kerap Berubah! (nova.id)

Suasana hati atau emosi yang kerap berubah tiba-tiba alias moody barangkali menjadi hal wajar bagi banyak perempuan. Namun, jika moody yang muncul karena bipolar disorder, waspadalah!

Konon, gangguan kejiwaan yang diderita sekitar 2,5 persen populasi di Amerika (sekitar 6 juta orang) ini, seringkali tak dipahami sebagai manik-depresi. Justru orang menganggapnya sebagai depresi saja. Padahal, ungkap Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Irmansyah, manik-depresi merupakan gangguan yang lebih fatal daripada depresi.

Yang menjadi ciri khas dari gangguan ini adalah dua kondisi mood yang sangat ekstrim (depresi dan manik) yang bisa dialami oleh penderita. Pada suatu ketika ia bisa merasakan sangat antusias dan bersemangat. Namun, ketika mood-nya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, hingga pesimis dan putus asa.

Dan penyebabnya, lanjut Irmansyah, hingga saat ini belum dapat dipastikan. Hanya saja, beberapa dugaan mengaitkan gangguan ini dengan faktor genetika, sehingga ketika dilakukan wawancara biasanya psikiater juga akan menanyakan riwayat keluarga sang penderita.

PEREMPUAN LEBIH RENTAN Bipolar disorder biasanya baru muncul ketika seseorang telah memasuki fase dewasa muda yaitu ketika ia berusia sekitar 15-24 tahun, dan akan terus berulang jika tak dilakukan terapi. Gangguan ini dapat dipicu oleh banyak hal yang terjadi dalam hidup sehingga menyebabkan mood berubah-ubah.

Dalam kasus gangguan bipolar, perubahan mood yang terjadi bisa secara gradual maupun tiba-tiba. Bisa juga terjadi secara perlahan, hingga ekstrim. Pada tipe klasik, perubahan mood yang terjadi tak berlangsung sering, hanya sekitar 1 atau 2 periode mood (baik manik atau depresi) setahun. Sedangkan pada tipe rapid-cycling bipolar disorder, perubahan mood yang terjadi bisa berlangsung secara drastis maupun ekstrim, dan ini bisa terjadi lebih dari 4 kali setahun.

Inilah yang menyebabkan orang sulit memahami, mengapa pasangan atau rekannya tiba-tiba berubah sangat depresi. Padahal, sebelumnya ia adalah pribadi yang sangat ceria.

Seolah-olah, penderitanya tak mampu mengendalikan mood yang dirasakannya itu. Atau, terlalu larut dengan suasana emosinya sendiri dalam jangka waktu yang cukup lama, bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Penderitanya bisa terlihat terlalu bersemangat, atau sebaliknya terlalu depresi dalam kurun waktu yang tidak lumrah.

Dan, oleh karena perempuan memiliki sisi emosional yang lebih dominan dalam pola pikirnya, juga kelabilan emosi yang dimilikinya, sehingga ia lebih berpotensi mengalami perubahan mood dalam perilaku sehari-harinya. Kondisi ini pulalah yang membuat perempuan lebih berpeluang mengalami manik-depresi. Demikian juga gejala klinis penderita bipolar disorder pada perempuan lebih nampak dibanding pria.

"Tetapi, gangguan ini tidak ada hubungannya dengan perubahan mood yang diakibatkan oleh siklus haid pada perempuan," Irmansyah menepis anggapan jika gangguan manik atau depresi ini memiliki kaitan dengan hormonal.

GEJALA SULIT DIKENALI Gangguan kejiwaan bipolar disorder ini memang merupakan sebuah kondisi dimana seseorang mengalami fase depresi dan manik berlebih. Baik secara rentang waktu, kondisi emosional, maupun perilaku. Dan seringkali gejalanya dianggap sebagai penyimpangan perilaku saja.

"Biasanya penderita bipolar disorder baru diketahui ketika keluarganya membawanya ke psikiater karena perilakunya yang mulai mengganggu. Tetapi, yang bersangkutan tidak merasa demikian. Karena ia selalu merasa benar dengan apa yang dilakukannya," ungkap Irmansyah.

Sedangkan untuk fase depresi, gejala penderita gangguan bipolar ini akan lebih sulit lagi dikenali. Karena, jika belum mengalami fase manik, orang awam lebih banyak menganggapnya sebagai depresi saja.

Istilah gangguan bipolar, kata Irmansyah, tidak sepopuler kata depresi. Sehingga, orang tidak kenal gejala depresi yang merupakan gejala klinis gangguan bipolar. Dan kalaupun seseorang mengalami kedua fase ini, terkadang orang awam hanya menganggap, memang begitulah kepribadian dari orang itu. "Padahal, gangguan bipolar ini bukan masalah kepribadian, lho. Tetapi, ini memang penyakit!" tegas Irmansyah.

BUTUH PENGOBATAN Sayangnya, karena edukasi yang minim di masyarakat mengenai penyakit kejiwaan, menyebabkan gangguan semacam ini kebanyakan dianggap sebagai bagian dari perilaku saja. Misalnya, pada kasus penderita gangguan bipolar, salah satunya cenderung menjadi shopaholic yang parah. Bahkan menurut Irmansyah, ia bisa terus menerus berbelanja tanpa khawatir sedikitpun akan over budget dari pengeluarannya.

"Bipolar disorder sebetulnya sudah merupakan gangguan kejiwaan. Dan pastinya akan semakin parah jika tidak dilakukan terapi yang tepat bagi penderita gangguan ini," Irmansyah menegaskan. Oleh karena itu, semakin dini bipolar disorder didiagnosa dan ditangani, semakin besar pula kemungkinan bunuh diri dan ketidakwajaran perilaku penderita dapat ditekan. Dan satu-satunya terapi yang bisa dilakukan untuk penderita gangguan bipolar adalah dengan memberikan resep obat anti depressant dan mood stabilizer, yang harus dikonsumsi saat gangguan manik maupun depresi menyerang. "Obat ini sifatnya simptomatik, tetapi terbukti sangat efektif menekan risiko paling fatal dari gangguan bipolar maupun rapid-cycle bipolar disorder," urai Irmansyah.

Laili Damayanti Foto: Romy Palar/NOVA