Derita Ayah Kehilangan putri & Istri "Kini Saya Sebatang Kara..." (1)

By nova.id, Kamis, 11 April 2013 | 09:40 WIB
Derita Ayah Kehilangan putri Istri Kini Saya Sebatang Kara 1 (nova.id)

Berbekal infromasi itu, Husaini langsung lapor polisi dan menjelaskan kepada Kapolsek Kutaraja, Amd adalah salah satu pria yang membawa Diana bersama HL sore itu. "Dulu, Amd dikeluarkan dari penjara dengan pembebasan bersyarat."

Tak lama, HL dan Amd pun diringkus polisi di rumah Wardi. Setelah diperiksa, kedua pemuda itu mengaku sebagai pelakunya. Rabu (27/3), jasad Diana akhirnya ditemukan di rawa-rawa tak jauh dari rumahnya. Diana ditemukan dengan kondisi cukup mengenaskan. Kepalanya terpisah dari badan, kakinya patah, dan sudah tak mengenahkan celana dalam.

Derita Ayah Kehilangan putri Istri Kini Saya Sebatang Kara 1 (nova.id)

"kamis (4/4) lalu ketika Polresta Banda Aceh melakukan rekonstruksi ulang peristiwa pembunuhan yang menewaskan Diana (6) di Desa Lorong V, Desa Peulanggahan Banda Aceh. Foto: Debbi (NOVA) "

Pelaku Jangan Dibebaskan

"Orangtua mana yang tak mengutuk perbuatan itu. Sehari-harinya Diana menjadi tumpuan hidup saya. Oleh karena ibunya sakit selama beberapa tahun ini, anak saya yang masih kelas 1 SD itulah yang jadi satu-satunya kebanggaan saya. Tak pernah terbersit di pikiran saya harus berpisah dengannya lewat cara seperti ini," tutur Wardi yang mengalami buta pada kedua kelopak matanya sejak 2002.

"Saya tak tahu kenapa mata saya jadi buta. Sebelumnya, saya sempat demam dan muntah-muntah," paparnya. Namun, menurut Wardi, ia kemungkinan menderita glaukoma hingga akhirnya mengalami kebutaan.

"Itu terjadi, setelah tiga tahun saya kerja di Meulaboh sebagai PNS Pemda, sebagai ajudan bupati. Tahun 1994, selulus dari SMEAN 1 Aceh, saya sempat kerja serabutan, mulai dari tenaga foto kopi sampai kerja bangunan." Karena mengalami kebutaan, Wardi memutuskan pensiun dini dari pekerjaan dan kembali tinggal di Banda Aceh.

Pria berkulit hitam ini pun pernah mencoba mengobati matanya ke berbagai tempat. Di sejumlah rumah sakit hingga orang pintar. Namun butanya tak kunjung sembuh. Hingga tahun 2004 saat tsunami melanda Aceh, 12 orang keluarga Wardi meninggal tersapu air dan hanya ia seorang yang selamat.

"Dengan kondisi mata tak bisa melihat, siapa yang mau menolong saya? Semua sibuk menyelematkan diri. Syukurlah saya mendengar suara tangisan bayi. Pelan-pelan saya ikuti suara tangisan itu di tengah gelombang air bah. Akhirnya saya selamat," kenang Wardi.

Pada tahun 2006, ia menikah dengan seorang gadis asal Meulaboh, Agus Mawar, dan dikaruniai seorang putri, Mardiana. Namun kedua orang yang paling disayangnya itu kini telah tiada. Ia hanya bisa pasrah.

"Tiap hari saya menangis. Rasanya sampai kering air mata ini. Saya serahkan semua cobaan ini kepada Allah. Mungkin semua ini ada hikmahnya. Saya yakin ini kehendak Allah. Tapi saya ingin pelakunya dihukum berat. Cukup anak saya saja yang mengalami musibah ini. Jangan ada lagi anak-anak lain jadi korban. Saya takut jika pelaku dibebaskan dan kembali berkeliaraan, akan melakukan hal yang sama kepada anak-anak tak bedosa."

"Untuk memberi pelajaran bagi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan seperti HL dan Amd, sebaiknya keduanya dihukum mati saja. Saya ingin mereka tetap dikawal di persidangan nanti. Sebagai keucik di desa ini saya berharap, ada dermawan yang mau memberi bantuan untuk Wardi. Kasihan, selain hidup miskin dia juga kini sebatang kara," ucap Husaini.

 Debbi Safinaz