Mencuatnya kasus perkawinan antara Cidre dan Jun, menurut Kasatreskrim Polres Bangli, AKP Gusti S. Putra, bermula dari surat pembaca yang dimuat salah satu media lokal Bali. Selanjutnya, petugas langsung mengadakan penyelidikan lapangan.
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Gusti, timnya menetapkan status Cidre menjadi tersangka karena melanggar UU Perlindungan Anak. "Menikahi anak dibawah umur, kan, tidak boleh. Ini kasus yang sama persis seperti yang dilakukan Syeh Puji beberapa tahun lalu," kata Gusti.
Menaggapi soal pernikahan di bawah umur ini, Siti Sapura, aktivis Lentera Anak Bali (LAB) menegaskan, dalam kasus ini sama sekali tidak boleh ada toleransi. Tersangka harus dituntut berdasarkan hukum dan sesuai undang-undang.
Menurutnya, Jun harus dikembalikan ke orangtuannya dan diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Sementara bila anaknya sudah lahir, bisa diasuh oleh keluarga. "Jun masih di bawah umur, sehingga tak boleh melakukan perkawinan," tegas Siti.
Siti mengaku, pernah memberi advokasi dalam kasus serupa di Kabupaten Klungkung, Bali. Dalam kasus itu si anak akhirnya diserahkan ke orangtuannya untuk disekolahkan, sementara bayinya diasuh oleh keluarga ibunya.
"Hukum tak boleh kalah oleh adat. Sekalipun sudah dinikahkan secara adat, tapi itu semua tidak berlaku," tegasnya. Sementara Wayan Wira dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Bangli mengatakan, dalam kasus ini harus dilakukan pemecahan secara proporsional. Artinya, silakan pelaku dihukum sesuai aturan yang ada, namun jangan ada usaha untuk memisahkan. "Jika sampai dipisahkan, bagaimana aspek sosial termasuk ekonomi korban?" kata Wira.
Selanjutnya, Kapolres Bangli AKBP Sakeus Ginting menegaskan, polisi tetap akan menjerat Cidre dengan pasal 81 (2) UU Perlindungan Anak, yang intinya melakukan bujuk rayu berbuat cabul dengan anak di bawah umur, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. "Tapi tersangka proaktif sehingga tidak kami tahan," kata Sakeus.
Gandhi Wasono M