Masnawati Tak Henti Mencari Buah Hati (1)

By nova.id, Rabu, 9 Januari 2013 | 06:01 WIB
Masnawati Tak Henti Mencari Buah Hati 1 (nova.id)

Masnawati Tak Henti Mencari Buah Hati 1 (nova.id)

"Foto: Edwin Yusman F/NOVA "

Tiga tahun sudah ibu tiga anak kelahiran Parepare (Sulawesi Selatan), 26 Desember 1976, ini tak bisa bertemu buah hatinya. Beragam cara telah dilakukan Masnawati Mas'ud, namun ketiga anaknya tak kunjung kembali ke pelukannya. Bolak-balik ia dilaporkan mantan suaminya, bahkan sampai dipenjara. Sang mantan suami, AKBP Ejang, hingga kini enggan memberikan pernyataan.

Tak bisa kugambarkan bagaimana rasanya hidup jauh dari anak-anak, Adinda Rizky Amalia (16), Rizqika Aliyya Maharani (14), dan si bungsu M. Rifky Akmal Ramadhan (12). Mereka adalah cahaya hidupku sekaligus penyemangat perjuanganku.

 Sudah berbagai cara kucoba merengkuh mereka kembali ke pelukanku tapi dengan beragam cara pula mantan suami, AKBP Enjang, mencoba untuk menjauhkan mereka dariku.

 Padahal, ketika aku dan suami bercerai, sesuai isi akta cerai dari Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan tertanggal 4 November 2008, aku lah pemegang hak asuh anak. Sejak bercerai, aku dan anak-anak sempat tinggal di Jakarta dan mantan suami di Bandung (Jabar).

 Namun aku dan anak-anak harus terpisah sejak 2010 ketika mantan suami melaporkanku atas kasus pengrusakan dan pencurian. Sebenarnya, kedua hal itu tak akan terjadi jika mantan suami mau memberikan nafkah sesuai dengan keputusan cerai yang dikeluarkan PA Jakarta Selatan.

Ditangkap Paksa

 Sebagai ibu rumah tangga tanpa pekerjaan, ketika itu aku sama sekali tak punya uang. Lalu sekitar Mei 2010 aku dan anak-anak mendatangi rumah mantan suami di Bandung. Sesampainya di sana, aku tak bisa bertemu ayahnya anak-anak. Kami menunggunya dengan menginap di mobil yang kuparkir di depan ­rumahnya.

Dua hari menginap di dalam mobil, mantan suami yang jelas-jelas ada di dalam rumah tak kunjung membukakan pintu. Kesal, aku nekat melempar kaca rumahnya dengan batu. Selanjutnya, mantan suami melaporkan tindakanku dan anak pertama kami ke polisi atas dasar pengrusakan rumah, ke Polres Bandung Tengah.

 Kemudian, pada 6 Juni 2010 kami mendatangi rumah mantan suami lagi. Kami bisa masuk ke dalam rumah. Aku bermaksud ingin mengambil akta kelahiran anak-anak, sementara si sulung mengambil kartu ATM dari dompet ayahnya. Sebenarnya, itu uang anak-anak juga karena rekening tabungannya dibuat ketika kami masih terikat pernikahan.

 Dia yang mengetahui tindakan itu, kembali melaporkan aku dan si sulung ke polisi atas tuduhan pencurian. Pada 18 Juni 2010 aku dan anak-anak terpaksa kembali ke rumah mantan suami untuk mengambil baju anak-anak yang tertinggal.

 Namun ternyata dia menjebak kami. Aku dan anak-anak ditangkap dan diseret paksa untuk ikut ke Polres Bandung Tengah oleh tiga anggota polisi. Bahkan di hari itu juga, tepat pukul 24.00, aku langsung dibawa ke Lapas Wanita Bandung.

 Ketiga anakku tak mau lepas dariku. Mereka kompak menggedor pintu gerbang lapas sambil menangis dan berteriak-teriak memanggil-manggil aku. Duh, peristiwa itu rasanya sudah seperti adegan dalam sinetron drama!