Beberapa hari sebelum kejadian menurut Yitno, tak ada sesuatu yang aneh pada putrinya. "Semua berjalan biasa-biasa saja, dia tetap bawel seperti biasa. Jumat (19/10) pagi kami sama-sama membereskan tempat penyimpanan kayu bakar di belakang rumah. Siangnya saya berangkat ke masjid untuk menunaikan salat Jumat."
Pulang dari masjid, Yitno tidak menemukan Sri Agustina atau Tina, "Saya pikir Tina main ke rumah adik ipar saya yang kebetulan masih bertetangga. Memang kebiasaan dia seperti itu," tuturnya.
Sore menjelang, Tina tak juga kunjung pulang. Yitno pun jadi cemas. Apalagi, tiba-tiba saja tubuhnya terasa kurang enak. "Perut saya kembung, saya enggak tenang dan enggak bisa tidur. Sampai pukul 3 pagi perut saya juga tak kunjung sembuh dan Tina belum juga pulang."
Yitno coba menyambangi rumah adik iparnya untuk mencari Tina. "Ternyata Tina juga tidak ada di situ. Saya kembali berpikir, mungkin Tina menginap di rumah ibu saya yang tinggal di kampung sebelah. Saya kembali pulang dan meminta mertua untuk mengeroki badan saya. Meski begitu, saya juga masih belum dapat tidur. Selain karena sakit, saya juga khawatir akan keberadaan Tina."
Pagi menjelang, Tina belum juga terlihat. Yitno semakin khawatir. Ia kembali mencari tahu keberadaan Tina. Pencariannya sia-sia, hingga akhirnya polisi menyambangi rumahnya. "Paginya memang ada suara burung prenjak. Menurut orangtua, suara burung prenjak itu sebagai pertanda akan datang musibah. Tapi saya becandain saja. Ketika mendengar suara burung prenjak itu, saya bilang gini 'Kalau mau kasih rejeki silakan datang, masuk kerumah.'," ungkapnya.
Entah pertanda tersebut benar atau tidak, "Enggak lama datang benar kabar buruk itu. Tina 'pergi' untuk selamanya. Memang semua manusia pasti akan kembali ke Sang Pencipta, tetapi saya enggak menyangka Tina akan pergi secepat ini. Terlebih dengan cara seperti ini," ucapnya sedih.
Edwin Yusman F / bersambung