Duka Bunda Cello, Tetap Mencari Meski Dapat Pengganti (1)

By nova.id, Kamis, 6 Desember 2012 | 05:09 WIB
Duka Bunda Cello Tetap Mencari Meski Dapat Pengganti 1 (nova.id)

Duka Bunda Cello Tetap Mencari Meski Dapat Pengganti 1 (nova.id)
Duka Bunda Cello Tetap Mencari Meski Dapat Pengganti 1 (nova.id)

"'' Meski Cello belum bisa ditemukan, kami ikhlas mengasuh Cello pengganti,'' tutur Sifa dan Jaja. (Foto: Hasuna/NOVA) "

Mimpi Cello Pulang

Beruntung, Pak Arist sangat responsif membantu. Kehilangan Cello jelas amat menyakitkan. Sejak pulang dari Polresta, yang kulakukan hanya menangis dan bengong. Aku juga tak bisa tidur. Setiap hampir terlelap, seolah terdengar suara tangisan keras Cello di telingaku. Aku kerap terbangun kaget sambil bertanya kepada Umi di mana bayiku, lalu menangis.

Layaknya orang gila, aku tak bisa mengontrol perilakuku sendiri. Membenturkan kepala ke batu sering kulakukan tanpa sadar dan tak terasa sakitnya. Bila ada yang menjenguk, aku pun bisa tiba-tiba tertawa riang. Begitu tamu pulang, aku teringat Cello lagi dan kembali menangis. Tiap kali pandanganku tertumbuk pada mainan, kereta dorong, baju, dan perlengkapan bayi di rumah petak kami yang sudah kusiapkan sejak sebelum Cello lahir, aku menangis. Aku pun tak mau makan dan minum.

Aku selalu membayangkan siapa yang memberi susu Cello, apakah ia kedinginan atau tidak. Sambil tidur, aku pun selalu memegangi botol susu yang pernah digunakan Cello. Itu kulakukan sambil menggendong selimut Cello, seolah-olah ia dalam pelukanku. (Jaja menimpali, ia nyaris tak sanggup melihat kondisi Sifa kala itu.)

Selama 12 hari, hanya begitulah keseharianku. Suatu hari, guru spiritual kakakku menelepon untuk menguatkan mentalku. Dari hasil terawangannya, Cello sehat dan baik-baik saja, katanya. Yang membuat semangatku bangkit, ia berujar Cello akan kembali. Keyakinanku akan pulangnya Cello membuatku bisa menjalani hari-hariku seperti dulu lagi.

Selasa (25/9) malam, dua minggu setelah Cello hilang, aku bermimpi ia dikembalikan kepadaku lewat orang lain. Esoknya, saat Mas Jaja pergi menempelkan foto Cello dan berita kehilangannya di angkot-angkot, pukul 09.00 polisi mengabari ada bayi ditemukan. Aku dan Mas Jaja diminta melakukan tes DNA untuk dicocokkan dengan DNA bayi itu. Sejak Cello hilang, baru pada hari itulah pihak RS Siti Zahroh ada yang datang ke rumah, mengajak kami ke Polresta Bekasi. Sebelumnya, tak pernah ada yang datang, seolah tak ada apa-apa. Suster memang datang, tapi hanya untuk mengganti perbanku.

Akhirnya, bersama polisi kami ke RS Anisa, tempat bayi yang ditemukan itu dititipkan. Pertama melihatnya, Mas Jaja sempat mengatakan itu bukan bayi kami. Kondisi fisiknya jauh dibandingkan Cello sebelum hilang. Bayi itu kondisinya memprihatinkan, beratnya pun hanya 2,6 kg. Sebelum hilang, berat Cello 3,4 kg. Lucunya, saat kami datang ia memandang kami sambil tertawa. Tak lama, ia menangis.

Terempas Dua Kali

Selanjutnya, Mas Jaja mengenali bahwa bayi itu Cello karena suara tangisannya sama dengan tangisan Cello sewaktu ia azani dulu. Sementara aku ingat, bentuk kepala Cello tak terlalu bulat, mirip kepala almarhum ayah Mas Jaja. Bayi ini pun bentuk kepalanya sama dengan Cello.

Setelah diambil sampel untuk tes DNA, kami pun pulang. Selama tiga minggu kami menunggu hasilnya dengan tak sabar. Kami ingin segera membawa pulang Cello. Rupanya belum waktunya kami berbahagia. Hasil tes DNA dinyatakan negatif. Bayi itu bukan Cello. Polisi menawari kami untuk mengadopsinya. Kami bersedia mengasuhnya tanpa syarat karena kami yakin ini Cello. Polisi setuju, lalu Cello kami bawa pulang. Rumah mungil kami kembali hidup dengan keberadaan Cello.

Suara tangisnya, tatap matanya, minum susunya yang banyak, dan gayanya yang minta digendong seolah ia sudah berusia lebih besar, sungguh menggemaskan. Apalagi, kini ia sudah makin gemuk. Jika rewel, cukup kugendong saja dan tangisnya langsung berhenti. Kami benar-benar terhibur olehnya. Semua perlengkapan bayi di rumah pun akhirnya terpakai juga. Dinding rumah kami hias dengan huruf dan angka warna-warni.

Namun untuk memastikan, kami lalu minta second opinion tes DNA. Bukannya kami tak percaya kepada polisi, tapi kami ingin mencari pendapat lain. Dibantu Lembaga Eijkman, kami bertiga kembali menjalani tes DNA ulang (Senin, 19/11). Empat hari kemudian, hasilnya diumumkan di depan wartawan di lembaga itu.

Lagi-lagi, perasaan kami terempas. Setelah empat minggu Cello bersama kami, hasil tes DNA kembali negatif. Sebab, 8 dari 20 marka STR yang digunakan dalam tes DNA milik Mas Jaja tak cocok dengan milik si bayi. Ketidakcocokanku malah 9 marka. Padahal, 3 marka saja tak cocok, berarti kami tak punya hubungan biologis dengannya. Kami syok.

Tetap Menuntut

Namun sebelum hasil ini keluar kami sudah bertekad, andai ternyata bayi ini bukan Cello, kami akan tetap mengasuh dan membesarkannya seperti anak kami sendiri. Kami menganggapnya pengganti Cello. Karena itu, Cello Aditya tetap kami gunakan sebagai nama bayi ini. Kami sudah sangat menyayanginya seperti anak sendiri.

Kendati demikian, bukan berarti kasus ini selesai secara hukum. Kami tetap mendatangi Polresta Bekasi, meminta pencarian Cello dilanjutkan. Kami juga akan mengurus proses adopsi di pengadilan agar sah secara hukum. Tak lupa, kami akan menuntut RS Siti Zahroh untuk bertanggung jawab secara hukum atas kelalaiannya sehingga Cello hilang. Kami menuntut agar Cello dikembalikan.

Sementara itu, biarlah kami berbahagia dengan pengganti Cello...

Hasuna Daylailatu / bersambung